NTT Telah Melaksanakan Belajar Tatap Muka di Daerah Zona Hijau
Sebagian kabupaten dan kota di Nusa Tenggara Timur yang masuk kategori zona hijau Covid-19 telah menggelar pendidikan tatap muka bagi siswa SMA atau sederajat, tetapi tetap mengikuti protokol kesehatan.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KOMPAS/KOR
Kegiatan belajar para siswa SMAN 3 Kupang, April 2019, sebelum pandemi Covid-19.
KUPANG, KOMPAS — Sebagian kabupaten dan kota di Nusa Tenggara Timur yang masuk kategori zona hijau Covid-19 telah menggelar pendidikan tatap muka bagi siswa SMA atau sederajat, tetapi tetap mengikuti protokol kesehatan. Di daerah yang masih masuk kategori zona merah, proses belajar-mengajar berlangsung secara daring dan luring.
Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT R Ambarsari di Kupang, Senin (23/11/2020), mengatakan, sebagian SMA dan SMK di NTT sudah menyelenggarakan pendidikan tatap muka, Juni 2020, saat normal baru diberlakukan di provinsi itu dengan mengikuti protokol kesehatan. Mereka menggunakan sistem silang. Misalnya, hari Senin dan Kamis untuk kelas X, hari Selasa dan Jumat untuk kelas XI, dan hari Rabu dan Sabtu untuk kelas XII.
”Ini pun sesuai persetujuan orangtua, seperti Kabupaten Alor, Manggarai Timur, Sabu Raijua, dan Kabupaten Ende. Sabu Raijua sejak masa pandemi sampai hari ini belum pernah terpapar Covid-19. Namun, sistem tatap muka tergantung kesepakatan pemerintah daerah, guru, dan orangtua siswa,” tutur Ambarsari.
Ketika daerah itu kembali ke zona merah, pembelajaran jarak jauh diterapkan melalui sistem daring atau luring. Jadi, sistem tatap muka berlangsung sesuai perkembangan Covid-19. Terkadang sistem tatap muka berlangsung dua pekan, kemudian dilanjutkan dengan sistem daring atau luring.
Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT R Ambarsari
Sebelum ada kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan soal peluang belajar tatap muka pada Januari 2021, sebagian daerah di NTT sudah menjalankan kegiatan itu, khusus di wilayah zona hijau.
Meski demikian, mereka tetap mengikuti protokol kesehatan. Misalnya, SMK yang mengutamakan praktik lapangan, diatur sedemikian rupa dengan sistem sif sehingga siswa tidak bergerombol. Itu pun dalam satu pekan dilakukan 1-2 kali praktik lapangan.
Ini pun sesuai persetujuan orangtua, seperti Kabupaten Alor, Manggarai Timur, Sabu Raijua, dan Kabupaten Ende. Sabu Raijua sejak masa pandemi sampai hari ini belum pernah terpapar Covid-19. Namun, sistem ini tergantung kesepakatan pemerintah daerah, guru, dan wali murid. (R Ambarsari)
Di daerah pedalaman pun demikian. Zona hijau boleh melangsungkan pendidikan dengan cara tatap muka, sesuai protokol kesehatan. Di daerah dengan kategori zona merah, hitam, atau oranye, sistem pendidikan diatur sesuai situasi dan kondisi, seperti guru mendatangi siswa dalam kelompok kecil atau siswa datang ke sekolah mengambil tugas-tugas untuk dikerjakan di rumah.
Jumlah guru SMA, SMK, SLB, dan tenaga kependidikan lain sebanyak 26.307 orang. Tenaga guru sendiri sekitar 6.500 orang. Mereka menangani sekitar 800 SMA, SMK, dan SLB di 22 kabupaten/kota. Kekurangan guru negeri di sekolah-sekolah dibantu guru honor, komite, dan guru kontrak.
Soal penerimaan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), Ambarwati mengatakan, belum ada petunjuk teknis dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan soal itu. Informasi yang beredar di media massa, perekrutan tenaga PPPK mulai diberlakukan tahun 2021.
”Belum tahu, apakah dalam perekrutan guru PPPK ini diprioritaskan guru honor, komite, dan guru kontrak yang sudah berusia di atas 30 tahun atau yang lain-lain, kami belum pastikan. Namun, ada wacana perekrutan itu,” ujarnya.
Indry Radja (14), siswi SMPN 27 Kota Kupang, Juni 2020, belajar secara luring. Ia mengambil bahan-bahan di sekolah, kemudian dikerjakan di rumah dan dikumpulkan setiap hari Sabtu.
Masih rentan
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Kupang Dumul Djami mengatakan, pemkot/pemkab menangani pendidikan SD dan SMP. Kelompok siswa ini masih rentan menjalankan protokol kesehatan.
”Kami sedang melakukan pengkajian dengan berbagai pihak terkait wacana pembelajaran tatap muka 2021. Kajian ini sangat bergantung pada kondisi pandemi Covid-19 saat ini dan analisis peluang perkembangan Covid-19 ke depan, apakah kasusnya menurun atau terus naik,” katanya.
Jika jumlah kasus terus naik, tentu sistem pembelajaran jarak jauh masih berlangsung. Ada juga yang memilih menggunakan sistem luar jaringan, yakni siswa mengambil bahan di sekolah untuk dikerjakan di rumah, atau guru mendatangi siswa di rumah dalam kelompok kecil, dengan tetap mengikuti protokol kesehatan.
Sampai saat ini Kabupaten Sabu Raijua masuk zona hijau sejak Maret 2020. Kegiatan belajar-mengajar di Sabu Raijua dilakukan dengan sistem silang untuk tingkat SD, SMP, dan SMA. Setiap siswa mengikuti pendidikan tatap muka dua kali dalam satu pekan, sementara siswa yang akan mengikuti ujian nasional belajar dengan sistem tatap muka tiga kali dalam satu pekan.
Siswa SDK Kelapa Tinggi, Desa Mata Air, Kecamatan Kupang Tengah, belajar di dalam ruangan, Mei 2019. Siswa SD dan SMP paling rentan terpapar Covid-19 karena sulit menjalankan protokol kesehatan.
Penyebaran virus korona melalui transmisi lokal di Kota Kupang sangat tinggi, rata-rata 10 orang per hari. Jika sekolah tatap muka dipaksakan digelar, bakal menghasilkan kluster baru Covid-19 di sekolah-sekolah. Pihak yang paling direpotkan adalah orangtua dan guru sekolah jika ada siswa terpapar Covid-19 setelah kegiatan tatap muka diberlakukan.
”Lebih baik anak saya tidak sekolah daripada sekolah dengan risiko besar, yakni terpapar Covid-19. Seluruh kelurahan di Kota Kupang masuk zona merah. Di mana-mana ada virus Covid-19. Anak-anak lebih cepat terpapar virus dibanding orang dewasa yang tahu bagaimana menghindari virus,” kata Lomi, orangtua siswa.
Menurut dia, karena sudah hampir 10 bulan para siswa tidak pernah bertemu, jika bertemu di sekolah pada Januari 2021, mereka pasti berkerumun, bersalaman, dan berdekatan. Situasi ini berpeluang terjadi penularan Covid-19.