Migrasi Televisi Analog ke Digital Dilakukan Bertahap
Migrasi siaran televisi analog ke digital ditargetkan selesai 2 November 2022 dengan segala dinamika kesiapan infrastruktur dan perangkat teknologi yang dimiliki lembaga penyiaran.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proses migrasi siaran televisi analog ke digital dilakukan bertahap sejak 2 November 2020. Selama proses pengalihan, keduanya tetap beroperasi paralel sehingga masyarakat dapat menonton siaran televisi.
Direktur Penyiaran Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Geryantika Kurnia menyampaikan hal tersebut di sela-sela diskusi Forum Merdeka Barat 9 bertajuk ”Migrasi Penyiaran Digital, Menuju Masyarakat Informasi”, Kamis (17/12/2020), di Jakarta.
Migrasi penyiaran analog ke digital (analog switch off/ASO) ditargetkan selesai paling lambat dua tahun sejak peraturan perundang-undangan berlaku sesuai amanat UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Mengacu pada ketentuan ini, batas akhir siaran televisi analog adalah 2 November 2022.
Di Indonesia terdapat 728 lembaga penyiaran televisi yang bersiaran secara analog. Jumlah ini meliputi lembaga penyiaran publik (1 instansi), lembaga penyiaran publik lokal (20), lembaga penyiaran komunitas (18), dan lembaga penyiaran swasta (689).
Jumlah lembaga penyiaran di Indonesia bisa dikatakan terbanyak di dunia. Sebanyak 728 lembaga penyiaran televisi yang bersiaran secara analog adalah target ASO. Hampir 58 persen atau 170 kabupaten/kota cakupan televisi analog berada di wilayah padat, seperti Jawa dan Sumatera, dan inilah yang harus lebih dulu dialihkan. (Geryantika Kurnia)
”Jumlah lembaga penyiaran di Indonesia bisa dikatakan terbanyak di dunia. Sebanyak 728 lembaga penyiaran televisi yang bersiaran secara analog adalah target ASO. Hampir 58 persen atau 170 kabupaten/kota cakupan televisi analog berada di wilayah padat, seperti Jawa dan Sumatera, dan inilah yang harus lebih dulu dialihkan,” ujar Geryantika.
Cakupan siaran televisi analog wilayah senggang meliputi 51 kabupaten/kota atau 10 persen dari total populasi penduduk. Cakupan tidak ada televisi analog (blankspot) sebanyak 293 kabupaten/kota atau 32 persen dari seluruh populasi penduduk. Menurut Geryantika, pengalihan di dua tipe wilayah itu diyakini tidak mengandung banyak masalah.
Mengenai kesiapan pengalihan, dia menjelaskan, siaran multipleksing lembaga penyiaran publik TVRI sudah dapat dinikmati di sebagian besar kabupaten/kota di 34 provinsi. Adapun siaran melalui multipleksing swasta mulai bisa diikuti di sejumlah kabupaten/kota di 12 provinsi. Ke-12 provinsi itu adalah Aceh, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Banten, DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara.
Ketua Umum Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Syafril Nasution mencontohkan, grup MNC mulai melakukan pengalihan dan uji coba dari wilayah Jabodetabek. Proses migrasi bertahap karena menunggu kedatangan perangkat infrastruktur.
Lembaga penyiaran swasta yang juga mulai melakukan upaya sama, tambah Syafril, adalah Metro TV dan grup Trans. ”Intinya, 12 provinsi yang jadi wilayah layanan telah ditenderkan dan saat ini bersiaran digital, baik uji coba maupun on air. Lembaga penyiaran swasta anggota kami terus mempersiapkan penggantian perangkat, pelatihan tenaga kerja, sampai menghitung rencana tarif sewa mux,” ujarnya.
Peralihan siaran televisi analog ke digital berdampak besar dalam penggunaan pita frekuensi. Pemakaian bagi seluruh stasiun televisi dapat dipangkas hingga mencapai 176 megahertz (MHz) dari sebelumnya 328 MHz. Efisiensi juga akan terlihat dari satu kanal bisa dipakai beberapa stasiun televisi. Namun, Syafril percaya, seiring perkembangan teknologi penyiaran digital, jumlah stasiun televisi yang dapat mengisi satu kanal semakin sedikit.
Oleh karena itu, dia menyarankan, pemerintah tetap memperhatikan televisi setelah ASO selesai dilakukan dan penataan kembali frekuensi untuk kanal digital dividend. Misalnya, ada cadangan pita frekuensi bagi kebutuhan televisi.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar, Dave Laksono, mengatakan, implementasi ASO memiliki beberapa tantangan. Sebagai contoh, perangkat teknologi informasi komunikasi dan infrastruktur jaringan internet belum merata. Ini terlihat dari masih banyaknya desa yang belum terpapar layanan 4G LTE.
”Tantangan berikutnya adalah waktu realisasi pengalihan. Tenggat yang diberikan UU Cipta Kerja hanya dua tahun dan bagaimana agar target waktu tersebut bisa terlaksana. Bisa tidak semua lembaga penyiaran cepat migrasi?” ujarnya.
Dave menekankan, tantangan tak kalah penting adalah regulasi untuk mengakomodasi era penyiaran digital. Revisi UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran berkali-kali digaungkan, tetapi belum kunjung terlaksana.