Viral Kebijakan Dinas Pendidikan Kepulauan Babel Jadi Pelajaran
Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung membatalkan kebijakan yang mewajibkan siswa baca dan rangkum buku ”Muhammad Al Fatih 1453”. Kejadian ini jadi pelajaran daerah lain sekaligus perbaikan budaya literasi.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Perlindungan Anak Indonesia mengapresiasi keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bangka Belitung untuk membatalkan arahan wajib baca dan merangkum buku Muhammad Al Fatih 1453 karya Felix Siauw. Kejadian ini harus menjadi pembelajaran bagi pemerintah daerah lainnya untuk berhati-hati membuat kebijakan terkait budaya literasi bagi siswa.
Sebelumnya, pada 30 September 2020, Dinas Pendidikan Provinsi Bangka Belitung mengeluarkan Surat Edaran Nomor 420/1109.f/DISDIK yang isinya mewajibkan siswa SMA/SMK baca dan merangkum buku Muhammad Al Fatih 1453 karya Felix Siauw.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Muhammad Soleh dalam surat itu mengatakan, hasil dari rangkuman buku itu agar dikumpulkan ke sekolah masing-masing. Kemudian, sekolah melaporkan ke cabang dinas pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan cabang melapor ke dinas paling lambat tanggal 18 Desember 2020.
Kebijakan yang dibuat Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung segera jadi viral. Sehari setelah surat edaran keluar, Muhammad Soleh membuat Surat Edaran Nomor 420/1112.a/DISDIK yang isinya adalah membatalkan Surat Edaran Nomar 420/1109.f/DISDIK.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti, dalam pernyataan resmi, Sabtu (3/10/2020), di Jakarta, menjelaskan, sesuai Hukum Tata Usaha Negara, setiap surat edaran yang diterbitkan terdapat kekeliruan, maka lembaga atau instansi penerbit wajib melakukan perbaikan, penarikan, dan pembatalan. Dengan diterbitkannya Surat Edaran Kepala Dinas Pendidikan Kepulauan Bangka Belitung Nomor 420/1112.a/DISDIK, dia menduga kuat perintah wajib baca dan merangkum Muhammad Al Fatih 1453 karya Felix Siauw adalah kebijakan yang keliru.
Kami mendorong agar dinas-dinas pendidikan di seluruh Indonesia, termasuk Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, tetap memiliki program literasi. Program ini bertujuan memperkuat analisis dan kecerdasan peserta didik sehingga tidak mudah terpapar konten disinformasi atau hoaks.
”Kami mendorong agar dinas-dinas pendidikan di seluruh Indonesia, termasuk Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, tetap memiliki program literasi. Program ini bertujuan memperkuat analisis dan kecerdasan peserta didik sehingga tidak mudah terpapar konten disinformasi atau hoaks,” ujarnya.
Retno memandang, kebijakan mengembangkan budaya literasi semestinya tidak merujuk pada satu buku tertentu. Siswa diberikan kebebasan memilih. Dinas pendidikan cukup memberikan panduan buku-buku yang menarik, bagus, menginspirasi, dan layak dibaca.
Penguatan literasi melalui membaca karya sastra penting dilakukan. Menurut dia, membaca berbagai karya sastra memiliki beberapa manfaat, antara lain menambah imajinasi, pengalaman, dan kecerdasan.
Buku lokal perlu mendapatkan perhatian. Siswa bisa diperkenalkan juga. Untuk konteks Kepulauan Bangka Belitung, misalnya, Retno mencontohkan novel tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, Menguak Sejarah Timah Bangka Belitung karya Erwin Erman, dan Sejarah Bangka Belitung dari Masa ke Masa yang diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
”Kami harap pemerintah daerah melalui dinas pendidikan senantiasa membuat kebijakan yang menguatkan persatuan, keberagaman, dan nasionalisme,” katanya.
Buku bacaan pendukung
Pegiat literasi di jaringan masyarakat madani ”Pustaka Bergerak”, Ardy Yanto, saat dihubungi terpisah, berpendapat, buku bacaan pendukung mata pelajaran dibutuhkan siswa. Apalagi, saat ini peserta didik harus mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ) karena pandemi Covid-19.
”Kondisi pembelajaran sekarang terbatas. Anak tampaknya hanya fokus belajar dan itu pun kebanyakan dibatasi memakai metode daring,” ujarnya.
Menurut dia, buku bacaan pendukung pelajaran sangat dibutuhkan oleh siswa mulai dari jenjang pendidikan anak usia dini sampai menengah. Dalam pengamatannya, siswa memiliki minat baca tinggi, tetapi sering kali terbatas akses kepada buku bacaan bermutu. Kondisi ini bukan hanya terjadi selama pandemi Covid-19.
Ardy memandang, peran pemerintah daerah masih lamban. Sejumlah murid di perkampungan di daerah pedalaman belum mempunyai gawai dan terkendala akses sinyal telekomunikasi seluler. Dengan kondisi seperti itu, buku sebenarnya adalah solusi.