Kumpulan puisinya selalu berusaha mempertanyakan suatu perkara dengan gigitan humor yang cerdas, dan enggan menerima begitu saja ajaran atau keyakinan apapun.
Oleh
HERLAMBANG JALUARDI
·3 menit baca
STOCKHOLM, KAMIS—Akademi Swedia menetapkan penyair berkebangsaan AS, Louise Glück sebagai penerima hadiah Nobel Sastra 2020 pada Kamis (8/10/2020) siang di Stokholm, Swedia. Terakhir kali bidang puisi meraih penghargaan bergengsi ini terjadi pada 2011 silam untuk penyair Swedia, Tomas Tranströmer.
Pengumuman pemenang hadiah Nobel Sastra pada tahun ini berlangsung dalam kondisi luar biasa. Anders Olsson, anggota Akademi Swedia, menyampaikan pandangan komite di hadapan segelintir wartawan yang duduknya saling berjauhan, mematuhi protokol kesehatan. Selain itu, institusi Nobel Sastra tengah didera skandal dan kontroversi sejak 2017.
“Suara puitiknya, tak bisa disangkal, mengubah hal individual menjadi universal, dengan cara yang demikian sederhana,” kata Olsson dalam pidato sekitar 10 menit, yang disiarkan melalui situs resmi, nobelprize.org.
Puisi gubahan Glück, kini berusia 77 tahun, mengayun pada tema-tema individu seperti masa kanak-kanak dan keluarga, yang kerap diramu dengan bumbu mitologi Yunani dan Romawi. Gaya tersebut mewarnai tak kurang dari 12 kumpulan puisi, seperti The Triumph of Achilles (1985), The Wild Iris (1992), dan Faithful and Virtuous Night (2014).
Glück pernah menulis puisi panjang berjudul “Oktober” (2004) sepanjang satu buku merespons serangan teroris di New York, 11 September 2001. Puisi itu terbagi dalam enam bagian, yang menjelajahi aspek trauma dan penderitaan dalam balutan mitologi Yunani kuno.
Buku-buku kumpulan puisinya selalu berusaha menggugat suatu perkara dengan gigitan humor yang cerdas
“Buku-buku kumpulan puisinya selalu berusaha menggugat suatu perkara dengan gigitan humor yang cerdas. (Puisi Glück) tak ubahnya (karya) Emily Dickinson yang tak pernah mau menerima begitu saja ajaran atau keyakinan apapun,” lanjut Olsson.
Olsson mengonfirmasi telah berbicara dengan Glück perihal kemenangannya. “Menurut saya, dia terkejut mendengarnya, dan bisa menerima (keputusan ini). Pagi tadi saya bicara dengannya,” kata Olsson.
Glück adalah penyair kelahiran New York, AS, 77 tahun lalu. Profesor bahasa Inggris di Universitas Yale ini mengeluarkan debutnya dengan kumpulan puisi berjudul Firstborn (1968). Dengan karya itu, Glück langsung dianggap sebagai salah satu tokoh penting dalam kancah literatur modern AS.
Sepanjang karirnya, Glück yang juga menulis prosa ini telah meraih berbagai penghargaan. Dia menerima Hadiah Pullitzer atas buku The Wild Iris pada tahun 1993. Karya terakhirnya, Faithful and Virtuous Nights (2014) diganjar National Book Awards di tahun yang sama. Presiden AS Barrack Obama memberinya medali National Humanities di tahun 2016.
Glück menjadi perempuan ke-16 yang mendapat hadiah Nobel Sastra. Terakhir kali sastrawan perempuan AS dianugerahi Nobel Sastra adalah Toni Morrisson pada 1993. Sebelumnya, sastrawan Polandia Olga Tokarczuk yang menerima hadiah ini di tahun 2018, yang baru diserahkan tahun 2019 karena gonjang-ganjing di tubuh Akademi Swedia.
Penganugerahan pada 2018 ditunda karena banyak anggota Akademi Swedia mengundurkan diri, menyusul terkuaknya skandal pemerkosaan yang dilakukan Jean-Claude Arnault, suami dari salah satu anggota Katarina Frostenson. Katarina pun mengundurkan diri setelah dianggap membocorkan nama pemenang.
Akibatnya, penganugerahaan untuk tahun 2018 baru terlaksana pada 2019. Pemenang tahun itu, sastrawan Austria Peter Handke pun tak lepas dari kontroversi. Dia dianggap pendukung penjahat perang Slobodan Milosevic.
Björn Wiman, editor budaya koran Swedia Dagens Nyheter, mengatakan penentuan peraih penghargaan tahun ini penting untuk memulihkan kredibilitas penyelenggara, alias bermain aman “Mereka akan memberi penghargaan untuk penulis perempuan, bukan dari Eropa, dengan kepribadian dan padangan politik yang berlawanan dengan gaya Handke,” kata Wiman seperti dilansir The Guardian.
Glück dijadwalkan menerima Hadiah Nobelnya sebesar 10 juta Krona Swedia (sekitar Rp 16,5 miliar) dalam sebuah seremoni di Stokholm pada 10 Desember mendatang. Namun seremoni tatap muka di tahun ini dibatalkan karena pandemi Covid-19. Sebagai gantinya, seremoni dilakukan melalui medium televisi.