Hanya Satu dari Delapan Negara yang Melindungi Perempuan
Pandemi Covid-19 berdampak ganda kepada perempuan. Namun, hanya satu dari delapan negara di dunia yang mempunyai tindakan untuk melindungi perempuan dari dampak sosial ekonomi pandemi Covid-19.
Oleh
Yovita Arika
·4 menit baca
Pandemi Covid-19 telah memberikan dampak ganda kepada perempuan dan anak perempuan. Dampaknya tidak hanya kesehatan, tetapi ekonomi dan sosial karena krisis akibat pandemi ini.
Namun, sebagian besar negara di dunia belum melakukan tindakan yang cukup untuk melindungi perempuan dan anak perempuan. Data terbaru Pelacak Respons Jender Global Covid-19 UN Women dan UNDP menunjukkan, perlindungan sosial dan respons Covid-19 sebagian besar mengabaikan kebutuhan perempuan dan anak perempuan.
Pelacak Respons Jender Global Covid-19 memantau langkah-langkah kebijakan pemerintah di seluruh dunia untuk mengatasi krisis Covid-19, dan menyoroti tanggapan yang berperspektif jender. Ini mencakup langkah-langkah di tiga bidang, yaitu menangani kekerasan terhadap perempuan dan anak, mendukung perawatan tidak berbayar, serta memperkuat keamanan ekonomi perempuan.
Hasil analisis pada lebih dari 2.500 respons Covid-19 di 206 negara menunjukkan, 42 negara atau sekitar 20 persen tidak memiliki tindakan yang sensitif jender. Hanya 25 negara atau sekitar 12 persen yang menerapkan langkah-langkah yang sensitif jender. Ini artinya, hanya satu dari delapan negara yang mempunyai tindakan untuk melindungi perempuan dari dampak sosial ekonomi pandemi Covid-19.
Tindakan-tindakan tersebut, antara lain, berupa penyediaan saluran bantuan, tempat penampungan, tanggapan hukum untuk menahan lonjakan kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan pada masa pandemi. Selain itu juga transfer bantuan tunai yang ditargetkan langsung pada perempuan, penyediaan layanan pengasuhan anak atau keluarga yang dibayar, serta cuti sakit.
Di Indonesia, misalnya, terdapat 21 respons Covid-19 yang diukur, enam di antaranya responsif jender. Salah satunya program keluarga harapan (PKH) yang cakupannya diperluas dari 9,2 juta keluarga menjadi 10 juta keluarga penerima manfaat. Anggarannya pun ditingkatkan hampir 29 persen menjadi Rp 37,4 triliun dan menargetkan perempuan hamil dan menyusui serta memberikan layanan khusus untuk perempuan.
Untuk merespons meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan pada masa pandemi, Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah untuk memastikan kesinambungan penanganan kasus pemerkosaan, layanan kesehatan reproduksi seksual, perawatan kesehatan mental, hingga kekerasan. Hasil survei oleh NatCom yang menunjukkan peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan juga memberikan rekomendasi untuk pengembangan kebijakan dalam menanggapi pandemi.
”Krisis akibat pandemi Covid-19 memberikan peluang bagi negara-negara untuk mengubah model ekonomi yang ada menuju kontrak sosial baru yang mengutamakan keadilan sosial dan kesetaraan jender. Hasil pelacak respons jender ini dapat membantu mempercepat reformasi kebijakan,” kata Administrator Badan program pembangunan PBB (UNDP) Achim Steiner, seperti dikutip dari laman UN Women, Badan PBB untuk kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan, pada 28 September 2020.
Berdampak kuat
Krisis akibat pandemi ini telah berdampak sangat kuat pada perempuan. Perempuan rentan menjadi menjadi korban kekerasan di rumah tangga (KDRT), sebagai pengasuh yang tidak dibayar dalam keluarga dan komunitas, ataupun sebagai pekerja dalam pekerjaan yang tidak memiliki perlindungan sosial.
”Pelacak global ini mendukung pemerintah dalam membuat kebijakan yang tepat, dalam laporan ini terdapat berbagai praktik baik dari sejumlah negara,” kata Direktur Eksekutif UN Women Phumzile Mlambo-Ngcuka.
Pelacak global ini juga menunjukkan bahwa respons jender sangat bervariasi di berbagai negara. Negara-negara di Eropa menonjol dalam respons untuk menangani kekerasan terhadap perempuan (32 persen) dan perawatan tidak berbayar (49 persen). Negara-negara di Amerika memiliki jumlah tindakan terbesar untuk memperkuat keamanan ekonomi perempuan, diikuti Afrika.
Sejumlah praktik baik, antara lain Bosnia-Herzegovina, mengembangkan rencana untuk mendukung organisasi masyarakat sipil yang menyediakan penampungan bagi perempuan dan anak perempuan korban kekerasan. Kolombia dan Swedia mengalokasikan anggaran untuk mendukung korban kekerasan berbasis jender.
Merespons krisis pengasuhan, Argentina meningkatkan pembayaran tunjangan anak. Austria, Siprus, dan Italia memberikan tambahan cuti kepada orangtua yang bekerja. Sementara Kanada, Spanyol, dan Korea Selatan memberikan tunjangan bagi orangtua yang anaknya mengikuti pembelajaran jarak jauh. Adapun Togo, Georgia, dan Maroko menyediakan bantuan tunai kepada perempuan yang menjalankan usaha dan pedagang informal.
Temuan pelacak global ini juga menunjukkan bahwa upaya negara mengadopsi tindakan yang sensitif jender hanya akan efektif jika didukung anggaran dan dilaksanakan secara konsisten. Layanan untuk menanggapi dan mencegah kekerasan berbasis jender harus diperlakukan sebagai layanan penting, didanai secara memadai, dan merupakan bagian integral dari rencana respons Covid-19.
Sementara paket bantuan ekonomi harus dirancang untuk memastikan bahwa perempuan tidak tertinggal dari respons Covid-19 dan upaya pemulihannya. Pemerintah juga harus mendukung partisipasi aktif perempuan dalam kepemimpinan dan pengambilan keputusan dalam respons Covid-19, dan berinvestasi dalam data terpilah menurut jenis kelamin untuk memastikan bahwa dampak pandemi yang dibedakan berdasarkan jender dikenali dan ditangani secara efektif.