Mendikbud:Tiga Solusi Pembelajaran Saat Pandemi Akan Dilanjutkan
Kondisi pelaksanaan pembelajaran selama pandemi Covid-19 memengaruhi pengambilan kebijakan setelah pandemi usai. Pemerintah perlu memetakan persoalan yang muncul.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Tiga solusi kebijakan pembelajaran yang diputuskan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saat pandemi Covid-19 akan dilanjutkan. Ketiga solusi tersebut adalah modul pembelajaran dan kurikulum darurat, pembelajaran jarak jauh daring, serta pembuatan program Belajar dari Rumah di TVRI.
Modul pembelajaran dikeluarkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Modul pembelajaran ini diperuntukkan bagi jenjang pendidikan anak usia dini dan pendidikan dasar. Modul pembelajaran mencakup uraian pembelajaran berbasis aktivitas untuk guru, orangtua, dan siswa.
Sementara itu, kurikulum darurat yang dimaksud adalah penyederhanaan kompetensi dasar yang mengacu pada Kurikulum 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kemendikbud mengeluarkan versi kurikulum darurat yang bersifat opsional.
Modul pembelajaran tidak akan mungkin tak terpakai lagi. Sejumlah orangtua yang menggunakan, merasakan manfaat, dan tetap merasa memerlukan modul pembelajaran pasca pandemi Covid-19.(Nadiem Makarim)
"Modul pembelajaran tidak akan mungkin tak terpakai lagi. Sejumlah orangtua yang menggunakan, merasakan manfaat, dan tetap merasa memerlukan modul pembelajaran pasca pandemi Covid-19," ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim dalam dialog interaktif "Normal Baru di Pendidikan Indonesia", Jumat (2/9/2020) malam, di Jakarta.
Mengenai kurikulum darurat, dia mengatakan, pelaksanaannya di berbagai sekolah kemungkinan bisa dipakai sebagai bahan observasi dari sisi efektivitasnya. Dia menyebut dua kemungkinan. Kemungkinan pertama yaitu kurikulum darurat itu hanya cocok untuk kondisi darurat dan kemungkinan kedua adalah banyak elemen substansi kurikulum darurat tersebut bisa dipermanenkan sehingga memudahkan Kemendikbud melanjutkan rencana penyederhanaan Kurikulum 2013.
"Mungkinkah penyederhanaan kurikulum (Kurikulum 2013) yang sudah diamanatkan Presiden Joko Widodo mulainya dari kurikulum darurat ? Kami masih observasi," kata Nadiem.
Pembelajaran jarak jauh daring saat ini memakai aneka teknologi edukasi, salah satunya adalah aplikasi telekonferensi. Dia memperkirakan, penggunaan berbagai macam teknologi edukasi akan tetap terpakai saat pandemi usai.
Dia percaya pemanfaatan teknologi edukasi membawa pengalaman pembelajaran yang lebih efektif dan efisien bagi dunia pendidikan. Dari sisi guru, mereka bisa mengoptimalkan strategi dan model. Beberapa pelatihan guru melalui metode daring sudah berjalan.
Dia meyakini, guru-guru bisa mengikuti dan tidak ada penurunan kualitas. Penghematan biaya juga terjadi, seperti tidak perlu memesan ruangan dan akomodasi.
"Sama seperti dunia pekerjaan. Saya rasa, pasca pandemi Covid-19 akan terjadi perubahan rasio waktu bekerja dari kantor. Dunia pendidikan pun demikian, walaupun pembelajaran tatap muka langsung pasti tetap dibutuhkan siswa," kata Nadiem.
Program siaran Belajar dari Rumah (BDR) di TVRI diproyeksikan tetap berlanjut pasca pandemi Covid-19. Program ini dia yakini memiliki potensi besar karena membantu wawasan pendidikan siswa, terutama bagi mereka yang terbatas akses gawai dan layanan internet.
Nadiem menyampaikan, sebelum belajar dari rumah diberlakukan, Kemendikbud telah memiliki gagasan atau program. Sebagai contoh, program Guru Penggerak dan Sekolah Penggerak. Keduanya diperkirakan tetap dilanjutkan.
"Saya percaya, pandemi Covid-19 menimbulkan rasa urgensi mereformasi pendidikan. Misalnya, orangtua yang mendampingi anaknya belajar menjadi sadar betapa rumit atau padatnya kurikulum nasional yang kini berlaku," ujarnya.
Carut marut
Sejauh ini, kata pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) Muhammad Nur Rizal, penerapan orientasi kebijakan pendidikan di lapangan cenderung mengejar ketuntasan materi, bukan pada kompetensi dan karakter siswa. Orientasi yang tidak selaras tersebut mengakibatkan carut marut pada praktik manajemen sekolah, tuntutan administrasi yang harus guru lakukan, metode pembelajaran, dan sistem penilaian.
Lalu, arah dan strategi pengembangan guru yang tidak sejalan dengan tujuan pembuatan Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 didesain tematik untuk mengintegrasikan lintas disiplin mata pelajaran melalui satu tema proyek. Akan tetapi, cara penilaiannya masih berbasis konten per mata pelajaran yang terpisah satu sama lain.
"Itulah yang dialami guru saat pelatihan penerjemahan Kurikulum 2013," ujar dia.
Budaya pendidikan yang dominan sekarang bertentangan dengan prinsip manusia berkembang, yakni ingin tahu, kreativitas, dan memahami bahwa talenta beragam. Maka, transformasi atau revolusi pendidikan diperlukan.
Hasil riset lembaga penelitian independen Smeru di 46 SMP di Yogyakarta, cara guru mengajar mayoritas tidak berubah meskipun kurikulum selama 25 tahun terakhir mengalami berbagai perkembangan. Guru ceramah di depan kelas selama siswa mencatat, alat bantu hanya dipegang oleh guru, dan jarang memberi umpan balik kepada siswa lazim diterapkan hingga kini. (Kompas, 25 Oktober 2019)
Peneliti di The Smeru Research Institute, Goldy Fariz Dharmawan, mengatakan, proses perekrutan guru masih ada yang tidak berorientasi kemampuan pedagogi dan penguasaan kurikulum. Hal itu mengakibatkan kompetensi guru rendah.
Menurut dia, kehadiran guru di dalam kelas memberikan dampak signifikan pada peningkatan kemampuan siswa. Namun, berdasarkan hasil Research on Improving System of Education: Scores, Camera, Action?Incentivizing Teachers in Remote Area (Februari 2020) menunjukkan kasus ketidakhadiran guru di lapangan masih kerap terjadi. Tanpa ada sistem ketidakhadiran yang akuntabel, kualitas pengajaran guru dalam kelas sulit dipastikan.