Desa Berperan Sentral Wujudkan Pembangunan yang Inklusif
Pembangunan yang inklusif dimulai dari desa. Desa perlu memetakan persoalan warganya yang rentan dan penyandang disabilitas, lalu bersama-sama mencari solusi yang inklusif.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Desa memegang peran strategis dalam pembangunan layanan dasar yang inklusif. Desalah yang mendata dan memenuhi kebutuhan warga penyandang disabilitas.
Kepala Subdirektorat Advokasi Peraturan Desa Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa, Transmigrasi, dan Daerah Tertinggal Eppy Lugiarti mengatakan, tanpa pendataan yang pas, kebijakan pembangunan yang inklusif susah tercapai. ”Pendataan memudahkan perumusan kebijakan dan penyusunan program pembangunan yang inklusif. Realisasi pelaksanaan program selalu butuh pendampingan serta koordinasi horizontal-vertikal pemangku kebijakan sehingga ada keberlanjutan,” ujarnya dalam sesi Kompas Talks X KOMPAK bertemakan ”Inovasi Daerah dalam Mendorong Pelayanan Dasar yang Inklusif”, Kamis (19/11/2020), di Jakarta.
Pendataan memudahkan perumusan kebijakan dan penyusunan program pembangunan yang inklusif. (Eppy Lugiarti)
Menurut Ketua Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan Ishak, desa yang terlibat dalam pembangunan inklusif akan mampu membimbing warga penyandang disabilitas untuk mengakses layanan dasar. ”Sikap dan kemampuan desa untuk berubah (muncul) karena ada kepedulian. Warga-warganya mampu mengenali masalah dan mencari solusi. Pengarusutamaan seperti itu diperlukan di semua desa,” ujarnya.
Terobosan inovatif
Beberapa desa telah mempunyai terobosan inovatif. Kepala Dinas Sosial Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, Ratna Sulistyowati menyampaikan, di daerahnya sudah ada Peraturan Bupati Trenggalek Nomor 1 Tahun 2019 tentang Musyawarah Perempuan, Anak, Disabilitas, dan Kelompok Rentan Lainnya (Musrena Keren) Dalam Mendukung Perencanaan Pembangunan. Di Musrena Keren, penyandang disabilitas diundang langsung dan diminta menyampaikan opini sesuai dengan kebutuhan mereka.
Sebagai contoh, dalam Musrena Keren dibahas transportasi bagi warga desa usia sekolah yang menyandang disabilitas. Ada pula solusi mendatangkan guru sekolah inklusi ke desa. Keduanya dibiayai menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).
Masyarakat membentuk kampung inklusi yang di dalamnya diisi aneka kegiatan pemberdayaan ekonomi bagi warga penyandang disabilitas. Dinas Ketenagakerjaan ikut terjun memberikan pelatihan kerja.
Dinas Sosial Kabupaten Trenggalek juga mempunyai inovasi Sekolah Perempuan, Disabilitas, Anak, dan Kelompok Rentan Lainnya atau Sepeda Keren. Inovasi ini bertujuan untuk mewujudkan pemberdayaan melalui pendidikan alternatif. Kader Sepeda Keren membantu mendata warga penyandang disabilitas yang belum punya data administrasi kependudukan dan kebutuhan mereka lainnya sejak 2020.
”Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah 2016-2021 Kabupaten Trenggalek telah menetapkan pembangunan inklusif. Jika sebelumnya kelompok penyandang disabilitas diundang Musrenbang sebatas memenuhi kewajiban administratif harus datang, kami ubah pendekatan itu. Pembuatan kebijakan bukan lagi dari atas ke bawah, melainkan berbasis data kebutuhan warga,” ujar Ratna.
Kepala Dinas Registrasi dan Kependudukan Aceh Teuku Syarbani menyebutkan, salah satu terobosan yang mereka buat adalah pelayanan administrasi kependudukan berbasis Gampong. Terobosan ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kepemilikan dokumen kependudukan pada penyandang disabilitas dan kaum rentan.
”Dengan memiliki dokumen kependudukan, masyarakat rentan dan warga penyandang disabilitas dapat mengakses layanan dasar serta bantuan sosial. Basis data kependudukan mereka memudahkan pemerintah mendistribusikan bantuan sosial secara merata,” ujar Teuku.
Dampak terobosan itu yang kini terlihat, yaitu 90 persen masyarakat miskin dan penyandang disabilitas di Gampong terfasilitasi dokumen kependudukan. Tujuh warga penyandang disabilitas dari enam kampung dampingan mendapatkan fasilitas alat bantu berjalan dan pendengaran dari Dinas Sosial Kabupaten Bener Meriah. Sebanyak 25 warga penyandang disabilitas memperoleh kendaraan roda tiga di Aceh Barat.
Direktur Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) Suharto menyampaikan, praktik baik dari desa-desa perlu didokumentasikan dan disebarluaskan. Jika memungkinkan, terobosan tersebut bisa direplikasi di desa lain ataupun tingkat nasional.
Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial (Kemensos) Harry Hikmat menekankan pentingnya ragam disabilitas menjadi standar rujukan yang wajib dipenuhi pemangku kebijakan yang ingin mendata warga penyandang disabilitas.
Kemensos telah mempunyai sistem Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang terkonsolidasi dengan sistem data kependudukan dan catatan sipil. Penyandang disabilitas yang belum mendapatkan Kartu Penyandang Disabilitas (KPD) bisa mendaftarkan diri untuk masuk ke dalam Data Nasional Penyandang Disabilitas.