Selain urusan bantuan sosial, perhatian terhadap kelompok masyarakat rentan juga menjadi bagian dari tugas Kementerian Sosial. Di awal tugasnya, Mensos Tri Rismaharini melakukan blusukan menemui sejumlah kelompok rentan.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·4 menit baca
Kementerian Sosial adalah salah satu kementerian yang sangat lekat dengan urusan kemanusiaan. Tugas pokoknya adalah menyelenggarakan urusan di bidang rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, perlindungan sosial, penanganan fakir miskin, dan inklusivitas. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, nama Kementerian Sosial lebih lekat dengan urusan bantuan sosial.
Saat pandemi Covid-19 berlangsung, Kementerian Sosial (Kemensos) juga menjadi salah satu kementerian yang mendapat perhatian masyarakat karena menyalurkan bantuan sosial (bansos) untuk warga yang terdampak Covid-19. Bahkan, belakangan Kemensos mendapat sorotan tajam, menyusul kasus dugaan korupsi bansos yang melibatkan mantan Mensos Juliari P Batubara sebagai salah satu tersangka.
Kemensos memang lekat dengan bansos, apalagi semenjak Program Keluarga Harapan (PKH) atau program pemberian bansos bersyarat kepada keluarga miskin diluncurkan pemerintah tahun 2007 sebagai upaya percepatan penanggulangan kemiskinan.
PKH mengusung misi besar untuk menurunkan kemiskinan Indonesia yang pada 2016 masih berada di angka 28,01 juta jiwa atau 10,86 persen dari total penduduk Indonesia. PKH ini juga diharapkan menjadi episentrum dan pusat layanan unggulan penanggulangan kemiskinan yang menyinergikan perlindungan dan pemberdayaan sosial.
Dari programnya, sebenarnya PKH bukan sekadar menyalurkan bansos dalam arti distribusi bahan pokok untuk masyarakat miskin, melainkan juga program untuk mengemban tugas guna membuka akses keluarga miskin (termasuk disabilitas dan lanjut usia) untuk memanfaatkan berbagai fasilitas layanan dasar, seperti kesehatan dan pendidikan. Hingga 2019, sejumlah penelitian mengungkapkan bahwa PKH berkontribusi terhadap penurunan angka kemiskinan Indonesia.
Tak hanya bansos
Hingga kini kehadiran Kemensos yang lebih banyak dimaknai dengan urusan bansos, padahal di luar perlindungan dan jaminan sosial, ada tugas besar lain yang perlu mendapat perhatian khusus Kemensos di luar urusan bansos dan bantuan bencana, seperti di bidang rehabilitasi sosial, penanganan fakir miskin, serta pelatihan dan penyuluhan sosial.
Dibandingkan dengan program bansos, program lain di Kemensos, seperti yang terkait rehabilitasi sosial anak, penyandang disabilitas, tunasosial dan korban penyalahgunaan orang, korban penyalahgunaan napza, dan warga lanjut usia, memang tidak banyak terdengar di publik. Kecuali kegiatan-kegiatan yang bersifat peringatan, seperti Hari Disabilitas.
Karena itu, ketika Menteri Sosial Tri Rismaharini memulai tugasnya dengan blusukan dengan menemui sejumlah gelandang, pengemis, pemulung, dan anak jalanan, di Jakarta dan sekitarnya, hal tersebut mengundang perhatian publik. Padahal, perhatian terhadap kelompok masyarakat rentan tersebut juga bagian dari program-program dan tugas Kemensos.
Sejak menjabat sebagai Mensos pun Risma menegaskan bahwa pemberdayaan anak-anak telantar dan warga lansia akan menjadi salah satu fokus prioritas Kemensos di masa kepemimpinannya. Maka, saat blusukan serta menemui sejumlah gelandangan dan pengemis, Risma pun menawarkan kepada mereka untuk masuk ke balai yang dikelola Kemensos, seperti Balai Karya ”Pangudi Luhur” Bekasi.
Hingga pekan lalu, 23 warga telantar ditempatkan di Balai Karya ”Pangudi Luhur” Bekasi yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Sosial. Dua orang di antaranya dirujuk ke Balai Lansia ”Budhi Dharma” Bekasi karena perlu perawatan sosial secara intensif.
Ke-23 warga penerima manfaat dari Kemensos tersebut terdiri dari 8 perempuan dan 15 laki-laki. Rata-rata mereka bermatapencarian sebagai pemulung. Mereka juga tidak memiliki tempat tinggal tetap di Jakarta (gelandangan). Ada yang tinggal di kolong jembatan, di emperan toko, di gerobak sampah, di pasar, di lapak, atau di permukiman kumuh. Mereka ditemukan di beberapa lokasi, seperti di sekitar Pegangsaan, Pasar Baru, Thamrin, Sudirman, dan Manggarai. Namun, ada juga dari Dinas Sosial Subang dan DKI Jakarta.
Di Balai Karya ”Pangudi Luhur” Bekasi, mereka diberikan keterampilan agar bisa wirausaha, seperti budidaya ikan lele, keterampilan membuat pupuk kompos, budidaya tanaman hidroponik, dan keterampilan lain yang nanti akan memberikan penghasilan.
”Kita harus dorong kalau ada penerima manfaat yang punya potensi, enggak apa-apa untuk dikembangkan potensinya, disekolahkan atau dilatih lagi. Jadi, kita pastikan mereka harus mentas,” ujar Risma, Kamis (7/1/2021).
Dirjen Rehabilitasi Sosial Harry Hikmat menyampaikan, Balai Karya Mulya Jaya selama ini menangani warga yang mengalami tunasosial dan korban perdagangan orang. ”Sebagai pelaksana di Kemensos, kami harus melakukan upaya-upaya lanjutan yang sifatnya bisa menyelesaikan masalah. Misalnya, mereka bisa akses terhadap layanan kebutuhan dasar,” ujar Harry.
Oleh karena itu, kalangan publik berharap apa yang dilakukan Mensos Risma saat ini hendaknya semakin meningkatkan program di Kemensos. Direktur Eksekutif International NGO Forum on Indonesian Development (Infid) Sugeng Bahagijo menilai pendekatan Mensos Risma memang berbeda dengan mensos-mensos sebelumnya.
”Saya setuju dengan pendekatan tersebut karena Mensos perlu cek data lapangan dan fakta lapangan. Selain itu, Mensos saat ini harus memulihkan citra dan reputasi Kemensos sebagai kementerian yang hadir termasuk bagi warga yang tertinggal. Selain itu, Mensos saat ini harus memperlihatkan warna baru dan pendekatan baru, sebagai pemimpin yang membumi,” ujar Sugeng.
Pekerjaan rumah Mensos Risma dan jajaran Kemensos masih panjang. Selain terus memperbaiki Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan memastikan bansos tepat sasaran, Kemensos juga harus benar-benar membuktikan slogan ”Kemensos Hadir” bagi para fakir miskin dan warga negara yang membutuhkan kehadiran negara.