Pemulangan Artefak-artefak Bersejarah dari Luar Negeri Dilanjutkan Kembali
Upaya pemulangan benda-benda bersejarah Indonesia dari Belanda terus dilanjutkan. Upaya ini penting untuk merajut ulang sejarah dan kebudayaan nasional.
Oleh
Mediana
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membentuk komite repatriasi benda bersejarah Indonesia yang berada di luar negeri, khususnya Belanda. Komite ini diharapkan bisa mulai bekerja tahun 2021.
"Program pemulangan artefak ataupun benda-benda bersejarah dari Belanda akan memakan waktu sekitar tiga sampai empat tahun. Jenis benda yang kami sasar terlebih dulu adalah koleksi museum di Belanda dan diperoleh dengan cara tidak pantas pada masa lalu," ujar Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid, dalam taklimat media capaian 2020 dan program prioritas 2021, Senin (11/1/2021), di Jakarta.
Jenis benda yang kami sasar terlebih dulu adalah koleksi museum di Belanda dan diperoleh dengan cara tidak pantas pada masa lalu.(Hilmar Farid)
Komite repatriasi terdiri dari berbagai pakar sejarah, purbakala, antropologi, museum, dan filologi yang akan bekerja untuk jangka waktu yang panjang. Dia menjelaskan, ada kemungkinan setelah pemulangan berhasil dilakukan, penelitian tetap berjalan untuk kebutuhan pengetahuan.
Komite juga berencana membuat program pendidikan lanjutan setara master dan doktoral bagi tenaga profesional di bidang-bidang yang relevan dengan kajian artefak yang akan dipulangkan dari Belanda. Komite juga akan melibatkan diplomat dan sarjana hukum untuk memastikan status benda - benda tersebut, baik secara hukum internasional maupun hukum yang berlaku di wilayah Indonesia.
"Bagi Indonesia, penelitian asal usul atau provenance research penting untuk mengetahui sejarah benda diperoleh, dari mana, dan siapa yang memasukkan sehingga bisa sampai disimpan. Kami akan berikan beasiswa magister dan doktoral yang mau turut serta," kata dia.
Hilmar menambahkan, sejalan dengan pembentukan komite repatriasi, juga akan dibangun satu platform teknologi terintegrasi untuk manajemen data koleksi museum, pameran, hingga pertunjukkan. Upaya itu mesti dimaknai sebagai realisasi amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
Sebelumnya, pada 8 Oktober 2020, Komite Penasihat Repatriasi Benda Kolonial Belanda menyerahkan laporan kepada Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan Belanda Inggrid Engelshoeven. Dalam laporan itu disertai rekomendasi untuk mengembalikan artefak dan benda seni yang diperoleh Belanda dari Indonesia pada era kolonial. Pengembalian dilakukan tanpa syarat, buka ruang dialog, dan penelitian terhadap benda-benda tersebut untuk mengungkapkan asal muasalnya demi keadilan historis.
Belanda banyak melakukan pengumpulan benda-benda itu dari berbagai daerah di Indonesia dengan beragam latar belakang, seperti kebutuhan penelitian, koleksi pribadi, dan perampasan melalui tindak kekerasan kepada penguasa lokal di Nusantara. Sebagian besar artefak tersebar di beberapa museum di Belanda. Misalnya, Rijksmuseum, Museum Kebudayaan Dunia di Leiden, Amsterdam, dan Rotterdam.
Sebelumnya, pengembalian artefak dan benda bersejarah sudah dilakukan dalam jumlah kecil pada era 1970-an, yaitu pusaka Pangeran Diponegoro berupa tombak dan pelana kuda. Kemudian, pengembalian dalam jumlah besar dilakukan oleh Museum Nusantara di Delft yang memulangkan 1.500 koleksinya pada Desember 2019. Adapun pada tahun 2020, pengembalian keris Kiai Naga Siluman milik Pangeran Diponegoro.
Ketua Departemen Sejarah Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Sri Margana, saat dihubungi terpisah, mengatakan, saat benda-benda tersebut dikembalikan mesti sudah ada narasi asal muasal, fungsi, sampai nilai identitas kebangsaan yang terkandung dalamnya. Maka, provenance research atau riset asal usul perlu dikedepankan.
Sri yang ikut ikut tergabung dengan tim yang menjemput dan memulangkan keris Kiai Naga Siluman milik Pangeran Diponegoro menyampaikan, keterlibatan peneliti sejarah ataupun warisan masa lalu penting. Mengikutsertakan mahasiswa magister dan doktoral akan dilakukan setiap tahun, meski gabungan dengan Belanda.
"RI (Republik Indonesia) tidak mungkin hanya jadi penadah benda-benda tersebut tanpa melakukan apapun. Respon RI dengan bentuk komite dan mengedepankan provenance researchmenanggapi rencana Komite Penasihat Repatriasi Benda Kolonial Belanda sudah tepat," ujar dia.
Infrastruktur
Hal tak kalah penting, lanjut Sri, adalah menyiapkan infrastruktur teknologi untuk kebutuhan preservasi sampai manajemen museum yang modern. Tujuannya yaitu menjaga kelestarian dan kelanjutan pengetahuan yang terkandung dalam benda - benda bersejarah yang dipulangkan.
Kalau fasilitas tersebut tidak disiapkan maksimal, pengembalian akan sia - sia. Masyarakat pun tidak akan memperoleh pengetahuan dan ikut merawat.
"Jumlah benda-benda bersejarah yang akan dikembalikan kali ini kan besar. Dari Rijksmuseum, misalnya, diperkirakan ada 2.500 item," kata dia.
Ketua Umum Asosiasi Museum Indonesia (AMI) Putu Supadma Rudana saat dihubungi terpisah, menyampaikan, di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang masih akan berlangsung, kebanyakan museum di daerah mengalami kesusahan operasional. Kunjungan merosot drastis. Pemerintah pusat perlu punya komitmen nyata dan memberikan bantuan konkret kepada museum yang terdampak tersebut.
Kalaupun masih ada program revitalisasi museum, itupun harus dilanjutkan dengan optimal. Pemerintah pusat dan daerah mesti berkonsolidasi, termasuk untuk berkomitmen dalam penyediaan anggaran.
"Tidak bisa begitu saja benda-benda dari luar dimasukkan ke museum-museum yang ada. Ada museum milik swasta yang punya karakter atau manajemen pengelolaan berbeda-beda," kata dia saat dikonfirmasi mengenai program repatriasi benda kolonial dari Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud.
Pamong Budaya Ahli Muda Museum Nasional Indonesia, Gunawan, menceritakan pengalamannya yang menegangkan ikut proses memulangkan 1.500 benda-benda bersejarah Indonesia yang disimpan Museum Nusantara di Delft. Sebab, Indonesia sempat harus membuka lelang untuk perusahaan yang bersedia mengelola pengepakan sampai custom clearance. Lalu, pengangkutan koleksi sebanyak itu mesti melalui perjalanan laut yang artinya harus ada ruang penyimpanan dengan suhu ruangan yang terjaga.
Ketika tiba di Indonesia, tim juga harus mengidentifikasi kondisi satu per satu benda. Lalu, penyimpanannya pun harus menyetel kondisi suhu ruangan yang ideal agar tidak lembab. Setelah itu, Museum Nasional Indonesia menyusun program pameran berdasarkan tema yang ditentukan kurator.
"Dalam konteks permuseuman mengenal konsep rasionalisasi dan transfer koleksi. Faktor penyebabnya bermacam-macam, seperti kesesuaian tema awal. Museum luar ataupun dalam negeri dapat melakukannya," kata dia. Pemulangan 1.500 benda dari Museum Nusantara di Delft ke Indonesia dilatarbelakangi oleh rasionalisasi koleksi.