Tunda Liburan jika Ingin Sekolah Dibuka dengan Aman
Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru mengimbau guru dan orangtua menunda liburan semester, Natal, dan Tahun Baru jika ingin sekolah dibuka dengan aman pada Januari 2021.
Oleh
Yovita Arika
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus Covid-19 yang terus meningkat, terutama setiap pascalibur panjang, menjadi kendala pembukaan sekolah di masa pandemi ini. Karena itu, Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru mengimbau guru dan orangtua untuk menunda liburan akhir semester dan akhir tahun ini agar rencana pembelajaran tatap muka mulai Januari 2021 dapat terlaksana.
Libur akhir semester, Natal, dan Tahun Baru berpotensi menjadi kluster penyebaran Covid-19. Sebagaimana terjadi selama ini, selama masa liburan akan ada potensi mobilitas yang tinggi dari masyarakat untuk berwisata yang bisa memicu penambahan kasus Covid-19.
Kami betul-betul memohon kepada para guru dan orangtua siswa untuk menunda rencana libur akhir semester atau akhir tahun. Sebab, pandemi masih tinggi, apalagi ke depan ada momen libur pilkada, Natal, dan Tahun Baru.(Satriwan Salim)
”Kami betul-betul memohon kepada para guru dan orangtua siswa untuk menunda rencana libur akhir semester atau akhir tahun. Sebab, pandemi masih tinggi, apalagi ke depan ada momen libur pilkada, Natal, dan Tahun Baru,” kata Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, di Jakarta, Senin (7/12/2020).
P2G mendesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama bersama pemerintah daerah membuat surat imbauan kepada sekolah-sekolah agar para guru dan orangtua siswa tidak liburan setelah siswa menerima rapor. Kasus 30 guru sebuah sekolah menengah tingkat atas di Jakarta yang terkonfirmasi positif Covid-19 pasca-liburan ke Yogyakarta pada akhir November 2020 dapat menjadi pelajaran.
Kepala Bidang Advokasi Guru P2G Iman Z Haeri menambahkan, para wali kelas dan kepala sekolah agar meningkatkan komunikasi dengan para orangtua siswa. Intensitas komunikasi di masa pandemi dan liburan ini perlu dilakukan dalam rangka saling mengawasi aktivitas siswa, terutama pasca-penilaian akhir semester (PAS).
”Jangan sampai dengan alasan jenuh di rumah pasca-PAS, para siswa malah mengisinya dengan keluyuran ke mana-mana. Semua tindakan ini dilakukan semata-mata sebagai tindakan preventif agar kluster sekolah tidak makin banyak, guru dan siswa beserta keluarga mereka tetap sehat jika di rumah,” tuturnya.
Saat ini kluster sekolah mulai bermunculan di sekolah yang menyelenggarakan tatap muka. Beberapa waktu lalu, 130 santri Pondok Pesantren Diniyah Puteri Kota Padang Panjang, Sumatera Barat, positif Covid-19. Terakhir, 179 siswa SMK Negeri Jawa Tengah di Kota Semarang terkonfirmasi positif Covid-19. Beberapa siswa dan guru di sejumlah sekolah juga terkonfirmasi positif Covid setelah tes usap massal di sekolah.
Karena itu, P2G mendesak kepala daerah menggelar tes usap massal terhadap guru, tenaga kependidikan, dan siswa. Merujuk pada survei P2G terhadap 320 guru di 100 kabupaten/kota pada 24-27 November 2020, 66 persen guru setuju dilakukan tes usap sebelum pembelajaran tatap muka dimulai
Selama ini, beberapa kasus, Covid-19 pada guru dan siswa diketahui setelah tes usap (swab) massal seperti kasus Covid-19 pada 12 guru sekolah dasar di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, dan 36 siswa SMP di Kota Surabaya, Jawa Timur. ”Semua biaya tes swab (usap) harus ditanggung oleh pemda setempat, bukan oleh guru/sekolah,” kata Iman.
Pemetaan
Waktu sebulan ke depan, kata dia, pemerintah daerah serta Kemendikbud dan Kemenag harus betul-betul memetakan dan memastikan kesiapan sekolah melakukan pembelajaran tatap muka pada Januari 2021. ”Jangan sekadar menerima laporan secara tertulis/daring, tetapi buktikan dengan kunjungan ke setiap sekolah satu demi satu. Berbagai survei membuktikan kesiapan sarana-prasarana penunjang protokol kesehatan masih sangat minim di sekolah,” kata Iman.
Satriwan menambahkan, dalam satu bulan ke depan, Kemendikbud dan pemda harus membuat pemetaan daerah dan sekolah mana yang memenuhi syarat pembukaan sekolah dan mana yang belum. Pemda dan Kemendikbud juga harus memenuhi kebutuhan sarana-prasarana sekolah penunjang protokol kesehatan.
”Selain itu, juga melakukan sosialisasi kepada orangtua siswa dan guru, membuat prosedur standar operasi atau juklak/juknis pembelajaran tatap muka Januari 2021, serta memastikan alokasi anggaran khusus untuk menyiapkan sarana prasarana tersebut. Jika sekolah memang belum siap, pilihan untuk menunda pembelajaran tatap muka adalah yang terbaik,” kata Satriwan.
Imam mengatakan, pemda dan kantor wilayah Kemenag agar melaksanakan perlindungan guru, terlebih di masa pandemi ini. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017 tentang Perubahan PP Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru dan Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan Guru menyebutkan, ada empat jenis perlindungan guru yang wajib diberikan negara.
Empat jenis perlindungan guru tersebut meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja, serta perlindungan atas hak kekayaan intelektual. Setidaknya tiga jenis perlindungan guru yang pertama wajib dipenuhi pemerintah apalagi di masa pandemi ini.
”Pemda, misalnya, jangan mewajibkan guru yang berusia di atas 45 tahun untuk masuk sekolah. Pemda juga mesti membiayai penuh guru-guru yang dirawat di rumah sakit akibat Covid-19 karena tertular dari kluster sekolah,” kata Iman.
Dalam kesempatan terpisah, Sekretaris Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud Nunuk Suryani dan Direktur GTK Ditjen Pendidikan Islam Kemenag M Zain, Minggu (6/12/2020), mengatakan, pembelajaran tatap muka di sekolah harus dilakukan secara hati-hati dengan mengutamakan keselamatan warga sekolah dan orangtua siswa.
Nunuk mengakui, beberapa siswa yang melakukan uji coba pembelajaran tatap muka terinfeksi Covid-19, demikian juga guru. Bahkan, ada guru yang meninggal karena Covid-19. Zain pun mengatakan, dari sekitar 31.000 pondok pesantren yang mengadakan pembelajaran tatap muka sejak Juli, 53 di antaranya terdapat kasus Covid-19.
”Namun, semua bisa tertangani karena keterlibatan semua pihak. Kami komunikasi dengan pondok pesantren jangan malu-malu kalau kena Covid-19 agar segera bekerja sama dengan Satgas Covid-9 di daerah. Di pondok pesantren memang lebih terkontrol, ada survei sebelumnya untuk lihat kesiapannya. Pembukaan sekolah harus hati-hati dan penuh kontrol,” kata Zain dalam diskusi daring yang diselenggarakan Vox Point Indonesia dan NU Circle, Minggu.