Meski Jauh dari Episentrum, Sekolah di Malaka Patuh Protokol Covid-19
Kendati berada jauh dari kota dan tidak ditemukan kasus Covid-19, banyak sekolah di Kabupaten Malaka, NTT, tetap menerapkan protokol Covid-19. Sekolah di perbatasan Timor Leste itu tak mau kecolongan.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
BETUN, KOMPAS — Kendati jauh dari episentrum penyebaran Covid-19, banyak sekolah di Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur, konsisten menegakkan protokol kesehatan. Pihak sekolah di daerah perbatasan Indonesia-Timor Leste itu tidak ingin kecolongan seperti halnya terjadi di daerah lain. Sebab, tak ada jaminan di daerah zona hijau benar-benar bebas dari Covid-19.
Menurut pantauan Kompas di SMA Negeri Bolan, Senin (5/10/2020), semua siswa diwajibkan menggunakan masker. Tiba di halaman sekolah, mereka terlebih dahulu mencuci tangan. Mereka lalu mengantre masuk ke dalam ruang kelas dengan jumlah dibatasi. Satu kelas maksimal 20 orang.
Meski sekolah kami berada di wilayah perbatasan yang jauh dari daerah perkotaan, kami tetap menerapkan protokol Covid-19 secara sungguh-sungguh. Kami tidak ingin kecolongan karena virus ini tidak terlihat. Mencegah itu lebih baik. (Donatus Bria Seran)
Tempat duduk diatur berjarak lebih kurang 1,5 meter. Saat kegiatan belajar-mengajar berlangsung, para siswa diminta tidak menanggalkan masker. Setiap guru yang masuk ruang kelas juga diminta menerapkan protokol kesehatan. Saat memberi penjelasan atau bimbingan, guru tetap menjaga jarak aman dengan siswa.
”Meski sekolah kami berada di wilayah perbatasan yang jauh dari daerah perkotaan, kami tetap menerapkan protokol Covid-19 secara sungguh-sungguh. Kami tidak ingin kecolongan karena virus ini tidak terlihat. Mencegah itu lebih baik,” kata Kepala SMA Negeri Bolan Donatus Bria Seran.
Di SMA Negeri Bolan terdapat 278 siswa yang terdiri dari 117 siswa kelas X, 88 siswa kelas XI, dan 73 siswa kelas XII. Proses pembelajaran berlangsung dari Senin sampai Jumat. Kelas X dilangsungkan pada pagi hari, sedangkan sisanya pada siang hari. Pembagian waktu belajar itu menyesuaikan dengan protokol Covid-19.
Selain setiap ruangan paling banyak 20 siswa, lanjut Donatus, jam belajar juga dikurangi menjadi maksimal 30 menit untuk setiap pertemuan. Sebelumnya, jam belajar mencapai 2 kali 45 menit. Setiap guru dipacu menyajikan metode belajar yang efektif dan efisien dengan tetap memperhatikan tujuan pembelajaran. Tatap muka di kelas ditambah pemberian tugas di rumah.
Pembelajaran tatap muka tetap dilakukan dengan sejumlah pertimbangan. Dari sisi pembelajaran, metode tatap muka langsung dianggap lebih efektif. Materi dari guru lebih mudah diserap. Para siswa dijamin dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Selain itu, di sisi lain, pembelajaran dalam jaringan tidak bisa diikuti semua siswa karena keterbatasan sarana dan jaringan telekomunikasi.
”Di tengah kondisi semacam ini, kualitas pembelajaran tetap dijaga. Bagaimanapun, masa depan anak-anak adalah yang utama,” ujarnya. Sekolah yang terakreditasi dengan nilai B itu berada di Desa Bolan. Bolan yang berada di tepian Laut Timor itu berjarak sekitar 6,5 kilometer dari Betun, ibu kota Kabupaten Malaka.
Tanpa kasus
Sementara itu, sekolah-sekolah di Betun juga menerapkan protokol Covid-19. Di SMP Sabar Subur Betun, setiap siswa yang datang diwajibkan menjalani tes suhu tubuh. Pembelajaran tatap muka di sekolah itu hanya berlangsung dua kali dalam satu pekan. ”Kami lebih banyak belajar dari rumah,” kata Dewi Metom, siswa kelas IX SMP Sabar Subur.
Sebagai ibu kota kabupaten, mobilitas warga di Betun lebih masif. Potensi penyebaran virus juga tinggi. Betun berjarak 241 kilometer dengan waktu tempuh 6 jam dari Kupang, ibu kota Provinsi NTT. Di Kupang terdapat ratusan kasus.
Hingga Senin (5/10/2020), di Malaka tidak ditemukan kasus Covid-19. Ada seorang warga beralamat Malaka terkonfirmasi, tetapi saat itu dia tengah berada di Kupang.
Berdasarkan data dari laman resmi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 NTT, kasus Covid-19 di NTT telah mencapai 465 kasus dengan 319 orang sembuh dan 7 orang meninggal. Di tiga kabupaten yang berbatasan dengan Malaka telah ditemukan kasus. Kabupaten Timor Tengah Utara 2 kasus, Timor Tengah Selatan 10, dan Belu tanpa kasus dengan pasien suspek 82 kasus.