Prioritaskan Guru Honorer dengan Sertifikasi Pendidik
Mendapatkan sertifikasi pendidik merupakan perjuangan tersendiri bagi guru honorer. Karena itu, hal ini seharusnya menjadi pertimbangan dalam seleksi guru honorer sebagai pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja.
Oleh
Yovita Arika
·4 menit baca
Kompas/Priyombodo
Wirda, guru honorer sejak tahun 2017, mengajar siswa kelas 1 SD Negeri Larangan Selatan 02, Larangan, Kota Tangerang, Banten, Kamis (13/2/2020).
JAKARTA, KOMPAS — Perekrutan guru honorer sebagai pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja pada 2021 diharapkan memprioritaskan guru honorer yang memiliki sertifikasi pendidik. Sertifikat pendidik seharusnya diperhitungkan sebagai nilai tambah dalam skor penilaian guru honorer.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rosyidi mengatakan, pemerintah melalui Badan Kepegawaian Negara pernah berkomitmen untuk memprioritaskan pegawai honorer yang bersertifikat pendidik sebagai PPPK. ”Tetapi kok ternyata mereka tercecer,” kata Unifah ketika dihubungi di Jakarta, Kamis (1/10/2020).
Unifah mengatakan, upaya PB PGRI untuk memperjuangkan guru honorer yang berusia di atas 35 tahun bisa mengikuti rekrutmen PPPK sudah diakomodasi pemerintah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK. Ini salah satu bentuk perhatian pemerintah kepada guru honorer yang telah mengabdi dalam waktu lama.
Selain itu, kata Unifah, kesempatan mengikuti seleksi PPPK juga agar diberikan kepada guru honorer non-Kategori 2 (K2) yang berusia 35 tahun ke atas. ”Kemudian yang sudah (memiliki) sertifikasi (pendidikan) diutamakan dan ada juga yang telah lolos tes pada 2013 tetapi tercecer belum diangkat sebagai PNS karena berbagai sebab. Ini harus diprioritaskan,” kata Unifah.
Untuk mendapatkan sertifikat pendidik perlu pengorbanan, apalagi seperti saya honorer. Harus tes, ikut diklat (Pendidikan Profesi Guru) 10 hari.
Sri Hayati, guru honorer di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, yang mendapatkan sertifikat pendidik pada 2009, juga berharap sertifikat pendidik diperhitungkan ketika ada rekrutmen PPPK. ”Untuk mendapatkan sertifikat pendidik perlu pengorbanan, apalagi seperti saya honorer. Harus tes, ikut diklat (Pendidikan Profesi Guru) 10 hari,” katanya.
Sri Hayati tidak lolos seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) pada 2019. Sri mendapatkan nilai 62, padahal nilai batas minimal untuk tes tersebut 65. Dia mempertanyakan janji pemerintah yang akan memperhitungkan sertifikat pendidik sebagai nilai tambah dalam rekrutmen PPPK.
Sesuai PP No 49/2018 tentang Manajemen PPPK, pendaftar adalah tenaga honorer yang memiliki sertifikasi keahlian. Saat seleksi pada 2019 untuk tenaga kesehatan dan penyuluh pertanian mensyaratkan sertifikasi keahlian, tetapi untuk guru tidak ada persyaratan tersebut.
”Kalau dalam peraturan pemerintah mengatur adanya sertifikasi keahlian, kenapa (seleksi PPPK) untuk guru tidak diterapkan. Semua guru untuk K2 bisa daftar. Kalau ada guru yang mempunyai sertifikat pendidik kan ada nilai tambah. Saya merasa dirugikan,” kata Sri.
Dia mengatakan, paling tidak ada 12 guru honorer dengan sertifikat pendidik di Kabupaten Blitar yang tidak lolos seleksi PPPK pada 2019. Dia berharap, sertifikat pendidikan menjadi pertimbangan dalam seleksi PPPK pada 2021.
Perpres pengangkatan
Sebanyak 34.959 guru honorer yang lolos seleksi PPPK pada 2019 kini siap diangkat menjadi PPPK seiring dengan keluarnya Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2020 tentang Gaji dan Tunjangan PPPK. Mereka merupakan bagian dari 51.000 tenaga honorer yang lolos seleksi PPPK tahun 2019.
Setelah mendapatkan nomor induk pegawai (NIP), mereka akan mendapatkan hak keuangan dan tunjangan sama dengan aparatur sipil negara (ASN) dari jalur PNS. Namun berbeda dengan PNS, PPPK tidak menerima tunjangan pensiun.
”Kendati demikian, skema PPPK ini merupakan jalan terbaik agar para honorer yang telah mengabdi puluhan tahun mendapatkan perhatian dari negara,” kata Ketua Komisi X Syaiful Huda.
Saat ini, kata Huda, ada 438.530 tenaga honorer yang digaji dengan standar berbeda-beda. Sebanyak 157.210 tenaga honorer atau 35,84 persen di antaranya guru honorer. Dengan kondisi seadanya, mereka harus mengabdi kepada negara dengan mendidik para siswa di seluruh pelosok Indonesia.
”Banyak di antara guru honorer ini tidak bisa lagi memenuhi persyaratan untuk menjadi ASN dari jalur PNS. Salah satunya karena banyak dari usia mereka yang sudah melewati syarat maksimal, maka PPPK bisa merupakan alternatif terbaik untuk memperbaiki nasib guru honorer,” katanya.
Politikus PKB ini mendesak agar pemerintah segera menyiapkan skema rekrutmen PPPK tahap kedua. ”Kami berharap seleksi PPPK ini akan secara bertahap mengurangi jumlah ratusan ribu tenaga honorer yang telah lama mengabdi tetapi mendapatkan gaji sekadarnya dari instansi tempat mereka mengabdi,” katanya.
Mengutip pernyataan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo, beberapa waktu lalu, saat ini ada kebutuhan sekitar 700.000 tenaga guru. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pemerintah akan melakukan seleksi melalui skema PPPK.
”Pernyataan ini juga memastikan bahwa tidak ada rencana memenuhi kebutuhan tenaga pendidik di pedesaan dari tenaga administrasi yang dialihfungsikan menjadi guru,” kata Huda.