Saat ini di sejumlah negara, tantangan terbesar vaksin Covid-19 bukan pada distribusinya, melainkan pada upaya meyakinkan masyarakat karena kelompok antivaksin terus menyebarkan informasi yang salah.
Oleh
Yovita Arika
·4 menit baca
Ketidakpastian dan berkembangnya Covid-19 terus menghasilkan informasi yang salah terkait pandemi Covid-19. Peluncuran vaksin Covid-19 secara global memperburuk masalah informasi yang salah tentang imunisasi.
Di sejumlah negara, tantangan terbesar vaksin Covid-19 bukan pada distribusinya, melainkan pada upaya meyakinkan masyarakat karena kelompok antivaksin terus menyebarkan informasi yang salah. Media sosial menjadi sarana utama penyebarannya.
Gerakan antivaksin telah berkembang di media sosial sejak lama dan meningkat pada 2019. Laporan Center for Countering Digital Hate (CCDH) pada Desember 2020 yang dikutip theguardian.com pada 6 Januari 2021 menyebutkan, akun antivaksin utama pada platform media sosial mendapatkan lebih dari 10 juta pengikut baru sejak 2019, termasuk 4 juta pengikut tambahan pada Instagram dan 1 juta di Facebook.
Kasus Covid-19 yang berkembang cepat dan tekanan politik yang kuat untuk menghasilkan vaksin membuat masyarakat mempertanyakan apakah mereka harus memercayai vaksin baru dan mencari jawaban yang benar soal itu. Situasi ini dimanfaatkan kelompok antivaksin yang terus berupaya menyebarkan skeptisisme tentang vaksin Covid-19.
Dalam laporannya, CCDH melacak pertumbuhan pesat gerakan antivaksin selama pandemi. Kasus Covid-19 yang berkembang cepat dan tekanan politik yang kuat untuk menghasilkan vaksin membuat masyarakat mempertanyakan apakah mereka harus memercayai vaksin baru dan mencari jawaban yang benar soal itu. Situasi ini dimanfaatkan kelompok antivaksin yang terus berupaya menyebarkan skeptisisme tentang vaksin Covid-19.
Penelitian tim gabungan sejumlah universitas di Amerika Serikat menunjukkan kecenderungan serupa. Penelitian yang diterbitkan di Jurnal Nature pada 13 Mei 2020 ini menyebutkan, ancaman yang lebih besar terhadap kepercayaan publik pada vaksin Covid-19 berasal dari grup Facebook yang lebih kecil dan lebih terhubung yang condong ke antivaksinasi.
Komunitas yang sebelumnya dianggap tidak terkait atau ”ragu-ragu” tentang vaksin, seperti kelompok pencinta hewan peliharaan dan kelompok orangtua siswa, semakin menghubungkan dengan gerakan antivaksinasi. ”Ini seperti pertumbuhan tumor,” kata Neil Johnson, fisikawan di Universitas George Washington, peneliti utama, yang dikutip nbcnews.com pada 8 Agustus 2020.
Selama ini Facebook menolak melarang segala bentuk aktivisme antivaksin di platformnya. Alasannya, seperti dilakukan dengan masalah-masalah seperti penolakan Holocaust, melarang klaim palsu di internet tidak membuahkan hasil, dan klaim tentang vaksin harus tetap ada di platform untuk diperdebatkan dan diperiksa faktanya.
Tindakan agresif
Ketika jumlah kematian akibat Covid-19 melonjak pada 2020, dan Facebook menjadi alat perekrutan dan pengorganisasian untuk protes terhadap tindakan kesehatan masyarakat, Facebook mulai mengambil tindakan. Facebook menyatakan menghapus lebih dari 12 juta konten salah terkait pandemi dari platform Facebook dan Instagram pada Maret-Oktober 2020, dan menempatkan label peringatan tambahan pada 167 juta lebih konten dalam periode yang sama.
Pada 3 Desember 2020 Facebook mengumumkan akan melarang klaim yang tidak benar tentang keamanan dan kemanjuran vaksin Covid-19. Namun, di awal tahun ini, teori konspirasi dan informasi yang salah tentang vaksin Covid-19 masih menyebar di Facebook dan Instagram. Selain itu, banyak postingan dengan informasi yang salah tidak berlabel peringatan tambahan.
Menurut CCDH, sudah waktunya platform teknologi global mengambil tindakan yang lebih agresif untuk mengatasi misinformasi dan berita bohong yang beredar di platformnya. Platform Pinterest, misalnya, telah lama menerapkan kebijakan tanpa toleransi untuk propaganda antivaksin.
Upaya lain dilakukan Google dengan melibatkan organisasi berita atau pers dan lembaga pengecekan fakta. Setelah pada April dan Desember 2020 memberikan total 8 juta dollar AS untuk memerangi berita bohong atau hoaks terkait pandemi, kini Google menyediakan hingga 3 juta dollar AS untuk melawan misinformasi vaksin Covid-19.
Dana ini terbuka untuk semua organisasi berita. ”Kami akan memprioritaskan proyek kolaboratif dengan tim interdisipliner dan cara yang jelas untuk mengukur keberhasilan,” kata Alexios Mantzarlis, Pimpinan Berita dan Kredibilitas Informasi Google News Labs, ketika mengumumkan hal itu di laman Google News Initiative, 12 Januari 2021.
Mantzarlis mencontohkan aplikasi yang memenuhi syarat dapat mencakup kemitraan global antara proyek pengecekan fakta yang sudah mapan dan outlet media berbasis komunitas. Atau, platform teknologi kolaboratif bagi jurnalis dan dokter untuk bersama-sama mencari sumber misinformasi dan menerbitkan pemeriksaan fakta.
Jika sebelum pandemi, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan ”keraguan vaksin” atau keengganan untuk mendapatkan vaksin sebagai salah satu dari 10 ancaman teratas bagi kesehatan global, kini, ancaman itu kian nyata. Bukan hanya platform media sosial maupun organisasi berita yang harus memeranginya, melainkan juga keputusan politik yang tepat dan masyarakat yang melek informasi.