Perguruan Tinggi Wajib Penuhi Delapan Indikator Pengukuran Kualitas
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merilis kebijakan Merdeka Belajar ”Transformasi Dana Pemerintah untuk Pendidikan Tinggi”. Kebijakan ini meliputi delapan indikator pengukuran kualitas dan tiga skema pendanaan.
Oleh
Mediana
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Untuk mendorong transformasi pendidikan tinggi, pemerintah menetapkan delapan indikator kualitas yang mesti dipenuhi oleh perguruan tinggi. Kedelapan indikator meliputi lulusan mendapat pekerjaan layak, mahasiswa memperoleh pengalaman, dosen berkegiatan di luar kampus, praktisi mengajar di dalam kampus, program studi bekerja sama dengan mitra kelas dunia, program studi berstandar internasional, serta kelas kolaboratif dan partisipatif.
Pemerintah juga mengembangkan tiga skema pendanaan, yakni insentif khusus bagi perguruan tinggi negeri (PTN), dana penyeimbang kontribusi mitra (matching fund), dana program kompetisi Kampus Merdeka (competitive fund).
Semua kebijakan tersebut terangkum dalam Merdeka Belajar Episode 6 ”Transformasi Dana Pemerintah untuk Perguruan Tinggi”. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim menerangkan bahwa Merdeka Belajar Episode 6 adalah kelanjutan dari Merdeka Belajar Episode 2 ”Kampus Merdeka”.
Saat ini, seluruh kalangan dihadapkan pada kondisi serba dinamis, pergeseran sosiokultural masyarakat, tren global, dan perubahan pasar kerja. Perguruan tinggi mau tidak mau harus memperhitungkan realitas itu. Kelahiran kebijakan Merdeka Belajar Episode 6 juga menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo.
Nadiem menegaskan, delapan indikator kualitas atau kinerja utama (IKU) pendidikan tinggi telah mengefisienkan banyak indikator yang mesti dicapai oleh kampus. Mulai saat ini, kampus diharapkan fokus kepada delapan IKU saja. Adanya penawaran tiga pilihan skema pendanaan berfungsi sebagai apresiasi untuk kampus.
Rangkaian kebijakan ini pada akhirnya menguntungkan mahasiswa. Saat memasuki dunia kerja, mereka menjadi tidak kaget karena selama kuliah memperoleh kelas kolaboratif, proyek, pengalaman lintas program studi, dan luar kampus. Peluang mereka terserap pasar kerja lebih besar dan bahkan punya keterampilan berwirausaha mandiri.
”Rangkaian kebijakan ini pada akhirnya menguntungkan mahasiswa. Saat memasuki dunia kerja, mereka menjadi tidak kaget karena selama kuliah memperoleh kelas kolaboratif, proyek, pengalaman lintas program studi, dan luar kampus. Peluang mereka terserap pasar kerja lebih besar dan bahkan punya keterampilan berwirausaha mandiri,” kata Nadiem dalam konferensi pers, Selasa (3/11/2020), di Jakarta.
Anggaran naik
Kemendikbud akan menaikkan total anggaran yang disalurkan kepada PTN dan perguruan tinggi swasta (PTS) sebesar 70 persen atau dari Rp 2,90 triliun pada tahun 2020 menjadi Rp 4,95 triliun pada 2021. Total anggaran Rp 4,95 triliun dialokasikan untuk skema matching fund (Rp 250 miliar), competitive fund (Rp 500 miliar), serta insentif khusus PTN, tambahan bantuan operasional PTN, dan bantuan pendanaan PTN badan hukum (Rp 1,3 triliun).
Nadiem menerangkan, pendanaan PTN saat ini terdiri dari alokasi dasar dan afirmasi. Dengan adanya kebijakan Merdeka Belajar Episode 6, pendanaan PTN akan memperoleh tambahan skema insentif khusus. Insentif diberikan berdasarkan ukuran ketercapaian IKU.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Nizam mengatakan, status PTN terdiri dari kelompok badan hukum, satuan kerja, dan badan layanan umum. PTN yang berhasil meningkatkan atau memenuhi IKU akan memperoleh tambahan dana sesuai status masing-masing.
”Kami tidak membedakan fokus perguruan tinggi, baik riset maupun bukan. Tujuan akhir IKU adalah kualitas keluaran. Setiap kelompok status PTN akan saling bersaing sesuai kelompoknya sehingga kami rasa kebijakan ini sudah adil,” ujarnya.
Untuk skema matching fund, Nadiem menjelaskan peruntukannya bagi PTN dan PTS. Semakin tinggi nilai manfaat atau inovasi yang dihasilkan, dana yang dikucurkan bagi perguruan tinggi dan mitra semakin besar. Dia lantas mencontohkan beberapa bentuk kemitraan penelitian yang berpotensi menerima matching fund. Salah satunya adalah infrastruktur 5G yang dirancang kampus dan pembangunannya dikelola oleh mitra industri.
”Kami menciptakan platform Kedai Reka guna memudahkan perguruan tinggi dan mitra bertemu, lalu saling membahas proposal topik kemitraan,” katanya.
Adapun skema competitive fund diperuntukkan bagi PTN dan PTS. Skema ini diharapkan merangsang kampus mewujudkan misinya, selain mencapai IKU. Contoh aspirasi kampus yang berpeluang menerima skema pendanaan itu adalah program magang satu semester di perusahaan berkelas dunia dengan pembimbing profesional.
Serupa dengan mekanisme pencairan skema insentif khusus PTN, Kemendikbud juga membuat pengelompokan perguruan tinggi berdasarkan jumlah mahasiswa. Ini bertujuan menjaga ”persaingan” tetap adil.
Direktur Utama PT Paragon Technology Indonesia Salman Subakat menyambut baik dikeluarkannya kebijakan Merdeka Belajar Episode 6. Kebijakan ini melampaui ekspektasi pelaku industri. Skema matching fund, khususnya, telah ditunggu riset kolaborasi industri-perguruan tinggi.
Keniscayaan
Guru Besar Universitas Katolik Soegijapranata Budi Widianarko, saat dihubungi terpisah, berpendapat, kebijakan Merdeka Belajar Episode Kampus Merdeka semakin membawa keniscayaan terhadap perjumpaan lintas bidang ilmu dan ilmu pengetahuan yang multipolar. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan dan teknologi bukan hanya berpusat di perguruan tinggi.
Keniscayaan tersebut telah lama disadari oleh komunitas sivitas akademika. Namun, kekakuan struktur dan implementasi kurikulum perguruan tinggi jadi penghalang. Kebijakan yang digagas Kemendikbud sekarang mendobrak kekakuan tersebut.
Budi memandang, konsekuensi berikutnya dari kebijakan Merdeka Belajar adalah kampus-kampus harus terus berbenah diri untuk meningkatkan relevansi program dengan dunia nyata. Pada saat bersamaan, konsekuensi bagi industri yaitu mereka harus lebih akomodatif terhadap program kerja sama yang diajukan kampus.
Menurut dia, kebijakan Merdeka Belajar untuk pendidikan tinggi terkesan mengakomodasi hak mahasiswa. Namun, bagi Budi, motif nyata di balik kebijakan itu adalah perhubungan dan kecocokan (link and match) suplai lulusan dengan permintaan industri.
”Padahal, hakikat utama perguruan tinggi adalah rumah belajar atau tempat berlangsungnya transformasi manusia,” kata Budi.
Sistem
Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) Reini Djuhraeni Wirahadikusuma berpendapat, perguruan tinggi punya tridharma yang mesti dipenuhi. Dua di antaranya pengabdian masyarakat dan penelitian yang penting.
”Bukan berarti delapan IKU tidak penting. Kampus juga tetap harus fokus kepada penelitian dan pengabdian masyarakat tersebut,” katanya.
Reini menerangkan, upaya penelitian dan pengabdian masyarakat selama ini cenderung terakomodasi oleh Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional. Oleh karena itu, kedua kementerian perlu bersinergi kuat.
Dengan adanya kebijakan Merdeka Belajar, dia mengatakan, perguruan tinggi harus membangun sistem dan subsistem untuk mendukung. Tujuannya agar pencapaian delapan indikator bisa berlangsung berkelanjutan.