Piagam Tandai Wilayah Kekuasaan Kesultanan Palembang Darussalam
Piagam dari tembaga, timah, dan perak menjadi pertanda wilayah kekuasaan Kesultanan Palembang Darussalam. Kekuasaan kesultanan dulu tidak hanya di Sumsel, tetapi juga merambah sampai ke Lampung, Jambi, dan Bengkulu.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Tim Balai Arkeologi Sumatera Selatan bersama akademisi dari Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang meneliti sejumlah piagam yang ditulis pada masa Kesultanan Palembang. Dari hasil penelitian tesebut diketahui piagam merupakan surat kuasa yang diberikan oleh kesultanan kepada depati yang tersebar di sejumlah wilayah kekuasaan Kesultanan Palembang Darussalam.
Ketua Tim Penelitian Piagam Kesultanan Palembang Wahyu Rizky Andhifani, Jumat (2/10/2020), menuturkan, setidaknya ada 20 piagam yang diterbitkan oleh kesultanan bagi para depati yang ada di wilayah kekuasaan. Depati adalah pemimpin daerah, bagian dari kesultanan, tetapi memiliki otonomi tersendiri.
Selain pemberian kuasa, ujar Wahyu, di dalam piagam ini juga tertuang pasal-pasal yang menjadi aturan dalam menjalankan pemerintahan dan kehidupan masyarakat di daerah itu.
Piagam tertua yang pernah ditemukan diperkirakan ditulis pada tahun 1704. Piagam ini diperkirakan dibuat pada masa pemerintahan Susuhunan Sultan Abdurrahman Khalifat al-Mukminin Sayidil Iman yang merupakan pendiri Kesultanan Palembang Darussalam.
Sementara yang paling baru adalah piagam yang dikeluarkan pada masa kolonial, yakni di masa Residen De Brouw. Piagam ini ada di Museum Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II Palembang yang diperkirakan dibuat pada tahun 1829 dan tahun 1854. ”Piagam yang ditulis di masa keresidenan ini merupakan penyesuaian dari yang sudah dilakukan sejak lama,” ucap Wahyu.
Ke-20 piagam ini tersebar di beberapa wilayah di Sumatera Selatan, seperti di Kabupaten Musi Banyuasin, Pagar Alam, Muara Enim, bahkan juga ditemukan di Sarolangun, Provinsi Jambi; Curup, Provinsi Bengkulu; dan di Lampung. ”Ini menandakan wilayah kekuasaan Kesultanan Palembang saat itu sudah mencapai ke Jambi dan Lampung,” ucap Wahyu.
Ini menandakan wilayah kekuasaan Kesultanan Palembang saat itu sudah mencapai ke Jambi dan Lampung.
Piagam ini ditulis dalam bahasa Jawa Tengahan (peralihan antara Jawa kuno dan Jawa modern) dan Jawi. Pengaruh Jawa di masa Kesultanan Palembang memang sangat kental. Namun, ketika masuk ke Palembang yang merupakan kawasan Melayu, ada penyesuaian antara bahasa Jawa dan bahasa lokal.
Tidak hanya dari segi bahasa, akulturasi budaya antara Jawa dan Melayu di Palembang juga terlihat di sejumlah peninggalan, seperti rumah limas yang bentuknya menyerupai limas di Demak serta nisan pada makam para bangsawan.
Wahyu menuturkan, media yang digunakan untuk menulis piagam juga beragam. Pada zaman kesultanan di abad ke-17, piagam dibuat di atas lempengan tembaga. Namun, ketika masuk ke masa kolonial di abad ke-19, piagam tersebut dibuat dengan menggunakan timah dan perak. ”Sampai saat ini, kami belum menemukan piagam yang lebih muda dari yang diterbitkan pada abad ke-19,” ucapnya.
Wahyu menuturkan, sebagian besar piagam yang dikumpulkan diperoleh dari para ahli waris yang kemungkinan adalah keturunan para depati. Beberapa di antaranya sudah disimpan di sejumlah museum, seperti di Museum Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang, Museum Balaputra Dewa, dan Musium Nasional.
Peneliti dari Balai Arkeologi Sumatera Selatan, Retno Purwanti, menuturkan, piagam itu menjadi pertanda wilayah kekuasaan Kesultanan Palembang Darussalam. Kekuasaan kesultanan dulu tidak hanya di Sumsel, tetapi juga merambah sampai ke Lampung, Jambi, dan Bengkulu. ”Sebenarnya wilayah Bangka Belitung juga masuk wilayah kesultanan, hanya saja sampai sekarang belum ditemukan piagamnya,” ucap Retno.
Salah satu yang menarik ialah piagam yang ditemukan di kawasan Sarolangun, Jambi. Daerah ini menjadi perebutan antaran Kesultanan Jambi dan Kesultanan Palembang. Namun, dari hasil penelitian, warga di kawasan tersebut memang sangat independen. ”Mereka akan mengikuti pemerintahan yang tentu mendatangkan keuntungan,” ucapnya.
Berdasarkan fakta tersebut, ujar Retno, sangat menarik ditelisik selanjutnya adalah komoditas apa yang menjadi daya tarik bagi kedua kesultanan itu memperebutkan Sarolangun.
Retno menuturkan, piagam juga menandakan bahwa wilayah kekuasaan Kesultanan Palembang Darussalam cukup luas. Namun, di akhir masa kejayaannya terus terkikis karena adanya konflik di dalam internal keluarga sultan sendiri.