Orangtua terus diingatkan agar menciptakan kondisi rumah yang menyenangkan bagi anak selama masa pandemi Covid-19. Ini penting untuk menjaga kesehatan mental dan membuat anak tetap betah di rumah.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Orangtua perlu menciptakan suasana rumah yang menyenangkan bagi anak di tengah pandemi Covid-19 yang masih berlangsung. Ini agar anak merasa nyaman saat beraktivitas dan tetap tinggal di rumah.
”Setiap orang dituntut punya daya adaptasi yang bagus menghadapi pandemi Covid-19. Orangtua semestinya perlu memosisikan diri sebagai teman bagi anak dalam menyikapi pandemi. Dengan demikian, anak merasa nyaman tetap tinggal dan beraktivitas di rumah saja," ujar Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia Seto Mulyadi dalam diskusi daring ”Mengajak Anak-anak Bergembira di Masa Pandemi” yang diselenggarakan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Minggu (4/9/2020), di Jakarta.
Dia memandang sikap- sikap yang harus ditumbuhkan kebanyakan orangtua sekarang adalah mau mengapresiasi pencapaian anak. Dengan kata lain, anak ditumbuhkan perasaan bangga terhadap dirinya sendiri.
Karena masa beraktivitas di rumah bisa berkepanjangan, Seto menyarankan agar diciptakan pola hubungan semakin demokratis. Misalnya, diskusi antaranggota keluarga ditingkatkan.
”Terkait informasi pandemi Covid-19, tentunya, anak harus tetap diingatkan bahaya Covid-19,” katanya. Bagi anak kecil, Seto berpendapat, bahaya Covid-19 dapat disampaikan melalui dongeng ataupun nyanyian. Sementara bagi anak beranjak usia remaja, orangtua bisa membuka perbincangan yang mengarah pada diskusi.
Lebih jauh, dia memandang perlunya orangtua berkolaborasi dengan guru. Keduanya semestinya bisa bersama-sama membahas kondisi menyenangkan bagi anak di rumah.
”Metode belajar menyenangkan bisa dibicarakan bersama. Orangtua bisa meminta guru tidak melulu mengejar pencapaian akademik,” imbuh Seto.
Dukung anak
Dewi Alfian, orangtua dari penyanyi anak bernama Anabelle, mengaku membebaskan anak melakukan hobinya selama masa di rumah saja. Secara kebetulan, Anabelle suka gim dan menyanyi. Dia mendukung saja, termasuk mengizinkan anaknya mengikuti kegiatan di media sosial. Misalnya, kegiatan menyanyi yang diselenggarakan oleh Roedy Wasito, pembetot bas Emerald Bex, di akun Instagram resminya.
”Selama kegiatan positif, saya bebaskan saja. Intinya, anak saya bebaskan mengikuti kata hatinya. Saya bisa memahami masa belajar di rumah saja menimbulkan kebosanan bagi anak,” katanya.
Menurut Anabelle, yang kini berusia 13 tahun, masa di rumah saja membuat dia lebih dekat dengan keluarga, meski tugas sekolah menumpuk. Dia masih sempat menyanyi dan mengikuti kegiatan di media sosial.
Roedy menceritakan, selama tujuh bulan pandemi Covid-19, dia memilih meriset lagu yang berkisah tentang kehidupan anak. Kemudian, ia membuat tantangan kepada pengikut akun Instagram resminya untuk menyanyikan. Kegiatan itu sengaja dia peruntukkan bagi anak-anak.
”Saya sertakan juga hak cipta di setiap lagu sehingga ketika anak menyanyi, mereka belajar pentingnya menghargai karya orang lain,” katanya.
Hubungan anak-orangtua
Berdasarkan jajak pendapat U-Report UNICEF Indonesia 29 September-2 Oktober 2020 kepada 456 orang, mayoritas responden menjawab hubungan keluarga mereka saat ini sama saja dengan sebelum pandemi Covid-19. Jawaban selanjutnya adalah semakin menjauh dan semakin dekat.
Jajak pendapat itu dilakukan secara daring melalui Facebook Messenger, WhatsApp, dan SMS gratis. Dari 456 responden di 33 provinsi, 65 persen di antaranya berusia di bawah 19 tahun dan 35 persen sisanya berumur 20-29 tahun.
Sebanyak 92 responden yang menjawab hubungan dengan keluarga semakin menjauh mengaku berdampak pada kesehatan mental. Mayoritas menjawab kesehatan mental semakin tidak baik.
Terkait hubungan dengan teman, mayoritas total responden menjawab tidak ada perubahan saat sebelum pandemi Covid-19, diikuti jawaban semakin menjauh, dan semakin dekat.
Sekitar 190 responden yang menjawab hubungan pertemanan mereka menjauh mengatakan hal itu berpengaruh terhadap kondisi kesehatan mental. Mayoritas dari 190 orang itu menyebut kesehatan mental mereka semakin buruk.