Menumbuhkan Kepedulian Sosial Siswa lewat Platform Daring
Kesempatan siswa belajar tentang kepedulian sosial terhambat karena sistem belajar jarak jauh. Kini, kepedulian sosial bisa ditanam dan dipupuk secara daring.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menumbuhkan kepedulian sosial jadi bagian penting dari pembelajaran siswa di sekolah. Namun, pandemi dan pembelajaran jarak jauh menghambat proses belajar itu. Platform daring pun jadi alternatif menumbuhkan kepedulian sosial siswa.
Menurut data Sekretariat Nasional Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, ada lebih dari 68 juta siswa yang belajar dari rumah per 27 Mei 2020. Pembelajaran jarak jauh (PJJ) tidak hanya mendisrupsi cara belajar, tapi juga membatasi siswa dalam melakukan kegiatan sosial.
Kepala SMA Budi Cendekia Islamic School di Depok, Jawa Barat, Jayus Riyadi, mengatakan, sekolahnya telah melaksanakan PJJ sejak Maret 2020 akibat pandemi. Kondisi itu dinilai tidak ideal bagi siswa untuk melakukan layanan komunitas (community service). Padahal, layanan komunitas adalah salah satu aspek penilaian akhir semester.
”Layanan komunitas selama ini dilakukan dengan banyak cara, seperti pelayanan ke masjid, panti jompo, dan panti asuhan. Kami percaya bahwa siswa tidak hanya perlu cerdas secara akademis, tapi juga secara sosial,” kata Jayus melalui pertemuan virtual, Kamis (8/10/2020).
Format layanan komunitas kini berubah. Jayus mengatakan, layanan komunitas dilaksanakan melalui Social Fair Day, yakni kegiatan sosial daring yang diinisiasi oleh Campaign.com. Kegiatan tersebut berlangsung di awal Oktober 2020 dan diikuti lebih dari 250 siswa.
Siswa mengikuti Social Fair Day melalui aplikasi Campaign #ForChange. Di aplikasi itu, siswa bisa mengikuti beragam program sosial kemudian berpartisipasi lewat sejumlah aksi. Siswa yang berhasil menyelesaikan suatu program akan diberi sertifikat elektronik.
CEO Campaign.com William Gondokusumo mengatakan, ia bekerja sama dengan lebih dari 850 komunitas yang bergerak di beragam bidang. Komunitas itu yang kemudian membuat program sosial daring. Ia berharap agar platformnya bisa jadi media bagi siswa untuk mengenal isu-isu sosial.
Menumbuhkan kepedulian sosial bisa dengan banyak cara sekarang. Tapi, itu semua kini tergantung pada media yang ada, baik ponsel, laptop, maupun sambungan internet
Ketua program Social Fair Day Ahmad Aziz mengatakan, ada empat isu besar yang dikenalkan ke siswa saat ini. Keempatnya adalah isu pendidikan, lingkungan, kesehatan, dan kesetaraan.
”Potensi anak muda sebagai agen perubahan itu sangat besar. Belum lagi, demografi anak muda di negara kita kian besar. Kami harap bisa bekerja sama dengan institusi pendidikan untuk mengenalkan isu sosial ke anak muda,” kata Aziz.
Sementara itu, Indonesia kini didominasi penduduk berusia muda. Indonesia diproyeksikan mencapai puncak bonus demografi pada 2021-2022. Saat itu, penduduk berusia produktif (15-64 tahun) akan lebih besar dibandingkan penduduk tidak produktif, yaitu anak-anak (<15 tahun) dan lansia (>65 tahun). Bonus demografi diperkirakan berakhir pada 2037.
Saat dihubungi terpisah, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo mengatakan, siswa perlu dibekali keterampilan berpikir dan keterampilan bersikap di sekolah. Keduanya penting dalam pembelajaran. Namun, dari keduanya, porsi pengajaran keterampilan bersikap lebih dominan.
”Keterampilan bersikap mencakup banyak hal, seperti kepedulian sosial, berakhlak mulia, dan berutur kata baik. Ini penting agar siswa bisa belajar jadi pribadi yang mandiri dan bertanggung jawab. Jika mereka cerdas berpikir tapi tidak cerdas bersikap, kecerdasannya menjadi tidak berarti,” kata Heru.
Ia menambahkan, PJJ menghambat proses belajar keterampilan bersikap, termasuk kepedulian sosial. Jika dibiarkan berlarut-larut, sikap apatis bisa tumbuh di diri siswa.
”Menumbuhkan kepedulian sosial bisa dengan banyak cara sekarang. Tapi, itu semua kini tergantung pada media yang ada, baik ponsel, laptop, maupun sambungan internet,” katanya.