Martabat Kewartawanan Perlu Dijaga demi Kepercayaan Publik
Pandemi Covid-19 menjadi pukulan kedua bagi pers setelah disrupsi teknologi. Meskipun begitu, kepentingan ekonomi tidak boleh mengalahkan kepentingan publik yang berhak mendapatkan informasi yang akurat dan tepercaya.
Oleh
Yovita Arika
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wartawan dan insan pers diharapkan menjaga martabat profesi agar senantiasa dipercaya publik. Di tengah perkembangan media dengan multiplatform dan juga agresivitas konten media sosial yang tak terkendali saat ini, profesi wartawan dan kewartawanan terancam terdegradasi apabila tak mampu menjaga roh dan prinsip-prinsip dasar kewartawanan.
Demikian seruan Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat dalam Catatan Akhir Tahun 2020 yang dirilis seusai rapat pada Rabu ( 23/12/2020) di Jakarta. Rapat yang dipimpin Ketua Dewan Khormatan PWI Ilham Bintang tersebut dihadiri oleh Sekretaris Dewan Kehormatan PWI Sasongko Tedjo serta anggota Dewan Kehormatan PWI, Tri Agung Kristanto, Rajapane, dan Nasihin Masha.
Dewan Kehormatan PWI meminta, dalam pusaran kancah politik yang makin dinamis terkadang keras, wartawan agar menjaga jarak dengan kepentingan politik dan meletakkan kepentingan masyarakat di atas segalanya. ”Kita lahir dan eksis dari kepercayaan publik, bekerja untuk publik, bukan untuk pemerintah atau sebaliknya kelompok kepentingan di masyarakat,” kata Ilham Bintang.
Sebaik-baik wartawan ialah yang tetap bekerja profesional, berpegang teguh kepada kode etik jurnalistik dan kode perilaku wartawan. Di sisi lain aparat dan masyarakat diminta tak perlu alergi atau mencoba memberikan tekanan terhadap pers dalam melaksanakan tugasnya. ”Wartawan dilindungi undang-undang dalam menjalankan profesinya,” ujar Ilham Bintang.
Namun, Dewan Kehormatan PWI juga prihatin terhadap kondisi media dan wartawan saat ini yang mengalami tekanan dari sisi kelembagaan karena merosotnya ekonomi dan pergeseran konsumsi media di masyarakat. Meskipun begitu, penyelesaian masalah antara perusahaan media dan karyawan pers harus dilakukan hati-hati dan tetap mengutamakan penghormatan para pekerja pers.
Seharusnya semua pihak ikut memikirkan nasib pers karena tidak ada demokrasi tanpa pers yang sehat dan wartawan yang menjalankan fungsi kewartawanannya dengan benar.(Ilham Bintang)
”Seharusnya semua pihak ikut memikirkan nasib pers karena tidak ada demokrasi tanpa pers yang sehat dan wartawan yang menjalankan fungsi kewartawanannya dengan benar,” kata Ilham Bintang.
Terkait dengan hal ini, Dewan Kehormatan PWI mengimbau Dewan Pers untuk turut menjaga situasi dengan mempertahankan prinsip-prinsip kewartawanan dan tidak hanya mengutamkaan prosedur administratif dalam menilai keabsahan media dan wartawan. Hal yang harus dijaga menurut ketentuan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, wartawan bekerja pada lembaga pers harus berbadan hukum dan menaati kode etik jurnalistik.
Dewan Kehormatan PWI Pusat juga mengharapkan peranan wartawan dan pers dalam mengatasi krisis pandemi agar segera berlalu dan kita memenangi pertempuran melawan Covid-19. ”Masyarakat masih perlu terus diedukasi dan di sisi lain kebijakan serta langkah-langkah pemerintah perlu terus dikontrol dan dikritisi,” kata Ilham Bintang.
Dua persoalan
Secara terpisah, dalam Catatan Akhir Tahun 2020 yang dirilis pada Rabu, Dewan Pers juga menyoroti dua persoalan yang sedang dihadapi pers Indonesia saat ini. Pertama, persoalan pada aras keberlanjutan media. Pers Indonesia dihadapkan pada masalah tekanan disrupsi yang muncul bersamaan dengan semakin kuatnya penetrasi bisnis perusahaan platform digital di Indonesia dan di negara lain.
Persoalan kedua pada aras profesionalisme media dan perlindungan pada pers. Tingginya pengaduan kasus pers ke Dewan Pers di satu sisi ini menunjukkan semakin meningkatnya kepercayaan publik terhadap mekanisme penyelesaian kasus pers berdasarkan UU Pers, tetapi di sisi lain mencerminkan ada yang perlu diperbaiki dalam jurnalisme, yakni ketaatan terhadap Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
”Dewan Pers kembali mengingatkan kepada segenap pers Indonesia tentang pentingnya komitmen dan konsistensi untuk menaati KEJ. KEJ bagaimanapun adalah tolok ukur utama profesionalisme dan kualitas pers. Ketaatan terhadap KEJ adalah faktor yang menentukan tingkat kepercayaan publik terhadap media massa,” kata Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh.
Adapun terkait dengan aras perlindungan pers, Dewan Pers mencatat masih terjadi pemidanaan terhadap pers dan kekerasan terhadap wartawan pada tahun 2020. Pemidanaan seorang wartawan atas karya jurnalistik yang dihasilkannya tentu merupakan preseden buruk bagi sistem kemerdekaan pers di negara demokrasi seperti Indonesia.