Optimalkan Kolaborasi Kampus-Industri, Pemerintah Beri Insentif Pengurangan Pajak
Keberhasilan kebijakan Merdeka Belajar pada pendidikan tinggi memerlukan kolaborasi aktif kampus dan pelaku industri.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Untuk memikat industri agar mau mendukung kebijakan Merdeka Belajar pada pendidikan tinggi, pemerintah menawarkan insentif pengurangan penghasilan bruto hingga empat kali lipat dari jumlah biaya yang dikeluarkan. Penawaran insentif tertuang dalam tiga peraturan.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nizam saat acara Bincang Pendidikan dan Kebudayaan, Jumat (6/11/2020) di Jakarta, mengatakan, penawaran insentif pengurangan penghasilan bruto tertuang dalam tiga peraturan. Pertama, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 128 Tahun 2019 tentang Pemberian Pengurangan Penghasilan Bruto atas Penyelenggaraan Kegiatan Praktik Kerja, Pemagangan dan/atau Pembelajaran dalam Rangka Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi Tertentu.
Aturan kedua adalah PMK Nomor 153/2020 tentang Pemberian Pengurangan Penghasilan Bruto atas Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Tertentu di Indonesia. Selanjutnya, aturan ketiga terangkum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Prinsipnya, industri bisa membantu hilirisasi hasil riset dan mereka berhak mendapatkan pengurangan pajak. ”Tax deduction malah dapat naik hingga empat kali lipat,” katanya.
Kemendikbud telah menyosialisasikan ketiga kebijakan tersebut kepada pelaku industri, seperti Himpunan Pengusaha Muda Indonesia, Kamar Dagang dan Industri Indonesia, dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Sejauh ini, sebelum ada kebijakan Merdeka Belajar untuk pendidikan tinggi, sejumlah industri telah menjalin kerja sama dengan kampus, seperti melalui program tanggung jawab korporasi riset dan magang.
Melalui kebijakan Merdeka Belajar untuk pendidikan tinggi, kami mendorong semakin banyak kolaborasi tercipta antara kampus-industri. Kalau bisa, keduanya terlibat aktif di hilirisasi. (Nizam)
"Melalui kebijakan Merdeka Belajar untuk pendidikan tinggi, kami mendorong semakin banyak kolaborasi tercipta antara kampus-industri. Kalau bisa, keduanya terlibat aktif di hilirisasi,” ujarnya.
Nizam menambahkan, pihaknya telah mengembangkan platform Kedai Reka yang mempermudah perguruan tinggi dan industri bertemu saling membahas riset. Kemudian, keduanya bersama-sama mengembangkan hingga menjadi produk.
Rektor Universitas Airlangga Mohammad Nasih menyampaikan, untuk melaksanakan kebijakan Merdeka Belajar, pihaknya telah menciptakan beberapa program, misalnya lembaga sertifikasi profesi, kampus hijau, direktorat untuk pengembangan karier lulusan, dan penelitian bermakna.
Dia mengatakan, Universitas Airlangga menyambut baik delapan indikator kinerja utama (IKU) yang menjadi tolok ukur baru kualitas perguruan tinggi. Salah satu indikator adalah lulusan memperoleh pekerjaan layak. Indikator ini positif baik bagi institusi kampus maupun peserta didik.
Nasih berpendapat, pelaksanaan kebijakan Merdeka Belajar secara penuh akan membutuhkan waktu panjang. Kondisi pandemi Covid-19 seperti sekarang harus dimaknai sebagai periode transisi menuju realisasi utuh.
”Kondisi (pandemi) saat ini sulit baik bagi perguruan tinggi maupun industri. Alumni tetap bisa bekerja, kami sudah senang. Situasi sekarang mungkin bisa dioptimalkan mempersiapkan segala kebutuhan pendukung amanat kebijakan Merdeka Belajar,” katanya.
Dukung keselarasan
Ketua Umum Apindo Hariyadi B Sukamdani, saat dihubungi secara terpisah, memandang, penawaran insentif pengurangan pajak mendapat respons positif pelaku industri. Secara logika, penawaran itu dapat dipakai industri meningkatkan kapasitas sumber daya manusia untuk mengejar keluaran produktivitas yang tinggi.
”Kebanyakan industri yang relatif mengejar nilai tambah tinggi, seperti teknologi informasi, kesehatan, dan kimia, akan mengambil penawaran itu,” ujarnya.
Dari sisi manfaat jangka panjang, Hariyadi memperkirakan kebijakan Merdeka Belajar berdampak ke hubungan industrial dan mempercepat keterhubungan dan keselarasan (link and match).
Hariyadi mengaku belum mengecek detail jumlah perusahaan yang sudah mengambil penawaran insentif pengurangan pajak tersebut. Kalaupun ada perusahaan telah mengajukan insentif, saat ini mereka akan terkendala melanjutkan pembinaan sumber daya manusia ataupun riset dan penelitian karena sedang pandemi Covid-19.
”Sebelum ada pandemi Covid-19, Indonesia bermasalah soal lapangan kerja yang sedikit. Persoalan rendahnya penyerapan lulusan pendidikan tinggi belum terurai juga,” ujarnya.