Merayakan Kembali Keagungan Perjuangan Diponegoro
Bertepatan dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda, Museum Nasional menyelenggarakan pameran pusaka Pangeran Diponegoro, Pamor Sang Pangeran. Pameran ini juga berfungsi memeriahkan Pekan Kebudayaan Nasional 2020.
Pamor itu penanda perjalananmu Tuan Pangeran
Pamor itu penanda guratan langkahmu Tuan Pangeran
Pamor itulah penanda perjuanganmu Tuan Pangeran
Kesabaranmu, ketekunanmu, dan ketakwaanmu,
mengalahkan kedholiman tongkat perjuanganmu Tuan Pangeran...
Kepala Museum Nasional Siswanto membacakan paragraf keempat puisi Pamor Sang Pangeran dengan suara tegas dan lantang, membuat para peserta yang hadir di ruang virtual pembukaan pameran pusaka Pangeran Diponegoro, Rabu (29/10/2020) malam, terkesiap bercampur takjub.
Siswanto melanjutkan membaca paragraf kelima sekaligus terakhir yang sekali lagi penuh penekanan. Dalam paragraf itu disebutkan bahwa putra dan putri penerus perjuangan bersumpah satu Tanah Air, bangsa, dan bahasa Indonesia. Pamor yang terukir berkat perjuangan Pangeran Diponegoro takkan terhapus.
Pameran koleksi pusaka Pangeran Diponegoro berlangsung di Museum Nasional pada 28 Oktober-26 November 2020 sebagai bagian memeriahkan Pekan Kebudayaan Nasional 2020. Pameran ini bertajuk Pamor Sang Pangeran, persis seperti judul puisi sambutan pembukaan pameran yang Siswanto bacakan.
Menurut dia, penekanan kata kesabaran, ketekunan, dan ketakwaan dalam puisinya menyiratkan pesan penting perjuangan Pangeran Diponegoro yang masih relevan untuk kondisi terkini.
Baca juga : Kisah Diponegoro Ajarkan Hidup Cinta Lingkungan
Sejarawan sekaligus kurator pameran Pamor Sang Pangeran, Peter Carey, menerangkan bahwa Pangeran Diponegoro adalah sosok kesatria yang rela mengorbankan harta, keluarga, dan jiwa raga untuk negeri. Hal tersebut tergambar dalam Babad Diponegoro.
Tugas penting itu, dia (Pangeran Diponegoro) maknai sebagai panggilan tak terhindar. (Peter Carey)
”Tugas penting itu, dia (Pangeran Diponegoro) maknai sebagai panggilan tak terhindar,” ujar Peter.
Siswanto mengatakan, pameran menggunakan sejumlah media baru untuk menambah daya tarik pengunjung. Kurator lainnya, Nusi Lisabilla Estudiantin, menjelaskan, pengunjung akan diajak menelusuri kisah kehidupan Pangeran Diponegoro dalam konsep dongeng melalui video mapping dan komik manga ala Jepang.
Pangeran Diponegoro juga tampil bersama kuda kesayangannya serta pusaka Kanjeng Kiai Gentayu berwujud hologram. Ada pula film animasi berjudul Diponegoro 1830 yang mengisahkan Pangeran Diponegoro sejak penangkapan di Magelang (28 Maret 1830) hingga diasingkan ke Manado (3 Mei 1830).
Tim kreatif dan kurator bekerja keras untuk menyatukan kekunoan dan kekinian sehingga bisa menarik pengunjung, terutama kaum muda.
Inti daya tarik pameran terletak pada foto-foto lukisan dan sketsa Diponegoro hasil karya seniman dalam kurun waktu 1807-2019, pusaka-pusaka yang pernah dirampas Belanda, dan Babad Diponegoro (1831-1832). Babad Diponegoro merupakan naskah klasik otobiografi yang ditulis pada awal pengasingan di Manado.
Pengunjung juga akan diperdengarkan kidung ”Rumekso Ing Wengi”. Kidung karya Sunan Kalijaga diyakini banyak kalangan sebagai ikhtiar tolak bala atau mengusir pagebluk atau pandemi.
”Jadi, di ruang pameran, pengunjung tetap kami berikan aura positif. Mereka bisa menikmati kidung itu sambil mencerna makna di balik perjuangan-perjuangan Pangeran Diponegoro,” ujar Nusi.
Selain makna perjuangan Pangeran Diponegoro, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hilmar Farid menilai, keunikan pameran terletak pada pusaka-pusaka Pangeran Diponegoro yang sempat tercecer penyimpanannya mulai berhasil dikumpulkan dan dipamerkan ke publik sebagai materi edukasi. Pengumpulan pusaka melalui proses panjang memakan waktu bertahun-tahun dimulai pada 7 Oktober 1977 dengan pusaka tombak Kanjeng Kiai Rondhan, pelana kuda Kanjeng Kiai Gentayu, dan payung kebesaran Diponegoro (payung berlapis prada). Kemudian, tongkat Kanjeng Kiai Cokro kembali ke Indonesia pada 5 Februari 2015. Terakhir, pada Maret 2020, Keris Kanjeng Kiai Nogo Siluman kembali ke Indonesia.
Untuk pertama kali, di pameran Pamor Sang Pangeran, publik bisa menyaksikan Keris Kanjeng Kiai Nogo Siluman.
”Pengembalian dari Belanda melalui riset berdasarkan prinsip asal-usul budaya atau provenance research. Proses ini melibatkan banyak sekali pihak, dari Pemerintah Belanda dan Indonesia. Pameran ini semacam mengumpulkan ’balung’ yang terpisah,” ujarnya.
Baca juga : Mengurai Kontroversi Keris Diponegoro Setelah 150 Tahun Dikuasai Belanda
Hilmar menambahkan, baru-baru ini telah terbentuk sebuah komite di Belanda yang berperan meneruskan pengembalian arsip ataupun pusaka bersejarah Indonesia. Tim dari Indonesia juga terlibat dalam provenance research. Proses ini diharapkan menjadi ajang pembelajaran warisan kekayaan budaya Indonesia.