Saat Pandemi Covid-19, Keselamatan Siswa Paling Utama
Kendala pembelajaran jarak jauh dan kekhawatiran akan ketertinggalan kualitas pendidikan pada siswa akibat pandemi tidak bisa menggeser prinsip keutamaan keselamatan anak.
Oleh
Tim Kompas
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kesiapan pemerintah daerah ataupun sekolah dan orangtua terkait pembukaan kembali aktivitas sekolah tatap muka masih beragam di sejumlah daerah. Setiap pihak perlu mengedepankan prinsip utama akan setiap pilihan, yaitu mengedepankan keselamatan siswa dan guru serta tenaga kependidikan lain.
Kesempatan membuka kembali pembelajaran tatap muka didasarkan pada surat keputusan bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran 2020/2021. Pembukaan sekolah tak lagi bersyarat zonasi penyebaran/penularan Covid-19. Keputusan pembukaan dilakukan berjenjang dengan penentu terakhir yaitu orangtua siswa.
”Dalam situasi pandemi Covid-19 yang masih mengancam, kesehatan dan keselamatan siswa menjadi hukum tertinggi,” ujar Guru Besar dan Pakar Kebijakan Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia Cecep Darmawan, di Kota Bandung, Jawa Barat, Sabtu (21/11/2020).
Dengan kondisi sarana prasarana pendukung protokol kesehatan yang berbeda di setiap sekolah dan daerah, ia menyarankan agar dilakukan simulasi sebelum benar-benar diterapkan pembelajaran tatap muka. Selain itu, ia juga mengingatkan akan kebutuhan regulasi untuk mengatur durasi pembelajaran tatap muka, materi yang diajarkan, serta skema keberangkatan dan kepulangan siswa. Tujuannya, mengurangi potensi siswa terpapar Covid-19 di dalam ataupun luar sekolah.
Hal senada diungkapkan Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia Ubaid Matraji. Ia berpendapat, pemerintah boleh saja memutuskan membuka kembali sekolah dengan pertimbangan tingginya potensi learning loss.
Akan tetapi, perlindungan kesehatan dan keselamatan jiwa peserta didik dan pendidik harus dinomorsatukan. Oleh karena itu, zona persebaran Covid-19 semestinya tetap menjadi acuan.
Di sisi lain, ia mengatakan, orangtua, masyarakat sipil, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan organisasi masyarakat bisa digandeng untuk bersama-sama mengecek dan mengevaluasi kesiapan sarana prasarana protokol kesehatan di sekolah. Kalau infrastruktur protokol kesehatan belum siap, baik karena alasan sumber daya terbatas maupun yang lain, pemerintah daerah agar turun membina sampai sekolah bersangkutan siap.
Sanksi tegas bukan berupa hukuman, melainkan bisa berupa skorsing pembinaan. (Ubaid Matraji)
”Harus ada sanksi tegas dari pemerintah daerah bagi sekolah yang daftar periksa belum siap maksimal, tetapi nekat buka. Sanksi tegas bukan berupa hukuman, melainkan bisa berupa skorsing pembinaan. Sumber daya manusia sekolah diedukasi dan didampingi saat memenuhi sarana prasarana protokol kesehatan,” kata Ubaid.
Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Mansur mengatakan, pelanggaran terhadap SKB empat menteri sebelumnya tidak mendapat penanganan tegas. Misalnya, sejumlah sekolah di zona hijau dan kuning Covid-19 melaksanakan pembelajaran tatap muka tidak melalui pengecekan kesiapan protokol kesehatan, baik dari dinas pendidikan, dinas kesehatan, maupun gugus tugas Covid-19. Akibatnya, terjadi penularan Covid-19 pada siswa dan guru.
Mansur, yang juga pengurus Serikat Guru Indonesia Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, mengatakan, saat simulasi atau pembelajaran tatap muka terbatas beberapa waktu lalu, terdapat temuan ketiadaan pelibatan instansi layanan kesehatan. Misalnya, belum terdapat bantuan pengecekan kesiapan protokol kesehatan dan instansi kesehatan belum terhubung ke satuan pendidikan.
FSGI merekomendasikan agar Kementerian Kesehatan memfasilitasi tenaga kesehatan untuk diturunkan sehingga membantu pengawasan penerapan protokol kesehatan.
Dalam konferensi pers bersama terkait SKB, Jumat, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menyampaikan, pihaknya berupaya mendukung dari sisi meningkatkan peranan puskesmas dalam menerapkan protokol kesehatan. Keberadaan puskesmas diharapkan bisa membantu satuan pendidikan menyiapkan dan melaksanakan pembelajaran tatap muka.
Kesiapan di daerah
Kepala SMP Regina Pacis Surakarta MM Wahyu Utami mengatakan telah memiliki daftar periksa protokol kesehatan yang harus dipenuhi warga sekolah sejak awal tahun ajaran 2020/2021. Model pembelajaran telah mengadopsi integrated learning yang akan tetap digunakan meski suatu hari nanti ada siswa masuk dan tidak masuk sekolah sesuai dengan persetujuan orangtua,
Hingga kini, sekolah masih menjalankan persiapan, seperti mendata komorbid atau penyakit bawaan/penyerta pada siswa atau guru, mengatur ruang kelas, dan membuat angket persetujuan orangtua. Kendati demikian, dia bersama para guru tetap khawatir terkait kedisiplinan siswa untuk menjaga jarak dan tidak berkerumun saat menunggu jemputan ataupun menunggu sesi pembelajaran.
Guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan SMA Pangudi Luhur Santo Yosef Surakarta, Bernadeta Andarwinarti, menyampaikan, sejak dua SKB empat menteri terdahulu keluar, sekolah menyiapkan sarana prasarana protokol kesehatan untuk mengantisipasi kebijakan kelas tatap muka di sekolah. Kalau nanti sekolah dibuka kembali, tatap muka dijalankan terbatas, yakni siswa kelas X, XI, dan XII masuk bergiliran seminggu sekali.
”Meski demikian, kalau ditanya apakah kami 100 persen siap melaksanakan SKB empat menteri terbaru, kami merasa belum yakin siap seutuhnya,” ujar Bernadeta.
Sementara itu, Wakil Kepala SMA Negeri 1 Monta, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, Fahmi Hatib mengatakan tidak yakin fasilitas kesehatan yang disiapkannya akan memadai karena sekolah hanya menyiapkan sampai Desember 2020. Adapun dana bantuan operasional sekolah (BOS) tahap I tahun 2021 baru akan cair pada Maret 2021.
Di Palembang, Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru mengingatkan setiap pemerintah daerah di bawahnya untuk melakukan simulasi dan persiapan matang sebelum melaksanakan pembelajaran tatap muka pada Januari 2021. Ini agar sekolah tak menjadi kluster penularan.
”Kita masih punya waktu satu bulan. Waktu ini kita gunakan untuk mempersiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan serta ditindaklanjuti dengan simulasi,” ucapnya.
Merespons SKB ini, Wali Kota Bogor Bima Arya menegaskan, ”Kita sepakat, kesehatan dan keselamatan merupakan yang utama. Oleh karena itu, rencana pembelajaran tatap muka harus diiringi dengan kesiapan dan kepastian dari protokol kesehatan.”
Sekretaris Dinas Pendidikan Jabar Wahyu Mijaya menekankan, pembelajaran tatap muka mewajibkan protokol kesehatan ketat. ”Ingat, pembelajaran tatap muka ini dibolehkan, bukan wajib. Jadi, sekolah jangan memaksakan diri,” ujarnya.
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Daerah Istimewa Yogyakarta Didik Wardaya mengatakan, pembelajaran tatap muka tidak menghilangkan pembelajaran jarak jauh yang selama ini berlangsung. Sebab, jumlah siswa yang hadir juga dibatasi agar jaga jarak fisik dapat tetap diterapkan.
Selain itu, ia mengatakan, sekolah juga diminta membuat satuan tugas Covid-19 yang di antaranya berfungsi mendorong siswa segera pulang ke rumah setelah pembelajaran tatap muka selesai. (MED/VAN/NCA/RAM/TAM/GIO)