Konflik bersenjata meletus di Nagorno-Karabakh, wilayah Azerbaijan yang menjadi enklave etnis Armenia. Dalam sejarahnya, warga Armenia pernah ikut menjadi bagian dari sejarah Kota Batavia dan Pulau Jawa.
Oleh
Iwan Santosa
·3 menit baca
Sepekan terakhir, konflik bersenjata meletus di Nagorno-Karabakh, wilayah Azerbaijan yang menjadi enklave etnis Armenia. Bangsa Armenia seperti bangsa Kurdi adalah bangsa di Asia Tengah-Barat yang hidup terpencar di negara-negara lain. Berbeda dengan suku bangsa Kurdi, bangsa Armenia memiliki negara sendiri, yakni Republik Armenia yang bertetangga dengan Azerbaijan.
Dalam sejarahnya, warga Armenia pernah ikut menjadi bagian dari sejarah Kota Batavia dan Pulau Jawa. Dalam buku Tempat-Tempat Bersejarah di Jakarta karya Adolf Heuken SJ diceritakan, komunitas Armenia memiliki tempat ibadah sendiri, yakni Gereja Armenia yang hingga awal kemerdekaan Republik Indonesia masih ada di sudut Jalan Budi Kemuliaan. Gereja mungil tersebut mirip dengan Gereja Armenia di Singapura dengan kubahnya membulat dan dekorasi salib ortodoks.
Gereja Ortodoks Armenia memiliki kedekatan budaya dengan Gereja Ortodoks Rusia. Pernah menjadi kerajaan besar, Armenia kemudian sebagian wilayahnya silih berganti dikuasai berbagai kekuatan, seperti Persia, Turki Usmani, dan Kekaisaran Rusia.
Semula warga Armenia di Jawa digolongkan dalam Masyarakat Timur Asing—Vreemde Oosterlingen—seperti orang Tionghoa, Arab, Yahudi, Persia, dan lain-lain. Waktu itu ada tiga kategori penduduk di Hindia Belanda, yakni Eropa dan yang dipersamakan semisal para bangsawan Nusantara, Timur Asing, dan bumiputera. Namun, belakangan status orang Armenia dipersamakan dengan orang Eropa.
Keberadaan komunitas Armenia kian surut seiring dengan kampanye anti-Belanda dalam upaya pengembalian Irian Barat yang diawali nasionalisasi perusahaan Belanda tahun 1957 dan repatriasi warga Belanda kembali ke Eropa. Lahan Gereja Armenia kemudian dibeli pemerintah dan menjadi bagian dari kompleks Gedung Bank Indonesia (BI).
Pengurus MUI Provinsi Banten Sukron Makmun yang pernah bermukim di Baku, Azerbaijan, menceritakan, etnis Armenia tersebar di beberapa negara di Asia Tengah. ”Mereka juga punya perwakilan di parlemen Iran. Diaspora Armenia tersebar di mana-mana,” kata Sukron Makmun.
Hotel megah
Pengusaha Armenia di Jawa dan Asia Tenggara dikenal dengan jejak peninggalan hotel-hotel megah nan legendaris. Hotel Strand di Yangoon (dulu Rangoon) dibuka tahun 1901, Hotel Eastern and Oriental di Georgetown di Penang, Malaysia, dibuka tahun 1885, Hotel Raffles di Singapura yang dibuka tahun 1887, dan Hotel Oranje, kini Hotel Majapahit, di Surabaya, Jawa Timur, dibuka tahun 1910, dimiliki keluarga besar pengusaha Armenia bermarga Sarkies.
Dalam buku The Romance of The Grand Tour 100 Years of Travel in South East Asia karya Kennie Ting dijelaskan, di Hotel Strand milik Aviet Sarkies—bungsu dari kakak beradik Sarkies—penulis Inggris George Orwell menulis maha karyanya Burmese Days yang diterbitkan tahun 1934.
Selanjutnya, Eastern and Oriental Hotel di Penang, yang dimiliki Arshak Sarkies, pernah melayani tamu pesohor dunia seperti penulis Inggris, Somerset Maugham, Rudyard Kipling, bintang film Amerika Charlie Chaplin dan Douglas Fairbanks.
Adapun Hotel Raffles yang menjadi hotel termegah Singapura dimiliki Tigran Sarkies, anak nomor dua dari kakak-beradik Sarkies. Hotel tersebut di masa silam pernah melayani Rudyard Kipling, Joseph Conrad, Herman Hesse, Ava Gardner, Elizabeth Taylor, dan Noel Coward. Penulis Somerset Maugham di tahun 1921 dan tahun 1925 juga tinggal di Hotel Raffles ketika menulis buku The Casuarina Tree.
Terakhir, Hotel Majapahit, yang menjadi tempat terjadinya insiden penyobekan bendera Belanda oleh pemuda pejuang Indonesia tanggal 19 September 1945. Insiden ini menjadi simbol perang kemerdekaan Indonesia (1945-1949), yang mencapai klimaks dalam Pertempuran 10 November dan kini diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Rangkaian pertempuran itu diawali dari insiden di hotel bersejarah peninggalan pengusaha Armenia, Lucas Martien Sarkies, anak dari Martin Sarkies dan keponakan Tigran, Aviet, dan Arshak Sarkies yang mulai dibangun 1 Juni 1901. Itulah sepenggal kisah sejarah orang Armenia di Pulau Jawa.