Perguruan Tinggi Butuh Panduan Penyesuaian Kurikulum
Melalui kebijakan Merdeka Belajar - Kampus Merdeka, mahasiswa berhak mengambil mata kuliah di luar prodi dan mengikuti kegiatan di luar kampus. Untuk mengakomodasi ini, penyesuaian kurikulum dibutuhkan.
JAKARTA, KOMPAS—Pemerintah menerbitkan panduan penyusunan kurikulum pendidikan tinggi untuk mendukung kebijakan Merdeka Belajar - Kampus Merdeka. Keberadaan panduan itu diharapkan mempermudah kampus dalam melakukan rekonstruksi dan penyesuaian kurikulum.
Panduan berbentuk buku dengan judul "Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi di Era Industri 4.0 untuk Mendukung Kampus Merdeka - Merdeka Belajar". diluncurkan, Jumat (9/10/2020), di Jakarta.
Buku panduan itu memiliki tujuh bab. Substansi penting menyangkut pedoman strategi, evaluasi kurikulum, dan contoh diagram rencana pembelajaran. Dalam buku panduan turut disertakan konten pedoman perkuliahan menggunakan model massive online open course atau MOOC. MOOC merupakan sistem pembelajaran berupa kursus daring secara besar - besaran dan terbuka.
Baca juga Perguruan Tinggi Mengembangkan Kuliah Daring Terbuka
"Kurikulum bukan lagi kumpulan pengalaman mahasiswa menemui dosen. Kurikulum adalah seluruh rangkaian kegiatan dan pengalaman mahasiswa baik di dalam mapun luar kampus. Kita sekarang berada dalam revolusi industri keempat, sehingga pola pikir perguruan tinggi semestinya ikut berubah," ujar Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Nizam.
Dia meyakini, kebijakan Merdeka Belajar - Kampus Merdeka mampu menjawab tantangan perubahan zaman. Mahasiswa perlu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, bisa mengembangkan keterampilan, kaya pengalaman, dan kecerdasan emosional. Perguruan tinggi menjadi jembatan transisi mahasiswa ke dunia kerja sesungguhnya.
Merdeka Belajar-Kampus Merdeka terdiri dari empat penyesuaian kebijakan di lingkup pendidikan tinggi. Salah satunya adalah mahasiswa berhak mengambil satu semester atau setara 20 satuan kredit semester (SKS) di luar prodi pada kampus sama. Lalu, paling lama dua semester atau setara 40 SKS belajar pada prodi sama di perguruan tinggi berbeda, pembelajaran pada prodi berbeda di perguruan tinggi berbeda, dan/atau pembelajaran di luar perguruan tinggi.
Pembelajaran di luar perguruan tinggi meliputi, antara lain magang atau praktik kerja di industri atau organisasi, pertukaran pelajar, dan pengabdian masyarakat.
Kebijakan itu tertuang pasal 18 Peraturan Mendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Pemenuhan masa dan beban belajar bagi mahasiswa program sarjana atau sarjana terapan dapat dilaksanakan dengan dua cara.
Pertama, mahasiswa mengikuti seluruh proses pembelajaran dalam program studi pada perguruan tinggi sesuai masa dan beban belajar. Kedua, mengikuti pembelajaran di dalam program studi untuk memenuhi sebagian masa dan beban belajar dan sisanya mengikuti proses pembelajaran di luar program studi.
Belum semua
Tim Ahli Pengembangan Kurikulum Pendidikan Tinggi Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdikbud, Syamsul Arifin, menyebutkan perguruan tinggi di Indonesia mencapai sekitar 4.700 instansi. Sebagian besar perguruan tinggi membutuhkan panduan penyesuaian kurikulum agar bisa mengimplementasikan kebijakan Merdeka Belajar - Kampus Merdeka.
"Ketika kebijakan diluncurkan Januari 2020, ada perguruan tinggi langsung paham, segera menyesuaikan (kurikulum), dan kini mulai diterapkan. Namun, jumlahnya tak banyak," ujarnya.
Baca juga Kampus Merdeka
Menurut Syamsul, mahasiswa berhak belajar di prodi sama di perguruan tinggi lain sebenarnya bukan hal baru. Apalagi, praktik pertukaran mahasiswa mengikuti pembelajaran di luar kampus di luar negeri. Beberapa perguruan tinggi melakukannya. Namun praktik seperti itu dulu tidak ada aturan konversi SKS. Kebijakan Merdeka Belajar - Kampus Merdeka memungkinkan kejadian tersebut tidak terulang.
Belum siap
Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) Jamal Wiwoho memandang, masih banyak penyelenggara pendidikan tinggi hingga sekarang tergagap - gagap atau belum siap melaksanakan kebijakan Merdeka Belajar - Kampus Merdeka.
"Kalau mengelola infrastruktur untuk mengakomodasi hak mahasiswa mengambil prodi lain di kampus sama, itu mudah. Potensi kesulitan terjadi ketika mahasiswa ingin belajar di prodi sama, tetapi beda institusi perguruan tinggi," ungkapnya.
Namun, Jamal mengakui ada perguruan tinggi sigap menindaklanjuti kebijakan Merdeka Belajar - Kampus Merdeka. Misalnya, lekas menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi dalam negeri dan asing.
Ketika kebijakan diluncurkan Januari 2020, ada perguruan tinggi langsung paham, segera menyesuaikan (kurikulum), dan kini mulai diterapkan. Namun, jumlahnya tak banyak.
Bagi perguruan tinggi yang tergabung di MRPTNI, urusan tata kelola infrastruktur lebih mudah. Sekitar 80 dari 122 perguruan tinggi negeri tergabung di MRPTNI. Masing - masing rektornya sudah bisa langsung kerja sama. Di antara mereka juga telah bertukar pikiran penyesuaian kurikulum.
"Konsolidasinya lebih cepat, meski belum sampai pembicaraan detail teknis keuangan," kata Jamal.
Rata - rata perguruan tinggi, terutama negeri, yang berpartisipasi di program Pertukaran Mahasiswa Tanah Air Nusantara-Sistem Alih Kredit dengan Teknologi Informasi (Permata - Sakti) mulai menyesuaikan kurikulum.
Baca juga Kebijakan Kampus Merdeka Akan Didukung Insentif Anggaran
Direktur Eksekutif Yayasan Sukma Ahmad Baedowi menilai, implementasi kebijakan itu membutuhkan penyederhanaan atau pengurangan mata kuliah di masing - masing prodi. Caranya yakni melalui pengkajian kurikulum antar prodi.
Setiap mata kuliah ditujukan untuk mendahulukan aspek aplikatif daripada teoritis. Kaji kurikulum dibutuhkan secara komprehensif dengan proses yang benar.
"Permasalahannya, tidak semua dosen di Indonesia memiliki keterampilan mengkaji kurikulum. Kebijakan Merdeka Belajar - Kampus Merdeka berorientasi pada mutu. Kita tidak bisa hanya menuntut mutu lulusan, tetapi dosennya tak memiliki keterampilan di bidang manajemen kurikulum," kata Ahmad.
Kompetisi
Menurut dia, kebijakan Merdeka Belajar - Kampus Merdeka akan menguntungkan mahasiswa yang ingin menambah wawasan dan kompetensi. Di sisi lain, kebijakan itu mendorong antarperguruan tinggi berkompetisi mutu.
Sebagai gambaran, mahasiswa akan mau belajar di prodi sama di institusi perguruan tinggi lain yang mempunyai catatan positif, salah satunya dilihat dari akreditasi. Kenyataannya, kondisi akreditasi institusi penyelenggara perguruan tinggi ataupun prodi di Indonesia beragam. Dari sekitar 4.700 institusi perguruan tinggi, kurang dari 100 diantaranya terakreditasi A.
Mengenai isu akreditasi, Ahmad memandang Kemdikbud semestinya memiliki sistem penilaian yang baku untuk menetapkan setiap perguruan tinggi sudah atau belum memberlakukan sistem evaluasi berkelanjutan.