Setiap guru perlu memiliki sudut pandang bahwa semua anak cerdas dan tidak bodoh. Ketika sudut pandang ini dimiliki, guru bisa memberikan pembelajaran sesuai kebutuhan anak.
Oleh
Mediana
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setiap anak mempunyai kecerdasan. Hanya saja, mereka kadang tidak memperoleh akses pembelajaran yang memadai sehingga kemampuan mereka tidak berkembang maksimal.
Pendiri Asian Physiscs Olympiad, Yohanes Surya, menceritakan pengalamannya saat mendidik anak-anak dari Indonesia timur tahun 2000-an. Dia menjumpai anak-anak yang mempunyai motivasi belajar bagus, tetapi rata-rata tidak menguasai mata pelajaran Matematika.
Mereka lalu diajak mengikuti pembelajaran intensif di Surya Institute. Setelah tiga sampai lima bulan belajar, anak-anak tersebut dapat berhitung dengan baik dan memperoleh nilai ujian Matematika di atas 80.
Setelah dididik, anak-anak dari Tolikara dan Wamena, Papua, misalnya, bisa menguasai numerasi dan memperoleh nilai ujian Matematika di atas 90.
Bahkan, mereka juga dapat memenangi kompetisi sains tingkat nasional ataupun internasional. Sebagai contoh, tim robot pendeteksi awal tsunami buatan siswa SD binaannya, yakni Demira Jikwa, Yohana Opriwiri, dan Albertina Beanal, bisa menjadi pemenang III ajang Indonesia Information Communication Technology Awards 2011. Peringkat I diraih mahasiswa Universitas Komputer Indonesia dan peringkat II diraih mahasiswa Universitas Padjadjaran.
Mereka baru kelas II SD saat itu dan pernah tidak naik kelas. Saya ingin mengatakan bahwa tidak ada anak bodoh, hanya ada anak yang belum mendapat kesempatan memperoleh pembelajaran yang baik.
”Mereka baru kelas II SD saat itu dan pernah tidak naik kelas. Saya ingin mengatakan bahwa tidak ada anak bodoh, hanya ada anak yang belum mendapat kesempatan memperoleh pembelajaran yang baik,” ujarnya dalam webinar ”Hari Guru Nasional 2020: Majulah Tenaga Pendidik Indonesia Timur”, Kamis (3/12/2020), yang digelar PT Bank Central Asia Tbk (BCA).
Yohanes percaya bahwa guru memegang peranan penting. Oleh karena itu, pola pikir guru harus diubah. Guru harus percaya bahwa setiap anak cerdas dan pembelajaran mesti fokus kepada anak, salah satunya penguatan numerasi.
”Numerasi adalah kemampuan dasar yang harus dikuasai anak. Ketika numerasi dikuasai, anak mudah mempelajari materi pelajaran ataupun kemampuan lain,” imbuhnya.
Sama-sama belajar
Menurut Luciana, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan dan Bahasa Universitas Katolik Atma Jaya, guru perlu memandang siswa sebagai mitra yang sama-sama belajar. ”Ketika kini berhadapan dengan disrupsi teknologi bidang edukasi, guru perlu adaptif. Pembelajaran yang mengadopsi teknologi tetap harus fokus pada kebutuhan siswa,” katanya.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan, data UNESCO mencatat, lebih dari 90 persen atau di atas 1,3 miliar populasi siswa global harus menjalani belajar dari rumah. Karena itulah, jutaan pendidik dituntut bisa menerapkan metode pembelajaran jarak jauh. Para guru dipaksa beradaptasi dengan cepat menggunakan teknologi dan mengubah metode belajar agar siswa bisa belajar dengan baik tanpa mengurangi kualitas pendidikan.
Executive Vice President CSR BCA Inge Setiawati menambahkan, untuk meningkatkan kesempatan belajar, BCA mengadakan pelatihan bagi guru-guru di wilayah timur Indonesia di tujuh kabupaten/kota, antara lain Kupang, Sorong, dan Wamena.