Pemanfaatan teknologi informasi melalui media sosial membuka peluang untuk berproses dan berkarya dalam era digital, terlebih di masa pandemi Covid-19. Pekerja seni dan kreatif ditantang membuat konten cerdas dan bernas.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Pemanfaatan teknologi informasi melalui media sosial membuka peluang bagi seniman dan pekerja kreatif untuk berproses dan berkarya dalam era digital terlebih di masa pandemi penyakit akibat virus korona baru (Covid-19) saat ini. Pekerja seni dan pekerja kreatif ditantang membuat konten cerdas dan bernas selain menghadirkan konten visual yang menarik.
Demikian benang merah dari sarasehan atau timbang rasa dengan topik ”Cerdas Bernas Konten Visual” yang diselenggarakan pada Sabtu (7/11/2020) secara dalam jaringan (daring) serangkaian dengan Festival Seni Bali Jani II 2020. Timbang rasa itu yang dipandu penyair I Wayan Sunarta dan menghadirkan dua narasumber, yakni seniman I Made Agus Wardana dan kritikus seni yang juga kurator dan penulis esai budaya, Wicaksono Adi.
Agus Wardana, seniman asal Denpasar yang dikenal di media sosial melalui unggahan kreatif dengan tokoh Man Kenyung dan Gamut, mengatakan, situasi pandemi Covid-19 memunculkan upaya-upaya kreatif sebagai bentuk dan cara menanggapi tekanan dari dampak pandemi Covid-19 itu.
Pemanfaatan panggung virtual muncul sebagai tanggapan dan respon baru dalam situasi pandemi Covid-19. (Agus Wardana)
Meskipun masih memiliki keterbatasan, baik peralatan maupun biaya, seniman dan pekerja kreatif berupaya menjaga kreativitas mereka dan menghadirkan karya mereka secara daring, termasuk melalui media sosial (medsos).
”Pemanfaatan panggung virtual muncul sebagai tanggapan dan respon baru dalam situasi pandemi Covid-19,” kata Agus Wardana. Cara ini juga menjadi upaya bertahan dan sekaligus cara mengelola stres akibat tekanan situasi atau dampak pandemi Covid-19.
Secara terpisah, melalui konferensi video, Wicaksono menyatakan, penggunaan media virtual sebagai panggung alternatif membuka ruang kreatif dan ruang apresiasi yang lebih luas karena daya jangkau media sosial yang luas.
Pada saat yang sama, menurut Wicaksono, muncul tuntutan bagi pekerja seni dan pekerja kreatif agar membuat karya yang bermakna dan memiliki kedalaman logika maupun estetika.
”Sejak pandemi ini, dunia virtual menjadi wahana penyebarluasan seni. Panggung digantikan dengan zoom meeting,” katanya sembari menambahkan bahwa perlu upaya dan kreativitas menjadikan panggung virtual sebagai bagian karya artistik.
Peserta sarasehan secara daring, penyair Warih Wisatsana, berpendapat, pemanfaatan teknologi, termasuk media daring, menjadi realita saat ini berkaitan dengan situasi pandemi Covid-19.
Kondisi itu juga menjadi momentum bagi seniman, pekerja seni, dan pekerja kreatif untuk memanfaatkan teknologi menjadi karya dan menggalinya secara estetika. ”Teknologi bukan hanya sebagai medium,” kata Warih.
Warih juga menyatakan, pergelaran Festival Seni Bali Jani II 2020 memanfaatkan panggung virtual selain menggelar acara secara di luar jaringan (luring). Langkah itu juga bentuk respons terhadap situasi pandemi Covid-19.
Konten kreatif
Festival Seni Bali Jani mengemban misi mengeksplorasi pencapaian seni inovatif, modern, dan kontemporer dengan sumber eksplorasi berbasis tradisi dan nilai lokal Bali. Festival Seni Bali Jani II 2020, yang dibuka pada Sabtu (31/10/2020), mengangkat tema ”Candika Jiwa, Puitika Atma Kerthi”, yang dimaknai semesta kreativitas terkini dalam ”mencandikan” jiwa, spirit, ide cemerlang, dan taksu seni budaya Bali.
Dalam laporannya saat pembukaan Festival Seni Bali Jani II 2020, Sabtu (31/10/2020), Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali I Wayan Adnyana menyebutkan, festival melibatkan 45 sanggar atau yayasan, serta komunitas seni dari seluruh Bali dengan jumlah seniman dan pekerja kreatif budaya yang terlibat sekitar 1.000 orang. Festival Seni Bali Jani II 2020 berlangsung mulai Sabtu (31/10/2020) sampai Sabtu (7/11/2020).
Menanggapi perihal proses kreatif dan isi konten, Agus Wardana mengatakan, pekerja seni dan pekerja kreatif juga membutuhkan masukan dan kritik sebagai bentuk respons atas karya mereka.
Agus Wardana menyatakan materi dan isi konten yang ditayangkan juga harus padat isinya atau bernas, dan digarap secara cerdas sehingga mengundang rasa peduli dan ingin tahu dari penonton tayangan.
”Sebagai seniman, kritik tajam dan tanggapan yang masuk diterima dengan tujuan demi kemajuan karya,” ujarnya.