Google Investasi 1 Miliar Dollar AS untuk Bayar Konten Berita
Google menginvestasikan 1 miliar dollar AS untuk membayar konten berita berkualitas. Meski ini peluang baru bagi penerbit berita, ini dinilai merupakan strategi PR Google di tengah upaya penarikan pajak pendapat iklan.
Oleh
Yovita Arika
·4 menit baca
Google menginvestasikan sekitar 1 miliar dollar AS selama tiga tahun untuk membayar konten berita yang ditampilkan Google News Showcase, fitur baru di Google News. Dengan skema ini, Google akan membayar penerbit untuk membuat dan mengakurasi konten yang berkualitas tinggi.
Ini merupakan komitmen finansial terbesar Google untuk membayar konten berita. Pada 2018, Google menjanjikan 300 juta dollar untuk mendukung industri berita.
Google News Showcase memungkinkan penerbit mengemas cerita dengan konteks yang lebih besar daripada berita yang muncul di Google selama ini. Penerbit dapat menyertakan timeline, poin, dan artikel terkait dalam satu artikel, juga video dan audio.
Fitur baru ini diharapkan akan membantu pembaca mendapatkan informasi yang berkualitas lebih tinggi dan meningkatkan lalu lintas ke situs web penerbit.
Pendekatan ini berbeda dari produk berita yang ditampilkan Google selama ini karena bersandar pada pilihan editorial penerbit tentang berita mana yang akan ditampilkan dan bagaimana cara penyajiannya. Fitur baru ini diharapkan akan membantu pembaca mendapatkan informasi yang berkualitas lebih tinggi dan meningkatkan lalu lintas ke situs web penerbit.
Google juga menawarkan akses gratis untuk memilih artikel berbayar (paywall) di beberapa situs penerbit yang berpartisipasi. Harapannya, ini akan membantu penerbit menarik pengunjung tersebut menjadi pelanggan.
Dalam penjelasannya yang dipublikasi di Google News Initiative pada Kamis (1/10/2020), CEO Alphabet, perusahaan induk Google, Sundar Pichai mengatakan, fitur baru ini diluncurkan pertama kali di Jerman dan Brasil pada 1 Oktober 2020. Google telah menandatangani kemitraan untuk News Showcase dengan hampir 200 penerbit terkemuka di Jerman, Brasil, Argentina, Kanada, Inggris, dan Australia.
Di satu sisi, kemitraan tersebut merupakan peluang baru bagi penerbit yang mempunyai konten-konten berkualitas. Di sisi lain, Direktur Nieman Journalism Lab Joshua Benton, melihat kemitraan ini merupakan bagian dari strategi Google membangun relasi lebih baik dengan publik (niemanlab.org).
Di enam negara tersebut, Google sedang atau telah menjadi sasaran upaya antitrust atau upaya lain untuk mengendalikan kekuatan pasarnya. Di Australia misalnya, pemerintah bersama Komisi Persaingan dan Konsumen Australia tengah menyusun draf kode etik untuk platform digital global, termasuk Google dan bisnis media di Australia.
Aturan tersebut akan membuat Google dan Facebook membayar konten berita Australia. Google menentang hal tersebut dan menyatakan bahwa aturan tersebut akan memaksa Google memberikan Google Search dan Youtube yang lebih buruk sehingga akan berdampak pada audiens. Google juga beralasan bahwa aturan tersebut akan memaksa Google memberikan keuntungan yang tidak adil kepada satu kelompok bisnis media berita.
Free Press juga menyerukan pajak atas pendapatan iklan platform media global. Mereka menyarankan pajak sebesar 2 persen atau sekitar 1,8 miliar dollar AS setahun dari platform media global untuk sumbangan bagi jurnalisme.
Ekosistem media
Pendapatan iklan Google dan juga platform media global lainnya yang sangat tinggi dan berdampak pada bisnis media arus utama, akhir-akhir menarik sejumlah negara untuk membuat regulasi guna mengatur hal tersebut. Tujuannya, melindungi ekosistem media massa di setiap negara.
Layanan Berita Google saat ini bekerja dengan menarik judul dan konten cerita dari situs penerbit, dan mengirimkan lalu lintas berita tersebut ke situs penerbit. Meskipun berita tersebut mendatangkan iklan, tetap Google yang mendapatkan sebagian besar keuntungan dari iklan yang ditayangkan di platformnya.
Cara kerja platform media global seperti ini yang membuat, antara lain, media di Amerika Serikat kehilangan lebih dari 70 persen pendapatan iklannya sejak 2006. Kondisi tersebut dinilai tidak adil, apalagi platform media global telah menjadi ladang subur bagi tumbuh dan berkembangnya misinformasi dan ujaran kebencian.
Di tengah-tengah upaya sejumlah negara dan kelompok memperjuangkan penarikan pajak dari pendapatan iklan bertarget platform media global, Google mengeluarkan inisiatif baru. Kemitraan tersebut tidak memberikan keuntungan secara finansial untuk Google. Nilainya pun tak sebanding dengan pendapatan Google yang selama tiga tahun terakhir mencapai sekitar 632 miliar dollar AS, dua pertiga di antaranya dari iklan.
Dari sisi penerbit, nilai 1 miliar dollar AS juga jauh dari nilai bisnis tahunan media surat kabar di seluruh dunia yang rata-rata mencapai 94 miliar dollar AS per tahun. Dengan kata lain, kemitraan senilai 1 miliar dollar AS untuk tiga tahun tersebut meski merupakan peluang baru bagi penerbit, tetapi tidak akan berdampak signifikan pada bisnis penerbit secara umum.
Karena itu, pertanyaannya kemudian, apakah komitmen 1 miliar dollar AS dari Google tersebut akan memengaruhi upaya sejumlah negara dan kelompok untuk menarik pajak pendapatan iklan bertarget di platform media global? Kita tunggu hasilnya.