Pandemi, Sebagian Besar Pesantren Tetap Didik Santri di Pondok
Kebanyakan pesantren memutuskan tetap mendidik para santri di pondok. Kementerian Agama mengingatkan agar selalu mengutamakan protokol kesehatan untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19.
Oleh
Mediana
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Survei Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama menunjukkan, sebagian besar pesantren tetap mendidik para santri di pondok pesantren selama pandemi Covid-19. Hanya sedikit pesantren yang tidak mengembalikan santri ke pesantren sampai kondisi aman dari Covid-19.
Dari 193 pesantren yang fokus mengajarkan studi agama, sebanyak 170 lembaga atau 88,08 persen telah mengembalikan santri ke pesantren dari rumah masing-masing dengan memperhatikan protokol kesehatan. Sisanya, 23 lembaga atau 11,92 persen memutuskan tidak mengembalikan santri ke pesantren sampai kondisi aman dari Covid-19.
Demikian pula, dari 1.069 pesantren yang fokus mengajarkan studi agama dan terintegrasi dengan satuan pendidikan Islam, sebanyak 945 lembaga atau 88,40 persen telah mengembalikan santri-santrinya ke pesantren dengan memperhatikan protokol kesehatan. Adapun 124 lembaga atau 11,60 persen sisanya menginstruksikan para santri tidak kembali dulu ke pesantren sampai kondisi aman dari Covid-19.
Tidak mudah bagi kami menegaskan agar semua pesantren apa pun bentuknya menerapkan pembelajaran jarak jauh. Ini berkaitan dengan ikatan emosional orangtua dan pengelola. Di samping itu, ada pesantren terintegrasi dengan satuan pendidikan tetap membutuhkan pendapatan untuk menjalankan operasional.
”Tidak mudah bagi kami menegaskan agar semua pesantren apa pun bentuknya menerapkan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Ini berkaitan dengan ikatan emosional orangtua dan pengelola. Di samping itu, ada pesantren terintegrasi dengan satuan pendidikan tetap membutuhkan pendapatan untuk menjalankan operasional,” tutur Kepala Badan Litbang dan Diklat Kemenag Achmad Gunaryo dalam acara The Second International Conference on Religion and Education, Rabu (11/11/2020), di Jakarta.
PJJ tidak mudah dilakukan oleh peserta didik ataupun pendidik pesantren. Jika peserta didik di rumah, tidak semua orangtua memahami ilmu agama. Inilah yang juga mendorong orangtua mengirim kembali anak ke pesantren.
Dengan kembalinya para santri ke pesantren, menurut Achmad, potensi para santri terpapar Covid-19 akan lebih besar. Ini telah terjadi di beberapa pesantren di Jawa Tengah dan Jawa Timur. ”Kita dihadapkan pada pilihan yang sulit,” katanya.
Paham radikal
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra mengingatkan, dua puluh tahun terakhir marak penyebaran paham radikal ke satuan pendidikan dan ruang digital. Fenomena ini juga menyasar ke kelompok-kelompok peserta didik. Namun, tidak banyak guru dan dosen memahami Pancasila sehingga menyulitkan mereka untuk menangkal fenomena itu
Dalam sambutannya, Menteri Agama Fachrul Razi menyampaikan, bangsa Indonesia sekarang menghadapi era kontemporer yang ditandai dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi komunikasi (TIK). Di satu sisi, TIK membantu kerja manusia, termasuk dalam pelayanan pendidikan. Di sisi lain, era kontemporer memunculkan isu intoleransi, ideologisasi agama tertentu, kesenjangan sosial, ancaman wabah penyakit, dan hoaks.
Moderasi agama diperkuat melalui pendidikan untuk menyikapi aneka isu yang muncul di era kontemporer. Moderasi agama juga dibutuhkan untuk merawat keindonesiaan.