Risiko Tinggi, Banyak Daerah Tunda Sekolah Tatap Muka
Sebanyak 16 provinsi memutuskan menunda pembelajaran tatap muka di sekolah. Pembukaan sekolah tatap muka masih sangat berisiko karena kasus Covid-19 belum reda.
Oleh
Tim Kompas
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, baru 14 provinsi yang menyatakan siap menggelar pembelajaran tatap muka di sekolah. Sementara itu, 4 provinsi melakukan pembelajaran tatap muka dan pembelajaran jarak jauh serta 16 provinsi memutuskan menunda pembelajaran tatap muka.
Sebanyak 14 provinsi yang siap membuka pembelajaran tatap muka (PTM) meliputi Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Barat, Maluku Utara, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, dan Sulawesi Barat.
”Tidak mutlak 100 persen (kabupaten/kota) dalam provinsi tersebut menyelenggarakan PTM,” ujar Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbud Jumeri, Selasa (5/1/2021), di Jakarta.
Sementara 4 provinsi yang menjalankan PTM dan pembelajaran jarak jauh (PJJ) yaitu Maluku, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. Terkait 16 provinsi yang menunda PTM, menurut Jumeri, kemungkinan lama penundaan berkisar satu sampai dua bulan.
”Meski banyak daerah menunda PTM, surat keputusan bersama (SKB) empat menteri tidak akan dicabut. Daerahlah yang paling tahu kondisi persebaran Covid-19 serta kesiapan satuan pendidikan dan orangtua. PTM ini bersifat diperbolehkan, bukan diwajibkan,” kata Jumeri.
Mendikbud Nadiem Anwar Makarim menegaskan, rencana penyelenggaraan PTM harus sesuai dengan SKB Empat Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Covid-19. Daftar periksa protokol kesehatan mesti dipatuhi secara serius.
”Kita akan terus jalankan SKB empat menteri yang diumumkan 20 November 2020. Sembari itu, kami menambahkan semua sarana pembelajaran yang mendukung, seperti aplikasi Rumah Belajar untuk menyokong PJJ daring,” katanya.
Dalam perawatan karena berstatus positif Covid-19, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengatakan, Pemprov Jatim belum akan membuka PTM karena situasi pandemi di Jatim memburuk. Jatim masih memberlakukan uji coba PTM di kabupaten/kota dibuka satu SMA, satu SMK, dan satu SLB dengan keterisian maksimal 25 persen siswa. Uji coba hanya tiga jam pelajaran tanpa istirahat, kantin dilarang buka, siswa harus menerapkan protokol kesehatan, dan diantar jemput orangtua atau kerabat.
Di Kota Surabaya, Pelaksana Tugas Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana menyatakan masih ragu untuk memaksakan PTM karena sebaran Covid-19 masih tinggi. Rencana menggelar PTM dengan amat terbatas pun ditunda.
Pemkab Sidoarjo bahkan telah mengalokasikan 1.000 kuota uji usap gratis untuk para pendidik dan tenaga kependidikan, tetapi hanya sedikit yang memanfaatkannya. ”Jumlah pendidik yang bersedia mengikuti uji usap dengan metode reaksi berantai polimerase (PCR) sekitar 500 orang atau hanya 50 persennya. Hal itu tentu berisiko bagi penyelenggaraan PTM,” kata Kepala Dinas Kesehatan Sidoarjo Syaf Satriawarman.
Di Kabupaten Purwakarta, rencana PTM di tiga kecamatan, yaitu Kiarapedes, Sukasari, dan Maniis, 11 Januari 2021, batal digelar karena ketiga kecamatan itu berbatasan langsung dengan daerah rawan Covid-19, yakni Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bandung Barat. Pola interaksi anak-anak di sekolah juga dikhawatirkan akan memicu kluster baru Covid-19 di dunia pendidikan.
Bantuan kuota data
Di saat banyak daerah masih tetap melanjutkan PJJ daring, tahun ini Kemendikbud akan kembali menyalurkan bantuan kuota data internet. ”Untuk tahun 2021, program bantuan kuota data akan dilanjutkan, tetapi cara yang akan ditempuh lebih baik. Kami juga akan memasukkan penanganan Covid-19 yang semakin baik,” ujar Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Kemendikbud Ainun Na’im.
Menanggapi rencana tersebut, Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengatakan, apabila program bantuan kuota data internet akan dilanjutkan, pemerintah harus benar-benar serius mengelola pendataan target penerima, termasuk berkoordinasi dengan dinas pendidikan dan satuan pendidikan.
Menurut Satriwan, bantuan kuota data internet tidak bisa dipukul rata, yaitu semua peserta didik, guru, dan dosen menerima. Pemerintah perlu membuat kategorisasi penerima yang tidak mampu dan memberikan kewenangan satuan pendidikan untuk menilai penerima yang berhak agar bantuan semakin tepat guna. (MED/ETA/BRO/MEL/NIK)