Pelatihan Guru Penggerak Kemendikbud Mulai Bergulir
Sebanyak 2.460 peserta program Guru Penggerak angkatan pertama mulai mengikuti pelatihan, pendampingan, dan lokakarya
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -Sebanyak 2.460 orang peserta program Guru Penggerak angkatan pertama mulai mengikuti pelatihan, pendampingan, dan lokakarya selama sembilan bulan mendatang. Program Guru Penggerak bertujuan menghasilkan guru yang mampu memberikan pembelajaran yang berorientasi pada murid.
Selain itu, melalui program Guru Penggerak, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengharapkan muncul calon-calon pemimpin kepala sekolah pada masa mendatang. Program Guru Penggerak memiliki beberapa rangkaian seleksi, seperti penulisan esai, simulasi mengajar, dan wawancara.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Iwan Syahril, Kamis (15/10/2020), di Jakarta, mengatakan, jumlah guru yang lulus seleksi mencapai 2.800 orang dari 19.218 pendaftar. Pada angkatan pertama, pelatihan, pendampingan, dan lokakarya diikuti 2.460 orang. Sementara itu, sisa peserta lainnya yang berjumlah 340 orang, akan diikutkan dalam pelatihan, pendampingan dan lokakarya program Guru Penggerak angkatan kedua. Pembagian ini harus dilakukan karena jumlah pendamping di 56 kabupaten/kota sasaran belum sepenuhnya merata.
Kriteria umum bagi pengajar praktik atau pendamping program adalah guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, atau praktisi/akademisi/konsultan pendidikan yang telah menerapkan kepemimpinan pembelajaran. Bagi pendamping berlatar belakang guru, misalnya, mereka harus memenuhi persyaratan, seperti berpengalaman mengajar minimal 10 tahun.
Pendamping program diambil dari daerah sekitar tempat tenaga pendidik peserta program mengajar. Menurut Kemendikbud, seluruh proses seleksi peserta ataupun pendamping dilakukan melalui tim independen.
Guru penggerak juga harus mampu menghidupkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang salah satunya adalah pembelajaran berorientasi kepada murid.(Iwan Syahril)
"Pekerjaan di bidang pendidikan bukan sekadar membahas kurikulum, melainkan melahirkan generasi pembaru. Guru penggerak juga harus mampu menghidupkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang salah satunya adalah pembelajaran berorientasi kepada murid," ujar Iwan.
Mendikbud Nadiem Anwar Makarim menyampaikan, selama sembilan bulan pelatihan, pendampingan, dan lokakarya, peserta bisa saling membiasakan diri berdiskusi dengan pendamping. Di antara mereka dapat saling mengeksplorasi cara-cara baru mengajar.
"Setiap orang adalah guru sekaligus murid. Maka, saya harap semua peserta harus mau selalu berproses dan mau belajar," kata dia membuka pelatihan, pendampingan, dan lokakarya hari pertama.
Pertanyakan efektivitas
Pakar pendidikan yang juga anggota Badan Standar Nasional Pendidikan, Doni Koesoema A, secara terpisah memandang, efektivitas pendampingan selama sembilan bulan tergantung metode dan materi yang ada. Faktor lainnya yang menentukan adalah sisi guru peserta program.
Latar belakang guru peserta program Guru Penggerak penting ditelaah. Misalnya, kebenaran apakah guru yang lulus seleksi adalah tenaga pendidik yang pernah memperoleh pelatihan dari pemerintah atau belum sama sekali.
Menurut dia, seleksi pemimpin atau kepala sekolah semestinya bukan dari guru peserta Program Guru Penggerak, melainkan guru terbaik di sekolah itu dan didampingi perkembangannya secara berkelanjutan.
"Guru peserta Program Guru Penggerak yang diseleksi sekarang hanya akan memilih guru-guru yang baik, tetapi belum tentu paham manajemen sekolah," kata dia.
Satriwan Salim, Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) mengkhawatirkan adanya potensi tumpang tindih antara program Guru Penggerak dan Organisasi Penggerak. Apalagi, daerah-daerah sasaran programnya hampir sama. Oleh sebab itu, dia menyarankan agar pemerintah sebaiknya fokus ke satu program saja.
Kritik kedua berkaitan durasi pelaksanaan pelatihan, pendampingan dan lokakarya peserta program Guru Penggerak selama sembilan bulan. Durasi waktu tersebut dinilai terlalu lama, bahkan melebihi masa program pendidikan profesi guru.
Adapun, kritik ketiga menyangkut metode pelatihan yang terkesan mengharuskan peserta mempunyai gawai dan akses internet. Menurut Satriwan, metode itu kurang pas dengan tujuan awal program Guru Penggerak.