Jawa 01, Pesawat Pertama China, Bermesin Amerika, Sumbangan dari Jawa
Pesawat Jawa 01 dan armada pesawat tiruan Vought VE-7 yang dibiayai sumbangan dari Jawa menceritakan eratnya hubungan segitiga Pulau Jawa (Kepulauan Nusantara) dan China, serta Amerika Serikat pada 1930-an.
Oleh
Iwan Santosa
·5 menit baca
Meski berstatus negeri jajahan Belanda, dari Pulau Jawa di tahun 1934, dikumpulkan sumbangan uang yang digunakan untuk membangun pesawat tempur pertama China yang diberi nama Jawa 01. Pesawat tempur tersebut menggunakan mesin Pratt and Whitney buatan Amerika Serikat yang dikembangkan oleh para teknisi China yang banyak bekerja sama dengan Amerika Serikat.
Nouval Murzita yang mengkaji bahan-bahan dari Perpustakaan Nasional China di Beijing, China, menjelaskan, pesawat tempur itu mengadopsi pesawat tempur Vought VE-7 buatan Amerika Serikat yang pada tahun 1920-an dioperasikan sebagai pesawat pertama yang tinggal landas dari kapal induk (carrier based plane).
”Selebihnya persenjataan yang dipasang, main frame atau badan pesawat, kain sutra pelapis pesawat, dan lain-lain, dikembangkan sendiri oleh para teknisi China,” kata Nouval yang asli Aceh dan fasih berbahasa Mandarin.
Pemilihan jenis pesawat buatan Vought Industries memang tepat. Pada Perang Pasifik, Vought melahirkan pesawat tempur F4U Corsair yang di Indonesia dikenal dalam serial televisi Baa Baa Black Sheep. Baa Baa Black Sheep adalah skuadron tempur yang mengoperasikan Vought F4U Corsair dipimpin George ”Pappy” Boyington, seorang veteran penerbang ”The Flying Tigers” yang bertempur untuk Angkatan Udara China dalam perang melawan Jepang di China tahun 1940.
Dalam film tersebut, pesawat-pesawat tempur F4U Corsair beroperasi melawan pesawat tempur Mitsubishi A6M2 Zero Jepang di angkasa sekitar Kepulauan Solomon-Kepulauan Bougainville dan Papua Niugini. Kiprah Corsair berlanjut hingga masa Perang Korea 1950- 1953 dan menjadi salah satu pesawat andalan yang berpangkalan di kapal induk Angkatan Laut Amerika Serikat. Pesawat F4U Corsair yang dirilis tahun 1940 adalah pesawat tempur pertama Amerika Serikat yang mampu terbang dengan kecepatan di atas 400 mil per jam.
Hubungan dekat AS-China
Sejarah hubungan Amerika Serikat dan China memang menarik. Dalam laman airspacemag.com diceritakan sosok Feng Ru, Bapak Dirgantara China, yang mulai menerbangkan pesawat di Oakland, California, AS, tahun 1909, atau enam tahun setelah Wright bersaudara terbang perdana tahun 1903. Selanjutnya Feng Ru mengumpulkan berbagai bahan soal industri pesawat dari Wright, Glenn Curtiss, hingga pakar penerbangan Perancis, Henri Farman.
Ketika melakukan terbang pada Februari 1911, Feng Ru mendapat liputan New York Times tanggal 21 Februari yang memuji upayanya membangun pesawat sejenis Curtiss sayap ganda yang akan dikembangkan di Hong Kong dan Kanton (kini Guangzhou). Namun sayang, kesuksesan Feng Ru tidak berlangsung lama. Pada pertunjukan terbang Agustus 1912, dia tewas karena kecelakaan terbang dan dimakamkan dengan penghormatan militer. Feng dipuji oleh Presiden Republik China Dokter Sun Yat Sen.
Selanjutnya, insinyur aeronautika pertama Boeing Industry pun adalah Wong Tsu alias Wang Zhu (1893-1965), seorang perwira Angkatan Laut China yang menempuh pendidikan di Massachusetts Institute of Technology (MIT). Bahkan, Boeing Industry memasang plakat di Museum Penerbangan di kota Seattle, Washington, untuk mengenang Wong Tsu yang kelahiran Wuhan itu sebagai insinyur aeronautika pertama yang menjadi karyawan pabrikan pesawat kelas dunia itu.
Demikian pula dalam Perang Sino- Jepang tahun 1937-1945, beberapa pilot Ace—pilot kawakan dengan rangkaian kemenangan atas pilot Jepang—di China Air Force, adalah orang Tionghoa Amerika atau ”America Born Chinese” (ABC).
Lin Fu Yuan, kelahiran Oakland tahun 1890, adalah salah satu pilot andalan China. Mantan wartawan Chung Sai Yat Po (Mandarin: Zhong Xi Ri Bao) tahun 1917 pergi ke China dan membantu Dokter Sun Yat Sen menjadi Direktur Pemeliharaan di Sekolah Penerbang Guang Dong.
Pesawat Jawa 01
Menyusul agresi Jepang di China sejak tahun 1895, awal 1900-an dan insiden di Manchuria, September 1931, warga peranakan Tionghoa dan kaum Totok di Nusantara mengumpulkan dana dari tahun 1931- 1937 sebesar 5 juta fabi (mata uang Kuomintang), dan 200.000 dollar Hong Kong. Sebanyak 100.000 dollar Hong Kong disumbangkan untuk memperkuat Angkatan Udara China.
Tugas untuk membuat pesawat tempur buatan China diserahkan kepada Pabrik Perakitan dan Perbaikan Pesawat Nanjing, Maret 1933. Pabrik tersebut kemudian berganti nama menjadi Shoudu Hangong Gongchang–Capital Aerospace Industry. Generalissimo Chiang Kai Shek mengangkat Liu Jing Yi sebagai direktur. Liu Jing Yi adalah alumnus Universitas California dan Universitas Michigan, Amerika Serikat.
Liu Jing Yi mengajak Tian Pei Ye, lulusan teknik aeronautika Universitas Michigan dan pernah bekerja di McDonnell Douglas sebagai chief engineer. Pada Desember 1933, Liu Jing Yi dan Tian Pei Ye membuat blue print pesawat tempur dengan mencontoh produk sejenis dari Amerika Serikat.
Semula para perancang pesawat bermaksud memberikan nama Ba Qiao—atau Batavia Hua Qiao—untuk menghormati sumbangan dari perantauan Tionghoa di Batavia. Namun, mengingat sumbangan atas pembangunan pesawat tersebut secara umum berasal dari penduduk Jawa, diputuskan untuk diberi nama Zhao Wa 01 atau Jawa 01.
Pesawat pemburu intai (reconnaissance fighter) tersebut terbang perdana tanggal 15 Agustus 1934 dan diberitakan dalam koran Da Gong Bao dengan judul ”Zizhi Feiji Chenggong, Keberhasilan Pesawat Buatan Sendiri” dan ada berita tambahan berbunyi: ”Suara untuk Menyelamatkan Tanah Air Sudah Mengudara, Jawa 01 Sudah Selesai, Membuktikan Kemampuan Produksi Rakyat Tiongkok”.
Menurut Nouval Murzita, total ada delapan pesawat sejenis Jawa 01 yang dibuat dan diserahkan ke Sekolah Penerbang Jian Qiao di kota Hangzhou, Provinsi Zhejiang. Pesawat tersebut digunakan sebagai pesawat latih bagi pilot Angkatan Udara China.
”Sebagian pesawat tersebut ada yang terlibat dalam pertempuran udara di kota Zhong Qing tahun 1938,” kata Nouval. Rangkaian pertempuran tersebut yang disebut ”Da Hong Zha” (Pengeboman Besar) yang dilakukan pihak Jepang, diabadikan Hollywood dalam film Air Strike yang dibintangi Bruce Willis, Liu Ye, Song Seung Heon, Nicholas Tse, dan Fan Bing Bing, menceritakan perlawanan Angkatan Udara China melawan pilot-pilot tempur dan pengebom Jepang.
Pesawat Jawa 01 dan armada pesawat tiruan Vought VE-7 yang dibiayai sumbangan dari Jawa tersebut menceritakan eratnya hubungan segitiga Pulau Jawa (Kepulauan Nusantara) dan China, serta Amerika Serikat pada 1930-an.