Persoalan Sinergi Masih Jadi Kendala Perbaikan Mutu Pendidikan
Mutu lulusan pendidikan menjadi syarat menghadapi industri 4.0 dan era selanjutnya. Kesadaran ini perlu diwujudkan dalam sinergi kebijakan lintas kementerian dan lembaga.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mutu pendidikan sumber daya manusia menjadi kunci menghadapi perubahan lanskap industri masa depan. Akan tetapi, hingga sekarang, kementerian dan lembaga belum bersinergi memperhatikan urusan tersebut.
Kepala Bidang Kajian Strategis Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Tiongkok Achyar Al Rasyid, dalam webinar Peran dan Eksistensi Pemuda untuk Negara dalam Mempersiapkan Revolusi Industri 5.0, Sabtu (31/10/2020), di Jakarta, mengatakan, sejumlah negara telah mulai menerapkan Industri 4.0. Tahun lalu, publik dihebohkan dengan konsep ”Masyarakat 5.0” yang diperkenalkan Jepang. Sebagian menganggap konsep itu berarti melampaui implementasi Industri 4.0.
Mengutip Forbes melalui artikel ”What is Industry 4.0? Here’s A Super Easy Explanation for Anyone” (2 September 2018), implementasi Industri 4.0 ditandai dengan komputer terhubung dan berkomunikasi satu sama lain menggunakan internet sehingga menghasilkan keputusan. Dukungan mesin pintar guna mendapatkan akses ke lebih banyak data dan informasi.
Dalam Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Davos, Swiss, Januari 2019, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe menyampaikan visi ”Masyarakat 5.0” yang mensyaratkan penyimpanan dan tata kelola data tanpa batas negara. Digitalisasi bukan hanya menyasar manufaktur, melainkan juga semua sektor industri dan bidang kehidupan.
Achyar memandang kaum muda perlu berpikir lebih maju. Mereka perlu memikirkan upaya pengembangan kualitas diri dan risiko-risiko sumber daya manusia dari penerapan Industri 4.0 ataupun Masyarakat 5.0.
Atase Pendidikan Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk China dan Mongolia Yaya Sutarya mengakui, implementasi Industri 4.0 belum dilakukan secara penuh di Indonesia meski berbagai kebijakan pemerintah telah diarahkan ke penerapan itu. Salah satu kendala krusial Indonesia terletak pada kondisi mutu lulusan pendidikan.
Sebagai gambaran, jumlah lulusan SD mencapai sekitar 25,23 juta orang. Lulusan SMP tercatat sekitar 9,98 juta orang, SMA 4,8 juta orang, dan SMK 5 juta orang. Berdasarkan data tersebut, dia menduga masih banyak lulusan SD tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP.
Program tersebar
Program kepemudaan di Indonesia tersebar di pemerintah pusat, masyarakat, pemerintah daerah, dan swasta. Dia memperkirakan sekitar 18 kementerian dan lembaga mempunyai program kepemudaan yang berbeda-beda.
Anggaran pendidikan tidak seluruhnya dipegang oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Pada postur anggaran tahun 2020, misalnya, total alokasi mencapai Rp 547,8 triliun. Dana ini meliputi transfer daerah dan dana desa (Rp 284,5 triliun), pengeluaran pembiayaan (Rp 75,4 triliun), kementerian/lembaga dan bagian anggaran bendahara umum negara (Rp 64,5 triliun), Kementerian Agama (Rp 52,7 triliun), serta Kemendikbud (Rp 70,6 triliun).
”Realitas tersebut memengaruhi keluaran sumber daya manusia, seperti daya saing dan mutu. Pengangguran kelompok usia muda menjadi permasalahan berikutnya,” ujarnya.
Yaya berharap para diaspora muda di luar negeri bisa ikut membantu mengatasi permasalahan tersebut. Apabila diaspora bersangkutan masih menempuh studi, dia menyarankan agar tetap berinovasi, menjalin jejaring, dan mencari pengalaman sebanyak-banyaknya. Ketika lulus dan pulang ke Tanah Air, diaspora itu membawa solusi.
Wakil Ketua Siberkreasi Romzi Ahmad mempunyai pendapat senada. Diaspora muda di luar negeri semestinya mempunyai pengalaman yang bisa dipakai sebagai materi menciptakan solusi. Artinya, diaspora juga harus mempunyai dampak ke Tanah Air.
Dia juga sependapat dengan Yaya terkait kebijakan kepemudaan dan pendidikan yang masih menyebar di lintas kementerian/lembaga. Menurut dia, hal yang dibutuhkan sekarang adalah sinergi.
Kompetensi manusia amat diperhitungkan. Kompetensi itu diperoleh dari pendidikan. (Romzi Ahmad)
”Industri 4.0 ataupun konsep Masyarakat 5.0 memiliki konsekuensi terhadap kehidupan manusia. Keduanya mengedepankan digitalisasi dan digitasi berbagai sektor kehidupan. Kompetensi manusia amat diperhitungkan. Kompetensi itu diperoleh dari pendidikan,” katanya.