Pemasangan Kanopi Atap Kaca di Kota Lama Semarang Menuai Reaksi
Pembuatan koridor berkanopi di Jalan Suari, Kota Lama, dianggap mengurangi kualitas nilai pelestarian cagar budaya. Namun, Pemkot Semarang mengaku telah mengkaji secara mendalam hal tersebut.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Pembuatan koridor berkanopi di Jalan Suari, Kota Lama Semarang, Jawa Tengah, menuai reaksi karena dianggap mengurangi kualitas pelestarian cagar budaya. Pemerintah daerah mengaku telah mengkaji secara mendalam pemasangan itu. Dari kasus ini, arah pengembangan cagar budaya perlu diperjelas.
Berdasarkan pantauan, Senin (5/10/2020), tiang-tiang besi terpasang di Jalan Suari, yang letaknya persis di seberang Gereja Blenduk, salah satu ikon sekaligus gedung bersejarah di kawasan Kota Lama. Sejumlah pekerja tampak mengelas ujung-ujung tiang yang belum beratap itu.
”Akan dipasang kanopi. Bagian atasnya nanti seperti kaca,” kata pekerja yang enggan disebut namanya. Panjang koridor itu sekitar 25 meter atau separuh dari panjang jalan.
Selain menyesaki jalan yang lebarnya hanya sekitar 7 meter, pemandangan ke arah Gereja Blenduk dari arah selatan juga menjadi terhalang. Hal tersebut yang belakangan diperbincangkan di media sosial. Panorama Gereja Blenduk dari arah selatan di Jalan Suari menjadi salah satu sudut pandang foto favorit di Kota Lama.
Pegiat pelestarian cagar budaya asal Semarang, Albertus Kriswandhono, mengatakan, penambahan sejumlah sarana, termasuk tiang koridor berkanopi di jalan, berlawanan dengan konsep pelestarian cagar budaya. Arah pengembangan Kota Lama pun perlu diperjelas.
Kunci pokok pelestarian cagar budaya ialah authenticity (keaslian) dan integrity (integritas). Maka, dalam perlakuannya, keutuhan dan kesatuan harus benar-benar diperhatikan. (Albertus Kriswandhono)
”Kalau hanya untuk destinasi wisata, jadi dibebaskan, silakan saja. Namun, kalau berbicara konteks cagar budaya, apalagi kawasan Semarang Lama sudah peringkat nasional, bisa menjadi hal yang berlawanan,” ujar Kriswandhono.
Kris menuturkan, kunci pokok dalam pelestarian cagar budaya ialah authenticity (keaslian) dan integrity (integritas). Maka, dalam perlakuannya, keutuhan dan kesatuan harus benar-benar diperhatikan. Juga harus saling terkait satu sama lain, baik jalan, struktur, maupun taman jembatan.
Namun, sejumlah penambahan ornamen eksterior yang sifatnya mempercantik, menurut Kris, bukan program pelestarian. ”Perkara ramai dan berkembang, iya, harus diakui. Namun, arah berkembangnya ke mana?” gugat Kris.
Dalam konteks lebih besar, lanjutnya, Semarang memang menjadi bagian kawasan prioritas pengembangan pariwisata. Namun, saat masuk di cagar budaya, segala aturan terkait hal itu mesti bisa dipatuhi. Menurut dia, semua mesti duduk bersama membicarakannya.
Dafi (27), warga Tambakaji, Ngaliyan, Kota Semarang, mengatakan, Kota Lama semestinya tak perlu diberi banyak penambahan. ”Pemkot cukup merapikan jalur kabel. Juga, bangunan-bangunan roboh agar dipugar lagi. Jadi tak perlu banyak penambahan yang bisa membuat keaslian Kota Lama pudar,” ujarnya.
Sementara itu, Aan Tri Lutfi (17), pengunjung Kota Lama asal Rembang, mengatakan tak masalah dengan penambahan seperti lampu dan bangku. Namun, jangan sampai penambahan ornamen itu lama-lama menutupi bangunan dan jalan yang sebenarnya menjadi daya tarik utama Kota Lama.
Sudah dikaji
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Penataan Ruang Kota Semarang M Irwansyah mengatakan, koridor dengan atap eksotik menurut rencana akan digunakan untuk atraksi budaya dan sajian kuliner pada waktu-waktu tertentu.
Ketika dikonfirmasi terkait penambahan koridor berpotensi mengurangi kualitas nilai pelestarian cagar budaya, Irwansyah menyebutkan keputusan itu hasil pertimbangan matang. ”Sudah dikaji mendalam. Mudah-mudahan mengakomodasi semua dan tambah ’ciamik’,” ucapnya.
Menurut Irwansyah, pelaksanaan kegiatan pada tahap kedua penataan pembangunan kawasan Kota Lama Semarang sudah sekitar 80 persen dan diharapkan rampung akhir 2020. Di samping itu, juga sudah terbit Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Situs Kota Lama.
Irwansyah mengemukakan, perda itu mengatur tata cara pengembangan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian kawasan Kota Lama. ”Selanjutnya, merawat dan menumbuhkan pariwisata dengan tetap menjaga kelestariannya,” katanya.
Pada akhir Juli 2020, kawasan Semarang Lama, termasuk di dalamnya Kota Lama, ditetapkan sebagai cagar budaya peringkat nasional oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Adapun Kota Lama Semarang ada dalam daftar tentatif Warisan Budaya Dunia UNESCO.