Pandemi Kembalikan Hakikat Pembelajaran yang Bertumpu pada Kebutuhan Anak
Belajar di rumah karena pandemi Covid-19 dapat dimaknai sebagai upaya mengembalikan hakikat pembelajaran yang bertumpu pada kebutuhan anak.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 mengembalikan hakikat pembelajaran yang bertumpu pada peserta didik. Guru dan orangtua berperan sebagai fasilitator dan pemandu konten belajar tanpa membatasi wawasan yang ingin siswa peroleh.
Chief Executive Officer Global Tanoto Foundation Satrijo Tanudjojo menyampaikan pandangan tersebut di sela-sela kegiatan Tanoto Foundation Gathering, Selasa (24/11/2020), di Jakarta. Sekarang, sumber konten belajar semakin melimpah karena dipengaruhi oleh internet. Peserta didik yang melaksanakan belajar di rumah pun mudah mendapatkannya.
Layanan pendidikan tetap mengacu kepada kurikulum nasional yang berlaku. Konten pembelajaran kini mudah diakses, seperti dari sumber-sumber di internet. Namun, orangtua dan guru harus memilah yang berkualitas, sesuai, lalu bersama-sama mendiskusikannya dengan anak.
”Layanan pendidikan tetap mengacu kepada kurikulum nasional yang berlaku. Konten pembelajaran kini mudah diakses, seperti dari sumber-sumber di internet. Namun, orangtua dan guru harus memilah yang berkualitas, sesuai, lalu bersama-sama mendiskusikannya dengan anak,” ujarnya.
Lebih jauh, dia memandang, distribusi layanan pendidikan pasca-pandemi Covid-19 tidak akan kembali normal, tetapi membentuk tatanan baru. Hakikat pembelajaran yang bertumpu pada kebutuhan siswa kemungkinan besar terus dipakai. Ini didukung dengan tumbuhnya platform digital pembelajaran beserta konten yang melimpah di internet.
”Layanan pendidikan di sekolah akan menerapkan pendekatan dalam jaringan (daring) dan luring secara bersamaan atau hibrid,” katanya.
Direktur Pendidikan Tanoto Foundation Ari Widowati menceritakan, selama pandemi Covid-19, upaya pemberdayaan para guru dilakukan melalui ruang virtual. Dalam setiap pertemuan, fasilitator Tanoto Foundation mengajak guru agar menempatkan anak sebagai aktor pembelajaran. Anak harus diberikan kebebasan mengeksplorasi.
Dia menyampaikan, melalui program PINTAR, Tanoto Foundation telah bermitra dengan 21 kabupaten/kota dan 10 Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) di lima provinsi, yaitu Sumatera Utara, Jambi, Riau, Jawa Tengah, dan Kalimantan Timur. Hingga November 2020, program ini telah membina lebih dari 17.500 guru dan dosen di 21 kabupaten/kota.
”Ketika pemerintah mengumumkan pembelajaran tatap muka boleh dibuka lagi mulai Januari 2021, kami percaya layanan pendidikan secara hibrid yang akan marak diterapkan. Layanan pendidikan seperti sebelum pandemi akan susah dipakai lagi sehingga guru-guru harus siap dengan model hibrid,” kata Ari.
Bangun potensi anak
Indonesia SDGs Ambassador Alissa Wahid berpendapat, pilar pembelajaran yang semestinya dipahami orangtua dan guru, antara lain, anak mencapai kematangan diri, mandiri, dan tetap bisa bekerja sama dengan baik. Anak mempunyai pola pikir masa depan, disiplin, kreatif, sikap menghormati, dan etika.
”Semua proses pembelajaran di ruang-ruang pendidikan bermuara membangun potensi anak,” katanya.
Alissa yang juga pendiri Fastrack Funschool menceritakan pengalamannya mengelola satuan pendidikan formal bagi anak usia dini di Yogyakarta. Dia suka merekrut guru-guru yang mau berkembang dan sayang kepada anak. Dengan demikian, mereka mudah diajak kembali ke hakikat pembelajaran yang bertumpu pada anak. Sebab, guru dan siswa harus mempunyai interaksi yang berkualitas.
Menteri Pendidikan Nasional 2009-2014 Mohammad Nuh memandang, pendidikan seperti merawat keunikan setiap anak. Esensi pendidikan adalah terus belajar, memahami keutuhan kompetensi, sikap, pengetahuan, logika, dan etika dalam diri anak.