Pembukaan Sekolah Harus Berdasar Data Epidemiologi
Kebijakan memberikan kewenangan pembukaan sekolah kepada pemerintah daerah hingga orangtua harus didukung ketersediaan data epidemiologi yang akurat. Ini apabila mengutamakan keselamatan dan kesehatan anak-anak.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemberian kewenangan penuh kepada pemerintah daerah dalam pemberian izin pembelajaran tatap muka harus tetap didasarkan pada data epidemiologi. Untuk itu, tiap daerah harus memenuhi jumlah minimal tes dan mengumumkannya secara terbuka sehingga masyarakat bisa menilai situasi penularan Covid-19 sesungguhnya.
”Keputusan pembukaan kembali sekolah harus didasari pertimbangan kondisi pandemi wilayah, bukan politik atau alasan lainnya, seperti sulitnya menjalankan kegiatan belajar jarak jauh. Itu kalau kita mau menempatkan kesehatan dan keselamatan masyarakat sebagai prioritas,” kata epidemiolog Indonesia di Griffith University Dicky Budiman, Jumat (20/11/2020).
Dicky mengatakan, mengacu pada panduan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pembukaan sekolah harus dengan melihat jumlah kasus baru yang dilaporkan selama periode waktu tertentu di lingkungan sekolah harus cukup rendah, yaitu 1 per 100.000, sehingga penularan bisa dikendalikan. Selain itu, rasio kasus positif harus kurang dari 5 persen dalam waktu dua minggu berturut-turut.
”Jika sekolah tetap dibuka saat kasus Covod-19 masih tinggi, anak-anak dan guru kemungkinan besar akan saling menularkan. Ini bisa menyebabkan penularan tak terkendali,” katanya.
Menurut Dicky, sudah banyak studi ilmiah di luar negeri yang menunjukkan kaitan pembukaan sekolah dengan lonjakan kasus. Terjadinya gelombang kedua pandemi di Eropa dan juga melonjaknya wabah di Amerika Serikat, di antaranya juga disebabkan penularan wabah di kalangan anak-anak muda dan remaja setelah pelonggaran aktivitas, termasuk kampus dan sekolah.
Laporan studi yang dilakukan Office for National Statistics (ONS) Inggris dan Imperial College London pada awal November ini menunjukkan peningkatan infeksi di kalangan remaja berusia 16-24 tahun pada bulan September. Sementara pada bulan Oktober, peningkatan dapat dilihat di semua kelompok usia 2-24 tahun, seiring dengan pembukaan sekolah. Anak-anak berusia 12-16 tahun disebut memainkan peran yang jauh lebih tinggi dalam menularkan infeksi ke dalam rumah tangga setelah sekolah dibuka.
Perkuat Kapasitas
”Kalau memang keputusannya mau diserahkan ke daerah, pemerintah pusat harus mendukung pemerintah daerah untuk mengembangkan dan melaksanakan rencana komprehensif dalam mengendalikan wabah, di antaranya meningkatkan kapasitas tes, lacak kasus, hingga penerapan protokol kesehatan dengan ketat,” katanya.
Selama ini, daerah-daerah belum memiliki data memadai mengenai kasus sesungguhnya di wilayah mereka, di antaranya karena tidak ada data jumlah tes yang dilakukan hingga tingkat kabupaten/kota. Tanpa data jumlah tes, apakah sudah dilakukan dengan memadai atau belum, tingkat penularan di daerah tersebut sulit diketahui.
Berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan Covid-19, jumlah kasus Covid-19 di Indonesia terus meningkat. Terjadi penambahan 4.792 kasus baru sehingga totalnya mencapai 488.310 orang, sedangkan jumlah suspek mencapai 63.074. Korban meninggal bertambah 78 orang sehingga menjadi 15.678 orang.
Penambahan kasus ini diperoleh dengan memeriksa 39.204 orang sehingga rasio kasus positif di Indonesia sekitar 12,2 persen atau jauh di atas ambang aman yang dianjurkan WHO sebesar maksimal 5 persen. Tingginya rasio positif ini menandai tingginya penularan, selain belum cukupnya jumlah tes dan cakupannya.
Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia Adib Khumaedi mengatakan, jumlah dokter yang meninggal terus bertambah. Hingga Jumat ini sudah 167 dokter yang meninggal, atau bertambah delapan orang dalam sepuluh hari terakhir.
Adapun data Pusara Digital Laporcovid-19, total tenaga kesehatan yang meninggal sudah 354 orang, meliputi dokter, perawat, dokter gigi, bidan, laboran, dan sejumlah tenaga kesehatan lain.