Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah Siap Mendukung
Sivitas akademika dan pelaku industri bidang ekonomi syariah siap menerapkan kebijakan Merdeka Belajar yang digagas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah atau KNEKS siap mendukung pelaksanaan kebijakan Merdeka Belajar. Kesiapan itu ditunjukkan dengan aneka kerja sama KNEKS dengan kampus yang memiliki program studi rumpun ilmu ekonomi syariah.
Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah KNEKS Sutan Emir Hidayat, Selasa (17/11/2020), di Jakarta, mencontohkan, pada tahun 2019, KNEKS dan sepuluh kampus yang mewakili perguruan tinggi negeri/swasta dan perguruan tinggi Islam negeri/swasta telah menyusun dan menyepakati Buku Pedoman Akademik Program Studi Strata Satu Ekonomi Syariah. Proses penyusunannya melibatkan pelaku industri.
Dalam buku pedoman itu terdapat substansi capaian pembelajaran lulusan dan sepuluh mata kuliah inti beserta rencana pembelajaran semester. Dia menjelaskan bahwa buku pedoman bisa dipakai sebagai acuan penyusunan kurikulum sesuai amanat kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka. Secara formal, sebanyak 44 perguruan tinggi sekarang telah berkomitmen menerapkan. Secara nonformal, Sutan mengklaim lebih banyak perguruan tinggi memanfaatkan.
Bentuk kesiapan lainnya yaitu panduan kuliah kerja nyata (KKN) tematik ekonomi syariah yang meliputi empat program. Program pertama berupa pendampingan UMKM industri halal, kedua pelatihan literasi ekonomi dan keuangan syariah, ketiga penguatan unit usaha desa, serta terakhir pembinaan ekonomi masjid, tata kelola zakat, dan wakaf. Panduan ini pun bisa dipakai kampus yang akan melaksanakan kebijakan Merdeka Belajar.
Di luar dua hal tersebut, lanjut Sutan, KNEKS sedang menyelesaikan panduan magang/praktik kerja ekonomi syariah untuk kebijakan Kampus Merdeka. KNEKS mempertemukan pelaku industri dan kampus untuk bersama-sama membahas kebutuhan masing-masing.
”Inti kebijakan Kampus Merdeka adalah menghubungkan dan menyelaraskan (link and match) industri dan perguruan tinggi. Maka, setiap penyusunan panduan, kami undang keduanya agar saling memetakan kebutuhan. Panduan yang sudah jadi adalah hasil musyawarah keduanya,” ujarnya.
Sesuai data Islamic Finance Development Index 2019, Indonesia menempati peringkat kedua sebagai negara teratas dengan afiliasi yang menghasilkan artikel penelitian bidang keuangan syariah pada 2016-2018. Namun, artikel penelitian keuangan syariah masih mendominasi dibandingkan ekonomi syariah ataupun industri halal.
Jika dikaitkan dengan link and match industri-perguruan tinggi, Sutan mengatakan, riset ekonomi syariah semestinya mengambil tema-tema yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Mengikuti arahan Prioritas Riset Nasional (PRN) 2020 - 2024, misalnya.
PRN bidang pangan bisa dipakai perguruan tinggi, seperti meneliti bahan substitusi nonhalal berbasis material lokal. Bidang PRN lainnya ialah sosial humaniora dengan meneliti dana sosial, keuangan inklusif, dan ekonomi digital.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (Afebis) Ahmad Wira mengatakan, asosiasi beranggotakan 52 fakultas dan ratusan program studi rumpun ilmu ekonomi syariah. Di antara anggota telah tercipta kolaborasi mulai dari penerapan tridharma perguruan tinggi, dosen kunjung lintas fakultas/program studi, hingga pelatihan dosen.
”Keberadaan asosiasi ini mempermudah kami menerapkan kebijakan Merdeka Belajar. Ketika ada kebutuhan yang memerlukan konsultasi ke pemerintah, kami bisa menjembatani,” ujarnya.
Ahmad menyampaikan, kebutuhan anggota saat ini adalah guru besar dan akreditasi mandiri. Jumlah guru besar yang ahli di bidang ekonomi ataupun keuangan syariah masih sedikit. Akreditasi mandiri di kalangan sesama program studi belum kunjung dilakukan.