Perempuan di desa memiliki berbagai kekuatan dan potensi, tetapi berbagai ancaman kekerasan terus membayangi perempuan dan anak perempuan. Program pemerintah untuk perlindungan perempuan harus terus digencarkan.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, termasuk di desa-desa, membutuhkan perhatian khusus dan sinergi dari berbagai pihak. Untuk itu Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak membangun kolaborasi mewujudkan Desa Ramah Perempuan dan Desa Peduli Anak.
Program Desa Ramah Perempuan dan Desa Peduli Anak sejalan dengan Program Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs) Desa dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) untuk memastikan tidak ada lagi perempuan dan anak yang tertinggal dari seluruh aksi pembangunan desa. Ini tertuang pada Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 13 Tahun 2020 bahwa Rp 72 triliun dana desa tahun 2021 diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan SDGs Desa.
Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, Menteri Desa PDTT Abdul Halim Iskandar serta Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati, Rabu (11/11/2020), mendeklarasikan Program Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak sebagai Akselerasi Pencapaian SDGs Desa.
Ini semua ada di SDGs Desa. Jadi, nanti ukurannya jelas, kapan desa dikatakan desa ramah perempuan, ukurannya seberapa, berapa proporsinya, skornya, pada tingkat mana, semua, kan, ada dengan menggunakan tolok ukur SDGs desa. Begitu juga dengan Desa Peduli Anak. (Abdul Halim Iskandar)
”Ini semua ada di SDGs Desa. Jadi, nanti ukurannya jelas, kapan desa dikatakan desa ramah perempuan, ukurannya seberapa, berapa proporsinya, skornya, pada tingkat mana, semua, kan, ada dengan menggunakan tolok ukur SDGs desa. Begitu juga dengan Desa Peduli Anak,” ujar Abdul Halim.
Untuk tahap awal akan ada sejumlah desa yang menjadi proyek percontohan dalam mengimplementasikan SDGs Desa. Kemendes PDTT sudah menyiapkan konsep, pengukuran, hingga contoh kegiatan di desa sehingga memudahkan desa untuk mengimplementasikannya.
Abdul Halim menegaskan, kebijakan yang berpihak kepada perempuan, seperti Desa Ramah Perempuan, dibutuhkan karena hingga kini masih terjadi ketidaksetaraan jender di desa-desa. Harapannya, kebijakan tersebut akan meningkatkan partisipasi perempuan, melindungi perempuan dalam ranah domestik, dan meningkatkan akses perempuan dalam ranah publik.
Langkah progresif
Bintang Darmawati menyatakan, Program Desa Ramah Perempuan dan Desa Layak Anak perlu didukung dengan berbagai langkah progresif, seperti peningkatan kapasitas pemerintah desa mengenai kesetaraan jender, pemenuhan hak perempuan, dan perlindungan anak, serta berbagai strategi lainnya.
”Pengembangan desa ramah perempuan dan layak anak tersebut tentunya akan menjadi episentrum baru pembangunan yang mendorong meningkatnya kesejahteraan dan kesehatan, akses terhadap pendidikan yang berkualitas, dan menurunkan perkawinan anak,” ujar Bintang.
Selain itu, akan menumbuhkan sentra-sentra ekonomi yang berbasis rumahan sehingga ibu rumah tangga memiliki otonom dalam pendapatan rumahan dan anaknya mendapat gizi yang baik serta akan menurunkan pekerja anak.
Pada acara yang juga dihadiri Kirsten Bishop, Minister Counsellor for Governance and Human Development Branch, Kedutaan Besar Australia, Bintang menegaskan, Kementerian PPPA tidak bisa bekerja sendiri. Tercapainya peningkatan kualitas hidup perempuan dan anak merupakan tugas bersama. Dia berharap, Program Desa Ramah Perempuan dan Desa Peduli Anak akan mendorong lahirnya kebijakan mulai dari penganggaran hingga pelaksanaan program yang mempertimbangkan kesetaraan jender, perspektif perempuan, serta pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak.
”Saat ini, pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing adalah salah satu prioritas utama pemerintah, sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo. Dengan begitu, pembangunan yang berperspektif jender, ramah perempuan, dan layak anak patut menjadi perhatian khusus,” kata Bintang.
Apalagi sebelumnya sudah ada Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) yang mensyaratkan pengintegrasian isu jender ke dalam seluruh proses pembangunan nasional, baik di pusat maupun daerah.
Selain itu, Undang-Undang Tentang Perlindungan Anak juga mengamanatkan bahwa negara, pemerintah pusat dan daerah, masyarakat, keluarga, serta orangtua atau wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.
Sementara terkait pelaksanaan TPB/SDGs, pemerintah juga meluncurkan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian TPB. ”Dengan begitu, sudah sepantasnya pembangunan nasional yang setara dilaksanakan, dengan mengedepankan asas universal, integrasi, dan inklusif, sebagai wujud pemenuhan hak asasi manusia dan prinsip tidak ada yang tertinggal atau no one left behind,” ujar Bintang.