Anak Usia 0-17 Tahun Tanpa Vaksin Covid-19, Pembelajaran Tatap Muka Mengancam Kesehatan Siswa
Sesuai ketentuan kesehatan, anak-anak usia 0-17 tahun tidak diperkenankan menerima vaksin Covid-19 sehingga berpotensi muncul kluster baru Covid-19 di dunia pendidikan.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Sesuai ketentuan kesehatan, anak-anak usia 0-17 tahun tidak diperkenankan menerima vaksin Covid-19. Ini berpotensi bagi kemunculan kluster baru Covid-19 di dunia pendidikan. Sekolah tatap muka 2021 hanya berlaku bagi sekolah yang sudah siap dan atas persetujuan orangtua.
Ketua Dewan Pendidikan Nusa Tenggara Timur Simor Riwu Kaho di Kupang, Sabtu (19/12/2020), mengatakan, kehadiran vaksin Covid-19 yang digadang-gadang bakal diterima masyarakat di 34 provinsi dalam waktu dekat tidak berlaku bagi semua usia. Hanya kelompok masyarakat usia 18-59 tahun bisa menerima vaksin itu.
Menurut rencana, pemerintah mulai memberlakukan sekolah tatap muka pada Januari 2021, sementara vaksin Covid-19 tidak boleh diterima kelompok usia 0-17 tahun. Itu berarti siswa pendidikan anak usia dini (PAUD), sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan siswa sekolah menengah atas atau sederajat tidak diperkenankan menerima vaksin itu. Usia mereka 3-17 tahun.
Siswa yang mengikuti pendidikan tata muka pada Januari 2021 pun harus dipersiapkan pemerintah dari sisi ketahanan tubuh terkait pandemi Covid-19. Sebagian besar siswa di NTT pergi sekolah tanpa sarapan atau tanpa dibekali uang jajan sehingga badan menjadi lemas, pusing, dan mudah terserang penyakit.
Mengurangi risiko, sebaiknya orangtua atau anggota keluarga dari siswa SD atau PAUD diwajibkan hadir mendampingi anak-anak selama berada di halaman sekolah agar bisa mengingatkan anak-anak menjalani protokol kesehatan. (Mery Klau)
Siswa usia 3-17 tahun sangat rentan tertular Covid-19 dari guru, pegawai, dan orangtua di sekolah yang telah menerima vaksin Covid-19. Kelompok usia 18-59 tahun ini sudah mampu hidup berdamai dengan Covid-19 setelah divaksin. Mereka berpeluang memiliki virus di tubuh, yang bakal bisa berjangkit ke orang lain seperti para siswa sekolah.
Anak-anak belum sadar secara penuh menjalankan protokol kesehatan selama berada di sekolah. Guru-guru pun belum tentu setiap saat mengingatkan siswa untuk mengikuti protokol kesehatan. Jumlah guru yang tak sebanding dengan jumlah siswa sulit mengontrol siswa selama berada di sekolah.
Kesepakatan empat menteri
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Kupang Okto Naitboho mengatakan, berdasarkan kesepakatan bersama empat menteri, yakni Pendidikan dan Kebudayaan, Dalam Negeri, Agama, serta Kesehatan, sekolah tatap muka dapat dimulai pada Januari 2021. Ini berlaku di daerah zona kuning dan hijau serta bagi daerah yang sudah siap.
”Tiga ketentuan untuk pembukaan sekolah tatap muka adalah persetujuan pemda setempat dan status pandemi Covid-19 ada di zona hijau atau zona kuning. Ini pun harus ada persetujuan orangtua melalui komite sekolah. Di sini, orangtua menjadi kunci penentu, apakah sekolah tatap muka diberlakukan atau tidak,” kata Naitboho.
Ia menambahkan, khusus Kota Kupang, hanya sekolah-sekolah yang sudah siap yang boleh menjalankan sekolah tatap muka. Kesiapan sekolah yang dimaksud adalah kelengkapan protokol kesehatan harus dipenuhi, seperti ketersediaan air bersih dengan sabun di setiap ruang kelas dan pintu masuk sekolah, ketersediaan alat pendeteksi suhu tubuh, serta kemampuan siswa menjaga jarak dan menghindari kerumunan.
Pendidikan tatap muka di tengah pandemi Covid-19 merupakan kebijakan bersyarat. Pemkot Kupang sedang dalam proses mengkaji kebijakan ini. Hanya sekolah-sekolah yang sangat siap, boleh menerapkan sekolah tatap muka.
Protokol kesehatan
Jika itu dilakukan, diawali dengan uji coba 25 persen dari satu rombongan belajar siswa. Apabila uji coba awal ini tidak bermasalah, artinya siswa menjalankan protokol kesehatan dengan baik dan tidak terjadi kluster baru Covid-19 di sekolah, akan ditingkatkan menjadi 50 persen kepesertaan siswa dalam satu rombongan belajar.
Mery Klau (54), orangtua siswa di Kupang, mengatakan, jika dinas pendidikan dan pihak sekolah menjamin siswa SD tidak terpapar Covid-19, silakan menggelar pendidikan tatap muka. Apabila ada siswa yang terpapar Covid-19 dan pemerintah menjamin anak-anak itu segera disembuhkan, sekolah tatap muka boleh diberlakukan.
”Orangtua siswa di Kota Kupang dan NTT pada umumnya berpendidikan sekolah dasar dan menengah. Sekarang semua pasien Covid-19 dirawat di rumah karena semua rumah sakit kehabisan tempat tidur. Kemudian orangtua ini rata-rata orang miskin, tidak mampu memberikan makanan bergizi bagi anak-anak yang terpapar Covid-19,” tuturnya.
Selain itu, jika anak-anak ini, terutama siswa PAUD dan SD, terpapar Covid-19 kemudian dirawat atau diisolasi di ruang khusus rumah sakit, mereka pasti sangat menderita, bukan karena Covid-19, melainkan karena stres. Orangtua pun tidak mungkin bisa tenang berada di rumah saat anak-anak itu diisolasi di rumah sakit.
Menurut Klau, terkait kebijakan pendidikan tatap muka, terkesan pemerintah hanya mengeluarkan kebijakan tanpa ada solusi lanjutan bagaimana kalau anak-anak sampai terpapar Covid-19.
”Mengurangi risiko, sebaiknya orangtua atau anggota keluarga dari siswa SD atau PAUD diwajibkan hadir mendampingi anak-anak selama berada di halaman sekolah agar bisa mengingatkan anak-anak menjalani protokol kesehatan,” kata Klau.