Sekolah vokasi mesti bekerja sama dengan dunia kerja dan industri agar tercipta keterhubungan dan keselerasan penyediaan sumber daya manusia. Upaya ini penting untuk menghadapi era disrupsi.
Oleh
Mediana
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pesatnya teknologi informasi komunikasi menggeser peta kompetensi pekerjaan di industri. Situasi itu menjadi tantangan sekaligus peluang bagi satuan pendidikan yang salah satu perannya menyiapkan sumber daya manusia berkompeten.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim saat memberikan sambutan dalam Kompas Talks "Siapkan SDM, Hadapi Profesi Baru Pada Masa Depan", Selasa (8/12/2020), di Jakarta menekankan pentingnya topik perkembangan teknologi digital beserta pengaruhnya ke keterampilan manusia selalu didiskusikan. Jika perlu, topik itu diarusutamakan.
Diskusi daring itu hasil kolaborasi Harian Kompas dengan Direktorat Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri Kemendikbud.
Revolusi industri keempat yang salah satunya ditandai dengan otomasi menyebabkan sejumlah bidang pekerjaan tergantikan, tetapi di sisi lain lahir bidang-bidang pekerjaan baru. Adanya pandemi Covid-19 menambah disrupsi bagi sektor apapun, tak terkecuali dunia kerja/dunia industri.
Menurut Nadiem, situasi seperti itu turut dibahas dalam Forum Ekonomi Dunia (WEF). WEF bahkan terang-terangan menyebut terdapat banyak bidang pekerjaan yang semula dikerjakan manusia bergeser digantikan mesin, namun saat bersamaan banyak bidang baru. Pada tahun 2025, orang yang masih bertahan dengan bidang pekerjaannya sekarang membutuhkan pelatihan keterampilan ulang (reskilling) atau peningkatan keterampilan (upskilling) agar adaptif.
Artinya, pembelajaran sepanjang hayat itu penting. Situasi seperti itu menjadi tantangan sekaligus peluang bagi satuan pendidikan. Saya berharap, satuan pendidikan tidak takut menghadapi disrupsi dan harus beradaptasi.(Nadiem Makarim)
"Artinya, pembelajaran sepanjang hayat itu penting. Situasi seperti itu menjadi tantangan sekaligus peluang bagi satuan pendidikan. Saya berharap, satuan pendidikan tidak takut menghadapi disrupsi dan harus beradaptasi," ujar dia.
Apabila sistem dan satuan pendidikan tidak adaptif terhadap perkembangan zaman itu, anak akan tertinggal. Nadiem mengatakan, kebijakan pendidikan di bawah kepemimpinannya diupayakan menyesuaikan dan adaptif terhadap kondisi. Satuan pendidikan didorong melahirkan terobosan pembelajaran, mengajari keterampilan yang kelak dibutuhkan masyarakat serta dunia usaha/dunia industri, dan menguasai teknologi.
Di pendidikan tinggi, khususnya. Dia menyebut terdapat kebijakan Merdeka Belajar episode Kampus Merdeka yang mengakomodasi hak mahasiswa belajar di luar program studi dan kampus. Kebijakan Merdeka Belajar episode Transformasi Dana Pendidikan Tinggi mendorong perguruan tinggi segera bertransformasi. Pemerintah bahkan telah menetapkan delapan indikator kinerja umum yang mesti dipenuhi, antara lain dosen berkegiatan di luar kampus, praktisi mengajar, dan program studi bekerja sama dengan mitra kelas dunia.
Sementara dari sisi pendidikan vokasi, Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbud Wikan Sakarinto menyampaikan konsep kebijakan yang senada. Satuan pendidikan vokasi harus bekerja sama dengan dunia kerja/dunia industri sehingga tercipta keterhubungan dan keselerasan (link and match) suplai dan permintaan sumber daya manusia. Dia mengistilahkannya sebagai "pernikahan massal".
Agar link and match bukan sebatas seremonial, Wikan menyampaikan ada sembilan bentuk komitmen yang mesti dipenuhi, antara lain kurikulum disusun bersama, sertifikasi kompetensi peserta didik dan tenaga pendidik berbasis industri, dan penyerapan lulusan oleh dunia kerja/dunia industri.
Keluaran yang diharapkan ada dua. Pertama, sumber daya manusia kompeten, terampil, dan unggul sesuai kebutuhan dunia kerja/industri. Jika lulusan mau jadi wirausaha, ketiga hal itu harus dimiliki. Kedua, produk hasil karya riset terapan satuan pendidikan dan industri bisa dihilirkan ke pasar atau masyarakat.
Dia menyebutkan enam sektor industri prioritas sasaran pemerintah sekarang, yaitu manufaktur, ekonomi kreatif, jasa (hospitality), pemberi perawatan, energi, dan teknologi pertanian.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Anton J Supit mengatakan, kisah sukses link and match satuan pendidikan dengan dunia kerja/dunia industri sudah banyak, tetapi masih sporadis. Namun, hal yang dibutuhkan Indonesia sekarang adalah link and match menyeluruh atau membentuk ekosistem.
Dia mencontohkan dari munculnya tren kendaraan listrik. Apabila tren ini benar diterapkan di Indonesia, maka hulu-hilir industri sampai tata niaga kendaraan akan berubah. Keterampilan atas bidang pekerjaan manusia pun ikut bergeser.
"Pendidikan dan pelatihan vokasi adalah solusi efektif mengatasi ketertinggalan Indonesia terhadap sumber daya manusia di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital. Agar Indonesia mempunyai sumber daya manusia terampil, pemerintah harus bangun sistem vokasional yang terarah," ujar Anton.
Menurut dia, sejak 2016, pemerintah gencar menyuarakan vokasional sebagai jalan mengatasi belum adanya link and match suplai dan permintaan sumber daya manusia. Akan tetapi, secara "sistem" nasional belum benar-benar dijalankan. Sementara beberapa negara lain telah memiliki sistem vokasional yang melaju cepat, seperti Malaysia, Jepang, dan Jerman.
Dia menyarankan agar kementerian perindustrian mendata peta kebutuhan bidang pekerjaan masa depan, lalu ada koordinasi dengan Kemendikbud ataupun Kementerian Ketenagakerjaan.
Human Capital Consulting Lead Deloitte Indonesia Andreati Yohannes berpendapat, pengaruh pesatnya perkembangan teknologi digital terhadap bidang pekerjaan sudah terjadi. Ini bisa dilihat dari maraknya bisnis yang mengoptimalkan teknologi baik produksi maupun distribusi. Misalnya, bisnis pesan antar makanan melalui aplikasi digital. Perilaku individu saat ini bisa mudah dideteksi dari kebiasaannya bertransaksi daring.
Data berukuran besar (big data) menjadi materi utama cara kerja mesin kecerdasan buatan. Maka, saat ini pun telah muncul bidang pekerjaan baru, seperti data analis.
"Pasar kerja saat ini juga dipenuhi oleh tenaga kerja dengan keterampilan bidang pekerjaan baru, generasi milenial dengan keunikannya, dan robot. Pasar kerja masa depan mungkin lebih dari itu," kata dia.
Co-Founder Skilvul dan Markoding Amanda Simandjutak menceritakan, pihaknya telah melakukan link and match. Setiap dua bulan sekali, Markoding berdiskusi dengan 150 mitra perusahaan untuk menggali kebutuhan keterampilan. Tenaga pengajar juga diambil dari praktisi. Tugas-tugas siswa disesuaikan dengan kasus di pasar kerja.
Manajemen seperti itu membuat 88 persen siswa Amanda segera diserap industri dalam kurun waktu sebulan. Sisa siswa terserap lebih dari satu bulan.
"Selain hardskill, kami selalu sosialisasikan kepada siswa agar mereka memupuk keterampilan soft skill, seperti komunikatif, kreatif, dan kritis. Soft skill tersebut dibutuhkan oleh dunia kerja/industri," imbuh Amanda.