Beban berlapis yang dihadapi perempuan selama masa krisis pandemi Covid-19 membuat perempuan berada dalam situasi sulit, termasuk mengalami gangguan kesehatan dan mental. Perhatian terhadap perempuan perlu ditingkatkan.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
Pandemi Covid-19 memberikan dampak sangat besar di berbagai sektor kehidupan di banyak negara, termasuk Indonesia. Bahkan, Covid-19 berpotensi mengancam atau mempertaruhkan keberhasilan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) bagi perempuan dan anak di Indonesia.
Selama pandemi Covid-19 berlangsung, perempuan adalah pihak yang paling merasakan dampak terberat dalam berbagai bidang. Bahkan, krisis Covid-19 memengaruhi kesehatan mental dan emosional perempuan. Pekerjaan rumah tangga serta kerja perawatan dan pengasuhan tak berbayar sebagai layanan dasar penting menjadikan perempuan memikul beban terberat selama pandemi Covid-19.
Situasi dan kondisi ini digambarkan dalam laporan UN Women berjudul ”Menilai Dampak Covid-19 terhadap Gender dan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia” yang disampaikan pada peluncuran laporan dan diskusi ”Dampak Covid-19 terhadap Gender di Indonesia”, Jumat (23/10/2020).
UN Women berkolaborasi dengan Indosat Ooredoo untuk mengumpulkan data terbaru mengenai dampak sosio ekonomi dari pandemi Covid-19 terhadap perempuan dan laki-laki, khususnya bagi kelompok rentan, seperti mereka yang berada di pekerjaan informal, yang sebagian besar berisiko kembali jatuh ke dalam kemiskinan.
Dalam presentasi yang disampaikan Sara Duerto Valero, Regional Advisor on Gender Statistics for Asia and the Pacific UN Women Regional Office for Asia and the Pacific (ROAP), dan Cecilia Tinonin, Gender Statistics Specialist UN Women ROAP, terungkap bagaimana situasi dan kondisi perempuan di masa pandemi jauh lebih berat daripada laki-laki.
Menurut Sara, dari Target 3 TPB, yakni kehidupan sehat dan sejahtera, laporan UN Women menemukan kesehatan perempuan secara tidak proporsional lebih mungkin mengalami peningkatan stres dan kecemasan sejak penyebaran Covid-19. Meskipun jumlah laki-laki yang meninggal karena virus korona lebih banyak, dampak terhadap kesehatan mental yang dirasakan perempuan lebih besar.
Perempuan Indonesia mengatakan tingkat kecemasan mereka meningkat dibandingkan dengan yang dialami oleh laki-laki. (Sara Duerto Valero)
Sebanyak 57 persen perempuan mengalami peningkatan stres dan kecemasan dibandingkan dengan 48 persen laki-laki. ”Perempuan Indonesia mengatakan tingkat kecemasan mereka meningkat dibandingkan dengan yang dialami oleh laki-laki. Kami juga menanyakan, misalnya apakah mereka sakit dari Covid-19? Dan kita melihat bahwa perempuan mengatakan mereka sebetulnya lebih sakit daripada laki-laki,” ujar Sara.
Kondisi tersebut terjadi karena perempuan lebih banyak mengurus dan merawat anggota keluarga yang sakit sehingga menambah beban pekerjaan rumah tangga yang memang sudah meningkat.
Memburuknya kesehatan mental perempuan secara tidak proporsional juga ditambah dengan kecemasan perempuan atas hilangnya pekerjaan dan pendapatan, serta efek pembatasan sosial terhadap kekerasan berbasis jender. ”Penghasilan dari usaha keluarga menurun drastis dan perempuan bergantung pada penghasilan laki-laki sehingga menimbulkan masalah mental dan emosional,” ujar Sara.
Selain Sara, Cecilia juga menguraikan berbagai dampak yang dialami perempuan dan pengaruhnya terhadap pencapaian TPB.
Perburuk ketimpangan jender
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati menyampaikan apresiasi kepada UN Women atas laporan survei tersebut. Laporan tersebut sebagai langkah progresif dalam menjawab tantangan yang muncul akibat pandemi Covid-19 yang terjadi di seluruh dunia, salah satunya terkait masih minimnya ketersediaan data mengingat dinamika di lapangan yang begitu cepat.
”Pandemi telah memperburuk ketimpangan jender yang ada pada diri perempuan yang sudah dihadapkan pada berbagai permasalahan sejak awal pandemi, seperti beban ganda, kehilangan mata pencarian, dan terpaksa menjadi tulang punggung keluarga hingga mengalami kerentanan menjadi korban kekerasan berbasis jender,” ujar Bintang Darmawati.
Pada sesi diskusi, sejumlah pembicara tampil memberikan tanggapan, yakni Iriantoni Almuna (Country Programme Manager UN Women Indonesia), Mike Verawati (Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia), IGAA Jackie Viemilawati (psikolog Yayasan Pulih), dan Hasnani Rangkuti (Kepala Subdirektorat Statistik Kesehatan dan Perumahan Badan Pusat Statistik).
Mike mengungkapkan, selain dampak-dampak yang dipaparkan dalam laporan UN Women, pandemi Covid-19 juga memberikan dampak yang membahayakan masa depan anak perempuan, yakni meningkatnya angka perkawinan anak di sejumlah daerah akibat tinggal lama di rumah dan terganggunya pendidikan selama masa pandemi.
Sementara itu, Jackie mengatakan, selama pandemi juga terjadi peningkatan kasus psikososial yang diterima Yayasan Pulih. Tidak hanya itu, kekerasan berbasis jender terhadap perempuan dan anak juga meningkat. Pada September 2020, ada sekitar 159 kasus psikososial yang ditangani Yayasan Pulih.
”Kesehatan mental sangat berkaitan dengan aspek psikologis seseorang,” ujar Jackie.