logo Kompas.id
Pendidikan & KebudayaanMengejar Ketertinggalan
Iklan

Mengejar Ketertinggalan

Kenormalan logika ”mengejar ketertinggalan” bisa ditangkap apabila kita menganggap ketertinggalan mengacu kepada ”keterlambatan”. Orang lain sudah sampai, kita masih jauh terlambat, tertinggal di belakang.

Oleh
Samsudin Berlian
· 3 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/riB64JAza5cVmgYLQ9qRY_BYpUg=/1024x575/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F12%2FBAHASA-Kolom_1545409606.png

”Mengejar ketertinggalan” tidak logis, kata ahli bahasa kesal. Alur logika mereka tampak jelas, langsung, dan tepat. Ketertinggalan dalam konteks perjalanan kebangsaan di tingkat dunia berarti hal-hal yang belum dipelajari, dikerjakan, atau diselesaikan, padahal seharusnya sudah dikerjakan atau diselesaikan sejak dahulu oleh anak-anak, bapa-bapa, dan ibu-ibu bangsa. Dalam garis waktu, posisi ketertinggalan ada di belakang titik sekarang. Sebaliknya mengejar adalah tindakan atau gerakan yang mengarah ke depan. Masa, sih, rakyat dan penguasa Indonesia disuruh mengejar hal yang tertinggal di belakang? Bukankah seharusnya ”mengejar kemajuan” di depan?

Toh, bagi orang banyak, rasa bahasa garis lurus macam begini rupanya dianggap tak kena di hati tak resap di dada. Lantas, selain berkeluh-kesah, bagaimanakah menjelaskan ketangguhan dan vitalitas ungkapan ini yang tidak mati-mati ditembaki penjaga bahasa? Marilah kita mencoba jawab dengan menganalisis kata ”mengejar” pada tiga paragraf berikut dan setelah itu ”ketertinggalan”.

Editor:
Aloysius Budi Kurniawan
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000