Selain di Sekolah, Orangtua Cemaskan Kesiapan Protokol Kesehatan di Sarana Publik
Risiko keselamatan dan kesehatan anak ketika pembelajaran tatap muka dibuka lagi perlu dipertimbangkan, terutama mobilitas mereka menuju atau pulang dari sekolah.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Tidak semua orangtua setuju pembelajaran tatap muka akan dibuka lagi dengan perizinan berjenjang mulai 1 Januari 2021. Selain ketidaksiapan protokol kesehatan di sekolah, mereka juga mencemaskan kesiapan fasilitas protokol kesehatan di layanan publik yang akan dipakai untuk membantu mobilitas anak.
"Pembiasaan protokol kesehatan bukan hanya di sekolah. Saat anak mulai keluar rumah menuju dan dari sekolah, pembiasaan itu berlaku. Sementara banyak di antara siswa menggunakan angkutan umum untuk mobilitas sehari - hari," ujar Ketua Umum Forum Komunikasi Komite Sekolah dan Madrasah Nasional Rudi Dwi Maryanto, Senin (24/11/2020), di Jakarta.
Dalam setiap pertemuan, mereka sudah sering mengingatkan sekolah pentingnya menyiapkan fasilitas protokol kesehatan. Orangtua di forum juga optimis sekolah bersedia selalu mengingatkan pentingnya memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan (3M).
Sedangkan, di jalan dan fasilitas publik, orangtua khawatir ketersediaan fasilitas protokol kesehatan belum terjamin. Pengelola ruang publik pun belum dapat dipastikan menerapkan 3M.
Di kalangan orangtua yang tergabung dalam forum sebenarnya cenderung setuju sekolah kembali dibuka. Menurut Rudi, alasan utama orangtua yang cenderung setuju pembelajaran tatap muka dibuka kembali adalah menekan dampak negatif pembelajaran jarak jauh (PJJ) metode daring, misalnya anak menjadi kurang terbiasa berinteraksi fisik.
"Kerangka berpikir mereka yang terbiasa menggunakan media daring terus-menerus mempengaruhi cara belajar dan hubungan psikologis ke guru ataupun orangtua. Kalau di sekolah, kami bisa pantau. Jika di jalanan dan fasilitas publik, itulah yang kami cemas bagaimana cara memantaunya," kata dia.
Memastikan ketersediaan fasilitas
Ketua Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan Yanti Sriyulianti berpendapat, rute aman anak dari dan menuju ke sekolah perlu bisa dipastikan dari pengurus lingkungan masyarakat terkecil, seperti rukun warga dan rukun tetangga. Mereka mau tidak mau harus terjun memastikan 3M dilaksanakan. Jalanan sampai gerbang sekolah perlu dipastikan telah terbangun fasilitas protokol kesehatan yang memadai.
Dia meyakini hal tersebut akan susah dilakukan. Sebab, berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan masih ada 17 persen warga yang yakin tidak akan tertular Covid-19.
"Hasil survei BPS menyebutkan mayoritas warga tahu 3M. Namun, individu yang tahu belum tentu paham dan menjalankan," ujar Yanti.
Dia membenarkan, duta edukasi perubahan perilaku yang digagas oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud sudah berjalan. Mereka membantu sosialisasi pembiasaan protokol kesehatan ke masyarakat. Akan tetapi, upaya seperti itu tidak akan cukup sebab, sekarang pertumbuhan kasus positif Covid-19 sedang meninggi.
Menurut dia, orangtua harus sadar bahwa memindahkan segala ketidaknyamanan belajar dari rumah menambah risiko kesehatan dan keselamatan anak. Anak berpotensi menjadi orang tanpa gejala yang menularkan Covid-19 ke dalam keluarga ataupun guru.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif (Asah Pena) Anastasia Rima berpendapat, orangtua semestinya tidak selalu memasang pola pikir pentingnya mengejar ketuntasan akademis. Apalagi, kondisi sekarang masih darurat pandemi Covid-19.
Ketika pembelajaran tatap muka kembali, dia percaya guru akan bersedia mengajar dua metode bersamaan, yaitu daring dan luring. Pelayanan pendidikan seperti itu tidak akan mudah.
"Lalu, guru masih harus selalu mengingatkan pentingnya 3M ketika anak di dalam ataupun keluar sekolah menuju ke rumah. Guru akan kelelahan. Kami tidak mempromosikan ketakutan, melainkan kewaspadaan," kata dia.
Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Evy Mulyani menjelaskan, prinsip pembelajaran saat sekolah kembali dibuka tetap mengutamakan kesehatan dan keselamatan.
Latar belakang pemerintah kembali menyesuaikan surat keputusan bersama empat menteri adalah kondisi anak yang terlalu lama mengikuti pembelajaran jarak jauh. Sebagai contoh, masalah tumbuh kembang anak dan tekanan psikososial yang susah terdekteksi.
"Kami tetap mendorong pembelajaran bermakna dan tidak serta merta menuntaskan capaian kurikulum. Kami juga mengajak orangtua dan guru mendampingi anak menjalani masa kebiasaan baru," kata Evy.
Mengenai kondisi layanan publik, seperti transportasi umum, Kemendikbud telah berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan agar memastikan dinas perhubungan menyiapkan protokol kesehatan di angkutan umum.