Perempuan muda adalah calon perempuan pemimpin di masa mendatang. Karena itu, penguatan kapasitas dan pengetahuan harus dilakukan agar mereka mampu menghadapi berbagai dinamika dan perubahan di tengah masyarakat.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
Motivasi bisa datang dari mana saja, termasuk dari para pemimpin, seperti yang dilakukan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Sosok perempuan yang berpengalaman menjadi pemimpin di tingkat nasional dan internasional ini, pada medio Desember 2020, meluangkan waktu memotivasi perempuan muda dari sejumlah daerah.
Bertemu dengan 120 remaja dan kaum muda perempuan, yang didampingi Plan Indonesia, perempuan dan orang Indonesia pertama yang pernah menjabat Direktur Pelaksana Bank Dunia ini pun memanfaatkan kesempatan untuk berbagi pengalaman pribadi dan kisah inspiratifnya.
Di forum Girls Leadership Class (GLC), yang merupakan program kolaborasi Kementerian Keuangan dan Plan Indonesia untuk meningkatkan kepemimpinan dan partisipasi remaja dan kaum muda perempuan dalam pembangunan, Sri Mulyani menantang para perempuan muda untuk tidak mudah menyerah dalam hidupnya.
Dia menuturkan, setiap orang pernah mengalami kegagalan atau ujian dalam hidupnya. Ada yang bisa keluar sebagai pemenang, ada juga yang mengalami kegagalan tetapi tetap memiliki sikap sebagai pemenang. Sebab, sesungguhnya pemenang adalah sikap.
Semua orang mendapat berbagai macam cobaan, tetapi yang membedakan seseorang sebagai winner (pemenang) atau looser (pecundang) adalah cara menyikapi persoalan.
”Semua orang mendapat berbagai macam cobaan, tetapi yang membedakan seseorang sebagai winner (pemenang) atau looser (pecundang) adalah cara menyikapi persoalan,” ujar Sri Mulyani, Minggu (20/12/2020).
Bagi Sri Mulyani, cara menyikapi cobaan termasuk saat mengalami kegagalan sangat penting. Dia mengibaratkan seorang bisa saja mengalami kegagalan, ambles, jatuh, dan hancur. Namun, hasilnya akan berbeda ketika mengalami kegagalan, seseorang bangkit kembali, menata pikiran dan perasaan untuk mulai melihat kenapa mengalami kegagalan, tanpa merasa remuk redam.
Sikap tersebut, menurut Sri Mulyani, menjadi kunci bagi siapa pun, terutama perempuan, ketika akan menjadi pemimpin. Sebab, di tengah budaya patriarki yang masih menempatkan perempuan di bawah laki-laki, tantangan perempuan untuk menjadi pemimpin jauh lebih berat, dua kali lebih berat daripada laki-laki. Karena ketika laki-laki terpilih sebagai pemimpin tidak ada yang bertanya kenapa? Sementara kalau perempuan yang terpilih akan dipertanyakan.
Karena itu, sikap seorang perempuan dalam menghadapi cobaan akan menentukan kualitas kepemimpinannya. Dia harus mampu memimpin diri sendiri, mengontrol pikiran dan hati. ”Kalau pikiran dan hati berantakan, tidak akan bisa memimpin orang lain,” ujar Sri Mulyani yang menceritakan perjalanan hidupnya hingga menjadi pemimpin kelas dunia.
Karena itulah, pada kesempatan tersebut, Sri Mulyani mendorong para perempuan muda untuk tidak mudah menyerah. Sebab, perempuan mudah menyerah, itu adalah hal yang dianggap biasa di masyarakat.
Maka, pandangan tersebut haruslah diubah oleh kaum perempuan sendiri. Karena sesungguhnya dalam kenyataan sehari-hari perempuan justru memiliki resiliensi yang kuat saat menghadapi berbagai persoalan.
Kepada perempuan generasi muda, Sri Mulyani meminta agar mampu menyikapi perkembangan teknologi dan informasi dengan mengirimkan pesan-pesan positif saat berkomunikasi di media sosial, tidak ikut larut dengan berita-berita yang menyesatkan. ”Jangan tenggelam dengan orang-orang yang tidak mempunyai etika, menulis tanpa etika. Buat pengaruh yang jauh lebih besar, kalian punya empati,” pesannya.
Dalam acara tersebut, lima perempuan muda menggunakan kesempatan bertanya kepada Sri Mulyani. Macdalena (19) dari Jayapura, Papua, misalnya. Ia mengungkapkan bagaimana anak-anak perempuan di Papua mengalami tekanan saat bersekolah. Ketika nilai rapor rendah, orangtua menyatakan mereka bodoh. Hal itu menurunkan motivasi sekolah.
”Di lingkungan saya, banyak perempuan muda terjerat rokok, alkohol, dan menikah di usia anak. Saya ingin mengajak mereka kembali ke jalan yang seharusnya,” kata Macdalena.
Eka (18) dari Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT), bahkan memaparkan situasi yang dialami sejumlah perempuan dari desa di NTT yang gagal ketika bersekolah di kota, mereka tidak berani pulang kampung sehingga mencari jalan sendiri.
Sri Mulyani pun menguatkan Macdalena untuk tidak berhenti memotivasi teman-temannya bersekolah. Kepada Eka, Sri Mulyani menegaskan, kegagalan di satu titik tidak berarti akan gagal selamanya. ”Gagal akademik bukan berarti tidak punya area skill yang lain. Misalnya, tidak bisa matematika, jangan merasa gagal semuanya,” katanya.
Dialog dengan Sri Mulyani merupakan kegiatan awal dari rangkaian kegiatan Girls Leadership Program (GLP) yang diselenggarakan sepanjang Desember 2020 hingga Maret 2021. Kegiatan tersebut bertujuan untuk menghasilkan perempuan muda pemimpin untuk berkarya dan membuat perubahan di tingkat komunitas, serta menginspirasi kaum muda sebaya di skala yang lebih luas.
Menurut Dini Widiastuti, Direktur Eksekutif Yayasan Plan International Indonesia, GLC melibatkan remaja dan kaum muda perempuan berusia 15-24 tahun yang berasal dari 57 kabupaten dan kota di Indonesia.
Perempuan muda pemimpin yang terpilih akan mendapatkan mentoring lanjutan oleh Plan Indonesia dan mentor muda pada Januari dan Februari 2021 dengan tajuk ”Powering Girls Leaders”. Puncaknya di Hari Perempuan Internasional pada Maret 2021.