Tingkat Kegemaran Membaca Nonbuku Lebih Tinggi dari Buku
Tingkat kegemaran membaca nonbuku di masyarakat cenderung lebih tinggi dibandingkan buku. Situasi ini bukan penghalang untuk terus meningkatkan kemampuan literasi.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Membaca buku dan bahan bacaan lain dapat memperkuat kemampuan literasi warga. Upaya membiasakannya dilakukan lintas kementerian/lembaga.
Berdasarkan kajian survei ”Tingkat Kegemaran Membaca” yang dilakukan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan DKI Jakarta (2020), skor tingkat kegemaran membaca (TGM) buku di DKI Jakarta mencapai 45,14 dan masuk kategori pembaca moderat. Angka ini diperoleh dari penghitungan tiga indikator utama, yaitu frekuensi membaca per minggu, durasi membaca per hari, dan jumlah bacaan per tiga bulan. Dari ketiga indikator ini, kontribusi terbesar TGM adalah frekuensi membaca dengan nilai skor 49,76, lalu diikuti skor durasi membaca sebesar 46,63, dan jumlah bahan bacaan 39,04.
Adapun hasil pengukuran TGM nonbuku di DKI Jakarta diperoleh skor 71,39 dan masuk kategori pembaca tinggi. Perhitungan skor ini juga memakai tiga indikator utama yang sama dengan mengukur TGM buku. Kontribusi terbesar skor TGM nonbuku adalah frekuensi membaca dengan nilai 78,98, kemudian diikuti skor jumlah bahan bacaan 76,58, dan durasi membaca 58,61.
Sampel yang diambil sebanyak 400 responden dengan cara proporsional per kota administrasi dengan teknik sampling convenience sampling. Jumlah responden ini memiliki latar belakang SMA/sederajat (199 orang), lulus sarjana (87 orang), SMP/sederajat (41 orang), SD/sederajat (36 orang), diploma (24 orang), magister (10 orang), doktoral (1 orang), dan tidak bersekolah (2 orang).
Dari sisi usia, persebaran responden yaitu usia 15-24 tahun (107 orang), 25-34 tahun (94 orang), 35-44 tahun (94 orang), 45-54 tahun (61 orang), 55-65 tahun (31 orang), dan lebih dari 65 tahun (13 orang).
Ketua Dewan Perpustakaan DKI Jakarta Wien Muldian, Selasa (22/12/2020), di Jakarta, mengatakan, untuk kegemaran membaca buku, preferensi responden terhadap topik buku yang paling disukai adalah agama dan kuliner. Topik lainnya yang disukai jika diurutkan yaitu sosial dan politik, pengembangan diri, serta pendidikan. Sebanyak 169 dari total responden mengaku termotivasi membaca buku karena menambah pengetahuan.
Untuk kegemaran membaca nonbuku, jenis bahan bacaan paling disukai adalah artikel daring di media sosial, lalu diikuti berita daring, artikel daring di laman, berita di koran cetak, cerpen daring, artikel jurnal, majalah cetak/daring, dan blog.
Untuk kegemaran membaca nonbuku, jenis bahan bacaan paling disukai adalah artikel daring di media sosial (118 responden), lalu diikuti berita daring (83 orang), artikel daring di laman (50 orang), berita di koran cetak (46 orang), cerpen daring (31 orang), artikel jurnal (19 orang), majalah cetak/daring (10 orang), dan blog (8).
”Kajian survei ini menggunakan responden yang sama. Dengan skor TGM nonbuku lebih tinggi dari TGM buku, kami rasa gaya membaca multimoda seperti itu bukan saling menenggelamkan tetapi mendukung. Situasi literasi seperti itu pun jamak dilakukan oleh generasi muda sekarang,” ujar Wien.
Hasil kajian juga menemukan bahwa ada pengaruh usia terhadap TGM buku. Kontribusi paling tinggi nilai rata-rata skor tingkat kegemaran membaca disumbangkan oleh mereka yang berusia 15-24 tahun dengan skor 53,68. Namun, sesuai hasil analisis ragam untuk melihat pengaruh usia terhadap TGM nonbuku ditemukan tidak ada perbedaan yang signifikan.
Akademisi Universitas Indonesia, Taufik Asmiyanto, memandang, hasil kajian survei yang dilakukan itu membenarkan dinamika di masyarakat. Warga dengan kelompok usia apa pun kini cenderung lebih suka membaca nonbuku. Di luar DKI Jakarta, seperti masyarakat Singapura juga mengalami pergeseran yang sama.
”Tidak jelek perubahan itu. Dinamika masyarakat sekarang dipengaruhi oleh pesatnya perkembangan teknologi digital. Cara manusia menalar informasi dituntut cepat,” ujarnya.
Taufik tidak heran ketika hasil kajian menunjukkan bahan bacaan nonbuku yang paling disukai adalah artikel daring di media sosial. Warga seolah-olah dituntut selalu cepat dalam hal apapun, termasuk membaca. Di negara-negara lain, pemerintah sudah membuat program peningkatan dan pembaruan keterampilan kerja bagi warga.
Wien menambahkan, dari hasil survei itu dapat dipakai untuk merancang program literasi ataupun ruang diskusi pengetahuan multimedia untuk masyarakat. Selain perpustakaan daerah, pemangku kepentingan lainnya bisa dilibatkan, seperti dinas pendidikan.
”Saya rasa, di tengah kondisi serba cepat, upaya yang pas adalah tetap membangun daya membaca masyarakat dari sumber bacaan buku ataupun nonbuku. Formatnya pun bisa bermacam-macam. Masyarakat diajak untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat juga,” katanya.
Kepala Biro Hukum dan Perencanaan Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI Joko Santoso, saat dihubungi terpisah, menyampaikan, secara nasional, TGM buku masyarakat pada tahun 2020 sesuai kajian Perpusnas RI hampir senada. Total skornya adalah 54,17 dan masuk kategori sedang. Hasil ini mengacu kepada survei dan kajian yang dilakukan oleh Perpusnas RI kepada 10.200 responden di 102 kabupaten/kota di 34 provinsi.
Frekuensi membaca rata-rata adalah empat kali seminggu. Durasi membaca per hari yaitu 1 jam 36 menit, sedangkan durasi membaca per minggu 11 jam 12 menit. Jumlah buku yang dibaca per tahun yaitu delapan buku atau rata-rata dua buku per tiga bulan.