Membangun Nyali Berwirausaha dari Sekolah
Pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah masih tertinggal dibandingkan dengan industri berskala besar, apalagi yang terkait dengan kanal e-dagang. Salah satu hal yang bisa membalikkan keadaan yakni pendidikan.
Pelaksanaan pendidikan vokasi mendukung sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Namun, pengembangan pendidikan vokasi untuk menumbuhkan semangat kewirausahaan tersebut belum sepenuhnya dibarengi dengan kesadaran mengenai pentingnya teknologi digital dalam pembelajaran.
Badan Pusat Statistik pun mencatat tingkat pengangguran terbuka (TPT) sekolah menengah kejuruan (SMK) masih tertinggi meski tren menurun. Februari 2018, TPT SMK 8,92 persen. Februari 2019, TPT SMK 8,63 persen. Februari 2020, TPT SMK 8,49 persen. TPT menjadi indikator tenaga kerja tak terserap pasar kerja.
Berangkat dari realitas itu, sejumlah SMK berinisiatif menggeliatkan kembali semangat dari desa, oleh desa, dan untuk desa. Dengan wawasan ilmu pengetahuan, beberapa SMK berusaha melahirkan lulusan yang membantu desa berkembang, baik mandiri berwirausaha maupun berkolaborasi dengan masyarakat.
Namun, kesadaran mengoptimalkan teknologi digital untuk keperluan pembelajaran, implementasi produksi, dan distribusi produk masih rendah. ”Masih belum tersentuh 4.0. Kalau kesadaran berwirausaha, kami selalu tanamkan,” ujar Wakil Kepala SMK Bina Bangsa, Dampit, Malang, Jawa Timur, Thofan Firdaus, saat dihubungi, Minggu (20/9/2020).
Para siswa sekolah itu berasal dari delapan kecamatan di Lumajang dan Malang. Sekolah masih meraba konsep dan strategi penerapan teknologi digital pendukung revolusi industri keempat di pembelajaran. Menurut Thofan, wawasan berwirausaha ini dikuatkan dulu. Siswa dengan jurusan masing-masing mempunyai bekal ilmu dan mereka harus bisa mandiri.
Baca juga: Banyak Lulusan SMK Menganggur, Industri agar Lakukan Vokasi
Saat ini para siswa jurusan teknik kendaraan ringan memiliki tiga bidang jasa, yaitu cuci mobil dan motor, ganti oli dan servis ringan, serta spooring dan balancing. Jurusan komputer jaringan menawarkan jasa pemasangan Wi-Fi, servis komputer, dan percetakan buku.
Jurusan perbankan telah memiliki bank mini ”Arta Bisa” yang berkolaborasi dengan salah satu bank milik negara. Dari bank mini inilah siswa belajar langsung pekerjaan-pekerjaan perbankan. Bank mini sudah mempunyai kartu uang elektronik yang menunjang transaksi nontunai dan program pembiayaan lokal. Sekitar 10.000 warga menjadi nasabah tabungan masyarakat.
Sementara itu, jurusan welding mengembangkan beberapa usaha, seperti pembuatan teralis dan pagar. Adapun jurusan teknik alat berat sedang berencana membuka servis traktor bagi warga yang bekerja sebagai petani.
Semua usaha itu dikelola badan usaha milik sekolah. Masyarakat setempat terbantu. Siswa pun mempunyai contoh dan pengalaman mengelola usaha. ”Tidak berbondong-bondong ke kota dan tak semuanya terserap pasar kerja. Apalagi, desa asal tempat tinggal dan sekolah berdiri jadi tak terkelola,” tuturnya.
Kalaupun berjualan, sebagian besar mahasiswa piawai memakai media sosial untuk pemasaran. Salah satu produk sekolah yakni sepatu keamanan (safety shoes). Semula sepatu keamanan dibuat siswa sekolah itu karena letak SMK jauh dari kota sehingga menyulitkan siswa beli sepatu. Dengan menggandeng perajin alas kaki setempat, dipasarkan mulut ke mulut dan media sosial, sepatu buatan mereka dipasarkan sampai ke Batam.
Dampak Covid-19
Lain cerita dengan SMK Swasta Al Habibatain, Bumiayu, Jawa Tengah. Mohamad Rifai selaku kepala sekolah menuturkan, aparat desa mempersilakan pengelola sekolah menggunakan lahan sekitar untuk membantu warga dan alumni membuka usaha.
”Berawal dari curahan hati alumni yang menganggur. Kami tanya kompetensi apa yang masih dipunya bekal dari sekolah dulu. Kata mereka, tak banyak kompetensi bisa diserap pasar kerja,” tuturnya.
Baca juga: Jalan Terjal SMK Era Digital
Usaha pun dibuka. Jalan kecil menuju sekolah berdiri deretan lapak usaha. Alumni mempromosikan melalui pesan instan dan media sosial. Baru dua jenis aplikasi ini yang mereka kuasai. Mereka dipersilakan buka lapak di lahan yang disediakan dan menerima pesanan secara daring.
Aparat desa juga meminta alumni atau siswa memiliki keterampilan untuk mengajari warga desa. Misalnya, siswa jurusan teknologi informasi melatih pengoperasian aplikasi di komputer bagi warga desa setempat.
Rifai menyadari, pemahaman soal teknologi pendukung Revolusi Industri 4.0 masih prematur. Realitas kondisi yang ada saat ini, yakni alumni, siswa, dan warga desa bisa berwirausaha mandiri. Target utamanya, produk terjual dan kualitasnya bagus. Tidak lagi ada pengangguran yang memberatkan desa. Kalau bisa memaksimalkan media sosial dan laman pemasaran, itu menjadi nilai tambah.
”Intinya, kami dan aparat desa sepakat lulusan boleh berwirausaha atau membantu warga desa maju. Lahan sudah disediakan. Jangan sampai terus berurbanisasi ke kota, lalu malah pengangguran,” ujarnya.
Usaha pertanian
Sementara itu, SMK Negeri 1 Pacet, Cianjur, Jawa Barat, memanfaatkan teknologi digital untuk produksi sampai pemasaran produk. Pada awal berdiri tahun 2004, sekolah hanya memiliki lahan sekitar 2.000 meter persegi. Namun, kini, sekolah mempunyai lahan sekitar 4,5 hektar. Lahan tersebut sudah termasuk peruntukan pertanian dan pabrik.
Wakil Kepala SMK Negeri 1 Pacet Dede Ismail mengatakan, kompetensi utama sekolah adalah agrowisata. Ini sejalan dengan potensi lokal Pacet, yaitu pertanian dan pariwisata.
Jurusan pertanian yang terdiri dari budidaya tanaman dan pengolahan hasil telah memiliki tujuh green house. Fungsinya adalah tempat praktik sekaligus budidaya produk pertanian. Sistem pertanian memakai teknologi digital diterapkan, seperti penyiraman dan pengukuran kelembaban tanah secara otomatis.
Sejumlah alumnus kini menjual paket kebutuhan sayur-buah ke tempat usaha di sekitar Pacet. Pemesanan dilakukan secara daring, lalu mereka menawarkan pengantaran hasil pertanian. Bersama warga desa sekitar, beberapa siswa menjadi pemasok hasil pertanian milik mereka. Selama pandemi Covid-19, siswa berkolaborasi dengan warga desa memasarkan sayur dan buah sampai ke Jakarta dengan mengandalkan teknologi pemasaran.
Sementara untuk jurusan wisata, Dede menceritakan bahwa sekolah mempunyai Hotel Pendidikan dan kitchen factory guna memudahkan praktik siswa. Namun, layanan hotel sebanyak 19 kamar sering kali dibuka untuk umum yang pemasarannya melalui aplikasi perjalanan daring atau online travel application.
Multimedia
Kepala SMK Negeri H Moenadi Ungaran, Jawa Tengah, Setyono menuturkan, sekolah yang dia pimpin fokus pada agrobisnis dan multimedia. Lokasi sekolah dekat dengan pusat kota, tetapi wilayah sekitar masih terdapat pertanian potensial. Dia meyakini hasil tani bisa terkelola maksimal dengan bantuan teknologi.
Sebagai gambaran, irigasi lahan pertanian sekolah kini mulai digerakkan dengan teknologi otomasi. Kemudian, pemetaan lahan memanfaatkan pesawat tanpa awak. Sekolah juga mengajarkan kepada siswa untuk meminimalkan penggunaan pestisida dengan teknologi pengolah pupuk cair.
Di lahan sekolah seluas 100 meter persegi ditanami beberapa jenis sayur dan buah, seperti melon dan terung ungu. Sebelum ada pandemi Covid-19, hasil panen dipasarkan ke perkantoran sekitar sekolah. Sekolah berkolaborasi dengan Farmhill Semarang.
Baca juga: Relevansi Sekolah Kejuruan dengan Industri Perlu Diperkuat
Lahan lainnya seluas 4.000 meter persegi ditanami kacang panjang. Bibitnya diperoleh dari hasil kerja sama sekolah dengan PT Rajapilar Agrotama, perusahaan yang bergerak di bidang pembenihan.
Sekolah punya dua usaha pengolahan roti untuk masyarakat sekitar. Mekanisme penjualannya melalui prapesan daring. Ada dua desa bekerja sama dengan sekolah, seperti Desa Branjang di Ungaran Barat. Menurut Setyono, kerja sama menyangkut pemanfaatan lahan untuk budidaya.
”Profil lulusan kami beragam. Kebanyakan alumnus yang memutuskan wirausaha tetap bergerak di bidang budidaya hasil pertanian. Kami percaya bahwa teknologi menjadi kunci masa depan sehingga kami mengajarkan pula pemakaian teknologi tepat guna dan tak melulu teknologi pemasaran,” katanya.
Kolaborasi
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Wikan Sakarinto mengatakan, kabar SMK sebagai kontributor pengangguran tertinggi di Indonesia menjadi tantangan. Meski demikian, dia optimistis sejumlah SMK telah mengembangkan kurikulum yang diselaraskan dengan tren industri dan pasar kerja.
Bahkan, ada SMK yang aktif bekerja sama dengan pelaku industri. Hingga Mei 2020, sekitar 13.577 dari total 14.242 SMK di seluruh Indonesia telah bekerja sama dengan dunia usaha/dunia industri (dudi).
Untuk meningkatkan kerja sama, lanjut Wikan, Kemendikbud telah membentuk Forum Pengarah Vokasi sejak 15 Juli 2020. Forum ini berperan sebagai pengarah serta pemberi saran terkait tren industri dan pasar kerja. Harapannya, SMK dan satuan pendidikan vokasi lainnya bisa mempersiapkan diri.
Direktorat SMK Kemendikbud melalui kegiatan ”Kamp Kreatif Guru SMK Indonesia (KKGS) 2020” berupaya meningkatkan dan memeratakan mutu pembelajaran serta mengimplementasikan teknologi penunjang Revolusi Industri 4.0 dalam proses pembelajaran di SMK. KKGS 2020 sejatinya merupakan suatu bentuk kegiatan pelatihan melalui pembelajaran berbasis daring bagi guru SMK.
Kegiatan KKGS 2020 berlangsung selama April-Juni 2020. Direktorat SMK bekerja sama dengan perguruan tinggi, industri, SMK terkait, dan Southeast Asian Minister of Education Organization Center di Indonesia.
Topik pelatihan meliputi tata boga, perhotelan, bisnis daring dan pemasaran, produksi baju, benda terhubung internet (IoT), dan bisnis perikanan. Total peserta mencapai sekitar 4.070 orang atau sekitar 14 persen guru dari jumlah populasi dalam kompetensi keahlian yang relevan.
Sosialisasi
Head of Public Relations and Brand Activation Mekari Rieka Handayani berpendapat, edukasi menjadi salah satu poin utama dalam memajukan wirausaha untuk mengarah ke digitalisasi. Penyebaran informasi dan teknologi yang belum merata serta demografis Indonesia yang beragam menjadi tantangan utama yang harus dihadapi satuan pendidikan, pemerintah, dan dunia usaha/dunia industri.
Sebagai gambaran, Mekari adalah perusahaan penyedia jasa perangkat lunak atau software as a service (SaaS). Produknya mencakup mulai dari solusi bisnis berbasis komputasi awan untuk pengelolaan sumber daya manusia, keuangan, dan perpajakan. Untuk menyosialisasikan penggunaan produk sampai keuntungannya ke wirausaha, terutama berskala mikro, kecil, dan menengah, itu pun tak mudah.
”Masih banyak pertanyaan tentang apa saja pengaruh pemakaian teknologi komputasi awan ke akurasi pekerjaan dan wirausaha. Penggunaan teknologi berarti turut menggeser metode menjalankan usaha,” katanya.
Sebagai bentuk perhatian pada pendidikan, khususnya terkait digital di Indonesia, Mekari memiliki layanan edukasi bernama Mekari University yang hadir sejak 2018. Melalui Mekari University, perusahaan memberikan edukasi terkait pembelajaran aplikasi lunak ataupun wawasan profesional berbasis teknologi seputar pengelolaan sumber daya manusia, akuntansi, dan perpajakan.
Baca juga: Sertifikat Kompetensi Jadi Bekal Kerja Lulusan SMK
Mekari University telah bekerja sama dengan puluhan institusi pendidikan vokasi, profesional, pengguna, hingga mitra bisnis Mekari. Pada 2020, Mekari University meluncurkan platform belajar yang dapat diakses dengan mudah oleh profesional atau individu guna mendapatkan kursus singkat wirausaha serta pemanfaatan teknologi digital.
Banyak pertanyaan tentang pengaruh pemakaian teknologi komputasi awan ke akurasi pekerjaan dan wirausaha. Penggunaan teknologi berarti turut menggeser metode menjalankan usaha.
Pendiri Forum Peduli Pendidikan Pelatihan Menengah Kejuruan Indonesia (FP3MKI), Marlock, Minggu (18/10/2020), di Jakarta, menyebutkan, jumlah sekolah menengah kejuruan (SMK) di Indonesia mencapai sekitar 14.428 instansi. Jumlah ini mencakup SMK negeri dan swasta. Sekitar 80 persen SMK swasta terletak di perdesaan. Sejumlah tanah yang dipakai mendirikan sekolah merupakan milik desa.
Berangkat dari kondisi itu, dia memandang, SMK semestinya berperan besar memutar roda perekonomian desa, termasuk UMKM, sesuai dengan potensi desa. Teknologi digital berfungsi sebagai media yang memudahkan SMK mengakselerasi dukungannya. Sesuai dengan kebutuhan desa, setiap SMK bersama aparat desa bisa menyusun peta jalan digitalisasi. Dana transformasi ke digital dapat memanfaatkan anggaran pemerintah.
Menurut Wakil Ketua Umum Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anton J Supit, definisi vokasional serta esensi harus disepakati lebih dulu antara lembaga pendidikan, pelaku usaha, dan industri di Indonesia. Selama ini, di sejumlah negara, vokasional menganut 70 persen praktik di dunia usaha/dunia industri dan 30 persen pelajaran berhubungan dengan kompetensi mereka. Artinya, pelajaran umum semestinya selesai di jenjang SMP.
Di Jerman, misalnya, dalam implementasi vokasional, dunia usaha dan dunia industri memetakan kebutuhan. Para profesional di kompetensi tertentu ikut dilibatkan. Peraturan dan kebijakan terkait kebutuhan vokasional pun ada serta selalu dikembangkan. Tiap-tiap daerah di sana memiliki komite untuk mengurus. Membangun kultur seperti itu memerlukan waktu panjang.
”Satu institusi SMK bisa bermitra dengan puluhan dunia usaha/industri. Mereka keroyok satu SMK dan bersama membangun karena akhirnya lulusan yang dihasilkan bisa langsung terserap. Pola pikir yang harus dibangun yakni bukan yang terpenting tenaga kerja bisa masuk usaha/industri,” ujarnya.