Eksistensi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Masih Dibutuhkan
Jumlah pusat kegiatan belajar masyarakat saat ini mencapai sekitar 10.000 lembaga. Keberadaannya dibutuhkan untuk membantu mengatasi putus sekolah, meskipun tak semua lembaga aktif dan punya tata kelola inovatif.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Eksistensi pusat kegiatan belajar masyarakat masih dibutuhkan untuk membantu pembangunan pendidikan. Tata kelolanya perlu lebih inovatif dan memperhatikan sumber daya lokal.
Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Samto, Jumat (6/11/2020), di Jakarta, menyampaikan, setiap tahun, masih terdapat sekitar 700.000 orang anak drop out atau putus sekolah. Penyebab utamanya adalah keterbatasan kemampuan ekonomi dan kondisi geografis.
Sesuai dengan Peraturan Mendikbud Nomor 81 Tahun 2013 tentang Pendirian Satuan Pendidikan Nonformal, program pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) terdiri dari pendidikan anak usia dini, keaksaraan, kesetaraan, pemberdayaan perempuan, kecakapan hidup, kepemudaan, keterampilan kerja, dan pengembangan budaya baca.
Dengan jumlah rata-rata anak putus sekolah sebanyak itu, PKBM melalui program pendidikan kesetaraan dapat membantu mereka. Negara telah mengakui kualitas lulusan. (Samto)
”Dengan jumlah rata-rata anak putus sekolah sebanyak itu, PKBM melalui program pendidikan kesetaraan dapat membantu mereka. Negara telah mengakui kualitas lulusan,” ujarnya.
Selama kurun waktu 2015-2020, menurut Samto terdapat lonjakan peserta pendidikan kesetaraan di PKBM. Pada 2015, jumlah peserta tercatat hanya sekitar 35.000 orang. Adapun pada 2020, jumlah peserta meningkat menjadi sekitar 1,5 juta orang. Sekitar 500.000 orang di antaranya adalah anak usia sekolah.
Secara kelembagaan, jumlah PKBM baru ikut meningkat setiap tahun. Jumlah PKBM saat ini mencapai sekitar 10.000-an unit dengan persebaran terbanyak di Jawa.
Meski eksistensi utamanya masih dibutuhkan mengatasi persoalan putus sekolah, kata Samto, jumlah PKBM yang banyak belum tentu semuanya bertahan. Sebagai gambaran, pada 2017, Kemdikbud menemukan 3.000 PKBM tidak aktif. Hingga sekarang, Kemdikbud melakukan penyisiran atau pembersihan berbasis Data Pokok Pendidikan (Dapodik) untuk memetakan keaktifan lembaga.
Menurut dia, pengembangan tata kelola PKBM amat dimungkinkan inovatif sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitar. Berjejaring dengan balai latihan kerja milik pemerintah daerah pun diperbolehkan.
Lebih jauh, dia menyampaikan, pola pembelajaran untuk program pendidikan kesetaraan di PKBM telah mulai menerapkan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Desainnya dibuat fleksibel yang memungkinkan peserta didik belajar mandiri. Beberapa dinas pendidikan sudah mengorganisasikan sistem ujian kesetaraan daring.
”Di tengah pandemi Covid-19, PKBM semestinya tidak bermasalah dengan PJJ. Pengelolaan yang inovatif dapat melahirkan program sesuai dengan kebutuhan masyarakat, seperti literasi membaca dan pelatihan vokasional. Ini disamping membantu mengatasi permasalahan putus sekolah,” imbuhnya.
Berantas buta aksara
Ketua Dewan Pengurus Daerah Forum Komunikasi PKBM Kota Kupang Polikarpus Do, secara terpisah, mengatakan, eksistensi PKBM di daerah diperlukan untuk menuntaskan buta aksara. Di Nusa Tenggara Timur, misalnya, zona merah buta aksara masih terdapat di Pulau Sumba dan Pulau Timor.
Dia menyampaikan, selama pandemi Covid-19, PKBM di Nusa Tenggara Timur membantu pembelajaran daring dan luring. Pengelola menyubsidi biaya beli paket data internet serta membagikan modul pembelajaran. Program literasi dijalankan melalui layanan baca keliling.
”PKBM di tempat kami turut membantu menyelenggarakan seminar virtual tentang peran orangtua sebagai fasilitator pendidikan anak,” katanya.
Pendiri Sekolah Dolan Lukman Hakim di sela-sela Konferensi Sekolah Rumah 2020 menyayangkan jika PKBM hanya berkutat pada modul-modul pembelajaran untuk pendidikan kesetaraan. Untuk membantu pembangunan pendidikan, berbagai upaya yang menitikberatkan kompetensi anak bisa dikembangkan, seperti aneka kursus.
Lukman menyampaikan, saat ini PKBM juga dipakai wadah bagi komunitas pelaku sekolah rumah atau homeschooling untuk keperluan legalitas. Ini adalah arahan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 129 Tahun 2014 tentang Sekolah Rumah. Semangat seperti itu berbeda dengan saat awal PKBM berkembang, yaitu melayani putus sekola usia dewasa.