466 Wisudawan UMN Didorong Berinovasi di Masa Pandemi Covid-19
Prosesi wisuda 466 mahasiswa sarjana dan pascasarjana Universitas Multimedia Nusantara diwarnai pesan agar lulusan tidak menyerah terhadap kondisi serba susah karena pandemi Covid-19.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Universitas Multimedia Nusantara mewisuda 466 mahasiswa sarjana dan pascasarjana, Sabtu (19/12/2020). Prosesi berlangsung di ruang virtual dengan mengandalkan teknologi realitas berimbuh (augmented reality).
Sebanyak 466 wisudawan-wisudawati meliputi program studi strata satu akuntansi (14 orang), manajemen (5), desain komunikasi visual (7), film (3), ilmu komunikasi (200), jurnalistik (79), teknik fisika (3), teknik komputer (7), teknik elektro (4), sistem informasi (43), informatika (78), dan strata dua manajemen teknologi (23).
Upacara pelantikan kelulusan itu menjadi wisuda ketiga yang dilakukan Universitas Multimedia Nusantara (UMN) sepanjang tahun 2020. Tema yang diambil adalah ”Menjadi Insan Kreatif di Era Pandemi”.
Rektor UMN Ninok Leksono mengatakan biasanya senang menyisipkan cerita tentang peluang masa depan, seperti Revolusi Industri 4.0 dan teknologi digital, saat prosesi wisuda. Namun, kali ini, dia memilih berbicara tentang prioritas kesehatan kepada wisudawan-wisudawati.
”Wirausaha teknologi Jack Ma pernah mengatakan bahwa kita harus fokus pada kesehatan pada 2020. Tunda dulu pikiran mencari untung dan prioritaskan selamat dari pandemi Covid-19. Meski demikian, saya rasa tetap baiklah kita punya rencana karena pandemi Covid-19 niscaya akan berakhir suatu hari nanti,” ujar Ninok.
Tetap optimistis
Ninok berpesan kepada para lulusan agar tetap membangun mimpi dan memikirkan cara-cara meraihnya. Lulusan tetap tidak berhenti berusaha, berdoa, menjaga pertemanan, dan memperluas jaringan kontak.
Ia menyadari bahwa situasi sekarang serba susah dan perekonomian merosot, yang di antaranya ditunjukkan dengan keterbatasan lapangan kerja. Namun, ada beberapa sektor industri tetap tumbuh, antara lain perdagangan secara elektronik atau e-dagang, teknologi informasi, telekomunikasi, farmasi, dan kuliner rumahan.
Saya ingin menggarisbawahi bahwa apa pun usahanya, laksanakan dengan kecerdasan dan kepandaian.
”Saya ingin menggarisbawahi bahwa apa pun usahanya, laksanakan dengan kecerdasan dan kepandaian,” kata Ninok.
Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah III Agus Setyo Budi menyampaikan, kesadaran selalu menerapkan protokol kesehatan tetap berlaku. Setiap individu juga harus berperilaku hidup bersih.
Ia juga berpesan kepada lulusan untuk tetap tidak menyerah pada masa pandemi sekarang ini. Setelah prosesi wisuda, upaya berinovasi kolaboratif mesti tetap dilakukan.
Pilihan bebas
Jurnalis sekaligus pendiri penyedia layanan kumpul dana publik Benih Baik, Andy F Noya, memandang, kondisi sekarang bisa dikatakan eranya disrupsi. Perubahan luar biasa dirasakan oleh warga, baik pengaruh pandemi Covid-19 maupun teknologi digital. Sejumlah bidang pekerjaan baru bermunculan dan ada pula bidang-bidang menghilang.
Fenomena yang kini menarik adalah siapa pun, dengan latar bidang pekerjaan apa pun, dapat menjadi kreator konten di media sosial. Lalu, latar belakang pendidikan tinggi seseorang tidak lagi semata-mata menentukan pekerjaan yang digeluti seseorang. Lulusan psikologi, misalnya, bisa membuka bisnis kuliner.
Fenomena berikutnya, sejumlah anak muda di banyak negara, sebelum pandemi Covid-19 memilih mendirikan usaha rintisan. Mereka tidak tertarik bekerja di perusahaan mapan.
”Anak sekarang bebas menentukan kariernya dan orangtua lebih terbuka. Peluang dan pilihan bekerja banyak. Situasi ini berbeda dibandingkan sepuluh tahun lalu, yakni banyak mahasiswa tidak bahagia karena jurusan program studi yang diambil diambil karena ikut keputusan orang lain,” ujar Andy.
Menurut dia, anak muda tetap mesti mempunyai sikap peduli kepada sesama. Apapun profesi atau bidang pekerjaan yang diambil tetap perlu memikirkan dampak sosialnya kepada masyarakat.
Andy mengatakan, sebelum pandemi Covid-19, sekitar 26 juta warga Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Sejak pandemi Covid-19, jumlah warga miskin meningkat menjadi sekitar 30 juta orang. Berangkat dari data ini, menurut dia, lulusan pendidikan tinggi perlu peduli dan punya solusi.
”Saya tidak tahu rencana kalian pascawisuda. Saya memandang bahwa hidup hanya sekali. Maka, hidup mesti dibuat berarti,” katanya.