Manfaatkan Masa Belajar dari Rumah dengan Membaca Buku
Membudayakan literasi pada ranah pendidikan memerlukan kolaborasi. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di masa pandemi Covid-19, pembelajaran jarak jauh bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan minat baca pada anak di rumah sebagai pintu masuk membangun budaya literasi. Dengan kemampuan membaca yang bagus, literasi dasar lainnya, termasuk literasi keuangan, bisa dikembangkan.
Untuk membangun budaya literasi, pemerintah perlu berkolaborasi lintas kementerian atau lembaga, pegiat literasi, akademisi, dunia usaha, dan organisasi masyarakat. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, melalui Gerakan Literasi Nasional, mengembangkan beberapa literasi dasar, meliputi baca tulis, numerasi, sains, digital, finansial, budaya, dan kewargaan.
Demikian benang merah webinar KompasTalks yang diadakan Harian Kompas bekerja sama dengan Prudential bertajuk ”Literasi Anak Jadi Awal Kesejahteraan Indonesia”, Selasa (6/10/2020), di Jakarta. Diskusi itu dihadiri Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Samto dan Presiden Direktur Prudential Indonesia Jens Reisch.
Menurut Samto, literasi jadi fondasi bagi rakyat Indonesia di abad ke-21 untuk bertahan. Jadi, literasi dasar penting dikuasai anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. ”Literasi tak hanya bisa membaca, tetapi juga paham konteks apa yang dibaca dan memanfaatkan kecakapan membaca untuk meningkatkan mutu hidup. Ini harus dimulai sejak usia anak,” ujarnya.
Namun, angka loss learning atau kerugian pembelajaran karena pandemi Covid-19 diperkirakan 30-40 persen. Karena itu, Kemendikbud menyusun modul literasi bagi siswa dan orangtua. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud mengembangkan program bantuan bacaan.
Literasi tak hanya bisa membaca, tetapi juga paham konteks apa yang dibaca dan memanfaatkan kecakapan membaca untuk meningkatkan mutu hidup.
Pegiat literasi yang juga Pendiri Taman Bacaan Pelangi, Nila Tanzil, menilai, masa pembelajaran jarak jauh (PJJ) bisa dioptimalkan untuk menumbuhkan minat baca anak. Orangtua dapat menambah buku bacaan, lalu menemani anak membaca. Selain membangun kedekatan orangtua dan anak, itu juga meningkatkan kemampuan bahasa, baca, dan literasi anak.
Apalagi, mengutip data survei Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kemendikbud, April 2020, kurang dari 50 persen siswa belajar tiap hari saat PJJ. Mayoritas siswa belajar kurang dari 2 jam per hari. Itu bisa memicu
learning loss, termasuk penurunan kemampuan membaca.
”Maka, membaca buku penting diupayakan selama PJJ. Orangtua bisa memberi contoh dengan rutin membaca buku. Jika orangtua sibuk dengan
gawai, anak menirunya,” ujarnya.
Samto menambahkan, selain literasi, anak juga perlu memiliki kompetensi dasar, yakni berpikir kritis, komunikatif, kolaboratif, dan kreatif. Agar berdaya saing di masa depan, anak perlu diajarkan karakter kinerja dan moral.
Kesenjangan
Sejauh ini, kemampuan literasi anak di Indonesia belum merata terkait mutu, sarana, dan prasarana di kota besar dan daerah pelosok. Dunia usaha dapat membantu mengatasi kesenjangan itu. Di masa pandemi ini, Taman Bacaan Pelangi tetap menjalankan aktivitas literasi. Anak bisa meminjam buku bacaan melalui guru kunjung.
Kepala Kantor Unicef Wilayah Papua Aminuddin Ramdan berpendapat, guru bisa mendorong orangtua membiasakan membaca buku di masa belajar dari rumah karena pandemi. Misalnya, guru memberi tips menyenangkan agar orangtua tidak terbebani.
Survei Unicef Wilayah Papua, April 2020, menunjukkan, 74 persen waktu belajar selama PJJ kurang dari 2 jam. Artinya, kegiatan belajar mereka tak efektif. Membaca buku mengefektifkan pembelajaran.
Sebelum pandemi Covid-19 pun anak Indonesia menghadapi soal kemampuan baca. Menurut survei Early Grade Reading Assessment, secara nasional, 2 persen dari populasi anak sulit mengenali huruf. Di Papua, sekitar 50 persen siswa kelas awal belum bisa membaca ataupun mengeja huruf.
Berangkat dari kondisi itu, Unicef melaksanakan pendampingan pedagogi mengajar baca tulis kepada sejumlah guru, di antaranya di Kabupaten Supiori. ”Tantangannya, belum semua guru berlatar belakang sarjana dan minimnya buku bacaan kontekstual,” katanya.
Literasi keuangan
Pada kesempatan sama, Sharia, Government Relations and Community Investment Director Prudential Indonesia, Nini Sumohandoyo, mengatakan, hasil studi Prudential menunjukkan, 95 persen orangtua di Asia menganggap keterampilan mengelola keuangan penting. Namun, mayoritas orangtua tak yakin memiliki cara mengelola finansial yang baik.
Terkait hal itu, cara mengelola keuangan perlu diajarkan sejak usia anak. Melalui program Cha-Ching, Prudential mendukung literasi keuangan dengan memanfaatkan animasi. Program itu menjangkau lebih dari 146.000 siswa sekolah dasar dan 4.800 guru di 2.655 sekolah di sejumlah daerah.
Menurut Ketua Dewan Pembina Prestasi Junior Indonesia Siddharta Moersjid, dalam program itu siswa didorong berpikir kritis mengelola uang dengan konsep peroleh, simpan, belanja, dan sumbangkan.