Daftar Aplikasi Pendidikan Jadi Polemik, Kemdikbud Kaji Pendekatan "Blacklist"
Daftar aplikasi dan platform pendidikan yang boleh digunakan di bantuan kuota internet jadi polemik. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berencana mengubah pendekatan pemakaian.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mempertimbangkan pendekatan blacklistaccess aplikasi dan platform untuk diterapkan dalam bantuan kuota data internet. Rencana ini bertujuan untuk memudahkan kontrol dan efektivitas bantuan sekaligus menjawab kritik masyarakat.
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) M Hasan Chabibie saat menghadiri diskusi "Kebijakan Pemerintah tentang Media Belajar yang Efektif Selama PJJ", Minggu (4/10/2020), di Jakarta, mengatakan, pendekatan blacklist (daftar hitam)aplikasi dan platform pendidikan sedang dikaji. Dia menyebut Ombudsman RI telah mengusulkan pendekatan itu.
Pendekatan blacklist berarti pemerintah mengizinkan jatah kuota bantuan data internet untuk mengakses apapun, kecuali aplikasi ataupun platform yang dilarang. Saat ini, Kemdikbud menggunakan pendekatan whitelist access (daftar putih).
Daftar aplikasi dan platform pendidikan yang boleh diakses menggunakan jatah kuota belajar bisa dilihat di kuota-belajar.kemdikbud.go.id. Total ada 19 aplikasi, 5 platform konferensi video, 22 laman pembelajaran, dan 401 laman kampus. Pendekatan whitelist access memungkinkan Kemdikbud terus menambah jumlah aplikasi dan platform pendidikan sesuai masukan kebutuhan satuan pendidikan.
"Kami tidak mempromosikan operator telekomunikasi seluler, aplikasi, ataupun platform pendidikan tertentu," tegas Hasan.
Menurut dia, sebelum kebijakan bantuan kuota data internet terealisasi, pihaknya bersama operator telekomunikasi seluler menyurvei sekitar 500.000 orang guru dan orangtua. Survei berlangsung sekitar Juni - Juli 2020.
Survei menemukan beberapa temuan. Aplikasi pesan instan WhatsApp paling banyak dipakai dipakai selama pembelajaran jarak jauh (PJJ), diikuti aplikasi konferensi video. Temuan lainnya ada aplikasi berbayar yang juga digunakan, seperti RuangGuru dan Zenius. Aplikasi buatan Kemdikbud, yakni Rumah Belajar, termasuk juga aplikasi sering dimanfaatkan.
Hasan mengatakan, dengan pendekatan whitelist access, biaya akses terhadap aplikasi dan platform pendidikan berbayar ditekan dan malah bisa gratis. Menutup aplikasi dan platform pendidikan berbayar sesuai kritik yang beredar bukan sikap bijak. Pada kenyataannya, berdasarkan survei Kemdikbud, penggunanya ada.
"Dengan pendekatan whitelist access, kami sering menyampaikan bahwa daftar aplikasi dan platform pendidikan di kuota-belajar.kemdikbud.go.id bukan "harga mati". Kami terbuka menerima aplikasi dan platform pendidikan buatan guru atau pemerintah daerah untuk ditambahkan. Syaratnya adalah punya domain internet," ujar dia.
Tidak populer
Koordinator Nasional Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru, Satriwan Salim, menyampaikan, tak semua guru mengenal aplikasi dan platform pendidikan yang masuk daftar putih Kemdikbud. Dia bahkan menyebut beberapa diantaranya, seperti Udemy dan Duolingo, sebagai aplikasi tidak jelas.
Menurut dia, hal itu akan berpotensi menyebabkan bantuan kuota data internet menjadi mubazir. Satriwan mengaku beberapa kali menilai bahwa pembatasan masa pakai kuota bantuan tidak tepat.
Direktur Pendidikan Vox Point Indonesia Indra Charismiadji memandang, masuknya aplikasi dan platform pendidikan berbayar ke whitelist access adalah kebijakan yang tidak pas. Negara bisa dianggap mendorong masyarakat berlangganan aplikasi dan platform pendidikan berbayar.
"Ada potensi peserta didik dan pendidik memilih tak mau memakai bantuan kuota data internet," kata dia.
Dalam sesi konferensi pers terpisah, Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Fahriza Marta Tanjung menyampaikan hasil survei yang dilakukan pada tanggal 2 – 3 Oktober 2020. Survei ini menggunakan dua formulir yang digunakan untuk menjaring penggunaan aplikasi Agama Islam dan aplikasi Bahasa Inggris. Pada jatah kuota belajar, aplikasi Agama Islam yang menjadi rujukan hanya aplikasi Aminin sementara aplikasi Bahasa Inggris yang difasilitasi adalah Bahaso, Birru, Cakap dan Duolingo.
Pada formulir penggunaan aplikasi Agama Islam berhasil menjaring sebanyak 411 responden dengan jumlah guru yang terlibat sebanyak 116 orang dan siswa sebanyak 295. Sementara pada formulir penggunaan aplikasi Bahasa Inggris menjaring 644 reponden yang terdiri dari 84 orang guru dan 560 orang siswa.
"Kami menduga adanya potensi “buang-buang uang negara” bisa timbul karena sebagian aplikasi rujukan yang ada pada jatah kuota belajar tidak populer digunakan selama PJJ," kata dia.