Transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana bantuan operasional sekolah masih menjadi persoalan. Publik perlu dilibatkan untuk turut mengawasi penggunaannya.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menguatkan sistem pemantauan daring dalam penggunaan dana bantuan operasional sekolah tidak akan efektif jika tak disertai dengan pengawasan luring oleh publik. Dengan ikut memantau, publik dapat mengetahui efektivitas dana bantuan operasional sekolah.
Rencana pengawasan itu disampaikan Inspektur Jenderal Kemendikbud Chatarina Muliana Girsang, Selasa (5/1/2021). Kemendikbud menginginkan pengawasan dilakukan oleh lintas kementerian/lembaga. Dengan inspektorat daerah, Kemendikbud sudah mulai menggelar uji coba pengawasan daring di DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.
Sejak 2020, dana bantuan operasional sekolah (BOS) ditransfer langsung ke rekening sekolah, dan kepala sekolah memegang peran sentral dalam pengelolaan dana BOS.
Menanggapi hal itu, Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Fahriza Martha Tanjung memandang, hingga tahun lalu, publik masih sulit mengakses dokumen pelaporan penggunaan dana BOS di sekolah. ”Selama ini laporan penggunaan dana BOS secara daring sudah ada dan publik diberi kesempatan melihat perkembangan. Sayangnya, laman BOS (bos.kemdikbud.go.id) dari tahun ke tahun mengalami pengurangan fasilitas,” ujarnya, Kamis (7/1/2021), di Jakarta.
Pada tahun 2019, laman BOS masih memungkinkan publik membaca laporan per sekolah. Namun, mulai 2020, di laman BOS, publik hanya bisa melihat laporan per provinsi. (Fahriza Martha Tanjung)
Pada tahun 2019, laman BOS masih memungkinkan publik membaca laporan per sekolah. Namun, mulai 2020, di laman BOS, publik hanya bisa melihat laporan per provinsi. Padahal, menurut Fahriza, apabila bisa melihat laporan penggunaan dana BOS secara utuh, publik dapat mengetahui efektivitas penggunaan dana tersebut.
Fahriza mencontohkan, pada tahun 2020, cakupan penggunaan dana BOS Afirmasi dan BOS Kinerja disamakan dengan BOS Reguler, yang antara lain dapat digunakan untuk belanja alat pencegahan Covid-19. Namun, pengisian daftar periksa di sistem Kemendikbud ataupun Kementerian Agama terpantau tidak sampai 50 persen pemanfaatannya di satuan pendidikan.
”Itu baru bicara pengisian daftar periksa, belum lagi jika dilihat realitasnya secara fisik,” kata Fahriza.
Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim secara terpisah menyampaikan pendapat senada. Pada tahun 2020, P2G menerima keluhan adanya guru honorer yang tidak mendapat honor meskipun telah bekerja dan rajin mengunjungi murid. Padahal, kebijakan pemerintah memperbolehkan dana BOS dipakai untuk membayar honor guru honorer.
Menurut Satriwan, keterlibatan publik untuk ikut memantau atau mengawasi penggunaan dana BOS sudah sering diserukan, termasuk oleh guru. Akan tetapi, seruan ini kurang ditanggapi. Para guru yang hendak menanyakan transparansi terkait hal ini kadang merasa sungkan.
Selama ini, penentuan penggunaan dana BOS hanya diketahui oleh kepala sekolah dan bendahara. Penentuannya pun kadang ada campur tangan pihak tertentu, seperti pemerintah daerah setempat dan oknum komite sekolah tertentu.
Satriwan mencontohkan, pada pertengahan 2020 sempat viral berita tentang seluruh kepala SMP negeri di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, yang mengundurkan diri. Mereka tidak tahan mendapat tekanan dalam mengelola dana BOS dari oknum pemda dan lembaga swadaya masyarakat. ”Jadi, kami rasa bukan semata-mata memperkuat sistem pemantauan ataupun pengawasan daring, tetapi membudayakan transparansi dan akuntabilitas dulu,” katanya.
Kepala SMP Negeri 52 Jakarta Timur Heru Purnomo menyampaikan, DKI Jakarta telah membangun transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana BOS. DKI Jakarta mempunyai sistem setor dan laporan pemakaian rencana kegiatan dan anggaran sekolah (RKAS) daring. Ketika sekolah menyusun RKAS, kepala sekolah akan mengumpulkan guru. Setelah dana BOS cair, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta segera meminta sekolah untuk menyerahkan laporan pertanggungjawaban dana secara daring.
Pengawasan dana BOS juga membutuhkan pemerataan infrastruktur jaringan telekomunikasi. Masalahnya, tidak semua daerah memiliki akses internet yang memadai.