Galeri Nasional Indonesia melalui Pameran Seni Rupa Nusantara telah berupaya hadir sebagai ruang apresiasi bagi seniman lokal. Masyarakat menjadi mengenal keragaman budaya yang membentuk identitas Indonesia.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Galeri Nasional Indonesia melalui Pameran Seni Rupa Nusantara telah berupaya hadir sebagai ruang apresiasi bagi seniman lokal. Masyarakat menjadi mengenal keragaman budaya yang membentuk identitas Indonesia.
Kurator dan dosen Fakultas Seni Rupa Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Citra Smara Dewi, dalam konferensi pers virtual, Jumat (8/1/2021), di Jakarta, mengatakan, Galeri Nasional Indonesia (GNI) merupakan lembaga kebudayaan negara yang peresmiannya pada masa pascareformasi. Pada saat itu, Indonesia masih menghadapi kondisi politik dalam negeri yang tidak menentu dan dimulainya arus globalisasi. Situasi tersebut berdampak besar terhadap kebudayaan, khususnya seni rupa.
”Latar belakang kondisi internal dan eksternal Indonesia yang melatarbelakangi peresmian GNI memunculkan tema karya seni rupa yang merefleksikan semangat kebangsaan untuk keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujarnya.
Hal itu terlihat dari hasil disertasi program doktoral Citra di Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Disertasinya meneliti Pameran Seni Rupa Nusantara yang diselenggarakan GNI selama 2001-2017. Total terdapat sembilan pameran dengan 30-an seniman yang dia wawancara sebagai bahan riset.
Citra mencontohkan pelukis Aceh, Mahdi Abdullah, dengan karyanya berjudul ”Chronologi #2” pada 2010. Lukisan ini bergambar seorang perempuan tua mengangkat keranjang berisi senjata. Menurut Citra, pelukis ingin mengangkat konflik sosial di Aceh yang berdampak kepada penduduk perempuan.
Contoh lain pelukis asal Jambi, Alhendra Daulay, dengan karya lukisan berjudul ”Jerat Zikir” pada tahun 2016. Lukisan ini berusaha menyuarakan isu agama yang semakin dipakai sebagai alat politik.
Citra menilai, sejak Indonesia merdeka, Pameran Seni Rupa Nusantara bisa dikatakan yang konsisten untuk pertama kali menyelenggarakan pameran seni rupa modern kontemporer dan melibatkan seniman dari 31 provinsi. Tahun 1970-an memang ada pameran seni lukis nasional, tetapi tidak berkelanjutan. Misalnya, kemudian berkembang jadi berkonsep biennale berstandar internasional.
”Tidak salah. Namun, saya memandang seniman-seniman Nusantara perlu diberikan kesempatan besar. GNI sebagai lembaga kebudayaan negara dan berdiri di pusat pemerintahan punya peluang memberikan ruang apresiasi lebih luas kepada mereka," katanya.
Citra menambahkan, bagi seniman, terutama dari luar Jawa dan Bali, keberadaan Pameran Seni Rupa Nusantara berfungsi sebagai pijakan puncak berkarya. Ada pula seniman yang menganggapnya sebagai jalan melanjutkan ke pameran dan pasar seni lebih besar, sebagai contoh, UOB Painting of The Year.
Kurang populer
Direktur Puri Art Gallery Yuanita Sawitri memandang, seniman seni rupa di luar Jawa dan Bali umumnya cenderung kurang terekspos. Padahal, mereka punya potensi besar.
Menurut dia, seniman tersebut butuh pembinaan dan ruang apresiasi lebih luas. Di tengah pesatnya perkembangan teknologi komunikasi informasi, Yuanita berpendapat, kemungkinan dialog, kolaborasi, bahkan pembinaan terbuka luas.
Direktur Cemara 6 Gallery-Museum Inda Citraninda Noerhadi memandang, seniman dari seluruh Nusantara memegang nilai-nilai tradisi dalam merespons isu global. Dalam konteks Pameran Seni Rupa Nusantara GNI, dia menilai pameran itu penting dan harus dilanjutkan.
Hanya saja, Inda menyarankan agar ada program lanjutan bagi seniman, seperti pendampingan dan bimbingan kuratorial. ”Bagi saya, pendampingan dan bimbingan kuratorial itu yang selalu dibutuhkan seniman,” tuturnya.
Kepala GNI Pustanto mengatakan, apa pun hasil penelitian berkaitan dengan GNI akan dipakai untuk membuat kebijakan tata kelola. Hanya saja, pembinaan dan pendampingan kuratorial bagi seniman belum menjadi program.
”Ada institusi lain di bawah kementerian (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) punya wewenang melakukannya," kata Pustanto.